Pengalaman Terakhir Yesus di Taman Getsemani, Ajarkan Kita Soal Taat Pada Kehendak Bapa
Kalangan Sendiri

Pengalaman Terakhir Yesus di Taman Getsemani, Ajarkan Kita Soal Taat Pada Kehendak Bapa

Lori Official Writer
      8174

 Lukas 22: 42

"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 142; Yohanes 19; Zakharia 4-6

Sebuah kutipan kisah Yesus yang diambil dari novel The First Person of Jesus.

“Walaupun teman-temanku terkasih ada bersamaku untuk saat ini. Walaupun aku tahu Bapa Surgawi dan Roh Kudus hadir dan ada bersamaku. Dan banyak malaikat berada di sana, aku tiba-tiba merasa sangat kesepian. Rasa terisolasi yang mengerikan ini hampir membuatku mau pingsan. Kosong dan mencuat, aku merasa semakin terpisah dari semua kemiripan cinta dan kedamaian dunia.

Sebelum teman-temanku menyampaikan kegelisahan mereka atas penampilan dan perilakuku, aku pun segera berpaling dan berkata. “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.” (Markus 14: 34)

“Apapun Tuhan,” jawab Yakobus, suaranya sendiri bergetar dengan penuh penyesalan. “Kami akan melakukan apapun yang engkau katakan.”

Aku memberi isyarat ke pohon zaitun yang ada di bawah kami, berjubahkan kegelapan. “Berjaga-jagalah,” kataku lagi. “Berdoalah.”

Mereka perlahan-lahan duduk di rumput melawan batang pohon yang sangat kasar. Aku tetap berdiri dan berbalik untuk menghadapi hembusan angin yang tiba-tiba menghidupkan kembali gemerisik ranting-ranting di taman. Mataku menyipit saat aku melihat garis hitam samar beberapa batu besar di dasar lereng kecil, gua alami yang terletak di antara pepohonan.

Aku memulainya.

Yohanes membungkuk untuk bangkit, tapi Petrus menahannya, merasakan bahwa Aku butuh kesendirian untuk berdoa bersama Bapa. Dia benar. Dengan rasa takut yang semakin memuncak, aku terhuyung-huyung melintasi jalan setapak. Menuruni lereng berumput dan segera mencapai cekungan bebatuan. Lututku akhirnya menyerah. Aku merunduk ke tanah dan membungkuk, mengistirahatkan sikuku di atas tonjolan batu. Aku melipat kedua tanganku dan menempatkan dahiku di atasnya.

Aku tahu pasti apa yang terjadi malam itu. Aku sudah tahu hal itu cukup lama. Akhirnya di sini di tebing penderitaan yang tak terbayangkan ini, kemanusiaanku merindukan Bapa untuk mencari jalan lain. Sepanjang hidupku di bumi, Aku selalu mencari bimbingan Bapaku dengan sukacita yang rendah hati. Malam ini, bagaimanapun, seperti begitu banyak jiwa yang tersiksa setiap malam, aku berdoa dengan perasaan putus asa.

“Bapa,” panggil Ku, menggeliat kesakitan. “Bapa Surgawiku, Aku tahu bahwa segala hal adalah mungkin bagiMu. Hatiku terbebani dengan kata-kata yang ada di depanku. Aku bahkan melakukan pendekatan yang jahat saat berdoa padaMu. Tidak ada waktu yang tersisa, waktuku sudah tiba. Hanya Engkau yang bisa menemukan jalan. Jika sekiranya mungkin..biarlah cawan ini lalu dari padaku. “…tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Lukas 22: 42

Itulah bagian dari doa yang aku ajarkan sejak awal pelayananku, kerajaan Mu datanglah dan kehendakMu jadilah.

Kehendak Bapa ku sempurna. Itu harus terjadi.

Kepalaku kembali merunduk, kali ini ke permukaan batu yang dingin dan keras itu. Aku menaruhnya di sana untuk menenangkan dahiku yang panas. Keringat terus menetes dari wajahku saat darahku terus dipompa melalui jantungku yang berdetup…darah yang akan segera ditumpahkan bagi dunia.

Aku sangat perlu fokus pada tujuan utamaKu – Kasih. Kasihku yang meliputi segalanya akan membawaku melalui gairah ini. Penyiksaan tubuh dan jiwa.

Kasih untuk tujuan Tuhan.

Kasih untuk anak-anakKu.

Kasih untukmu.

“Aku mengangkat kepalaku dari batu dan dengan hati-hati berdiri. Kata-kataku sendiri datang kembali kepadaku. Bapa ku dengan kuat mengingatkanku kembali akan keyakinanku sendiri. Tidak ada yang akan bisa merebut hidupku dariku. Aku menyerah dengan bebas untuk kehidupan dunia.

“Rasa takut masih mencengkeramku dengan kuat, tapi lututku tampak lebih kuat sekarang. Aku mendongak sekali lagi ke arah sinar bulan yang damai yang menembus kanopi pohon. Apakah ini pandangan terakhirku yang tenang tentang semua yang baik di dunia ini? Betapa aku berharap bisa menutup mata dan berdiri di sana sepanjang malam, daguku miring ke langit yang tenang, mendengarkan suara-suara keheningan, terputus hanya oleh napas lembut Tuhan di wajahku. Tapi sudah tiba waktunya.

Jam penderitaanku sudah dekat.”

Yesus terkasih, di saat tergelapmu di bumi, Engkau mencari Bapa Surgawi. Meskipun merasa tidak dikasihi, terisolasi dan ketakutan, Engkau tahu Dia ada bersamaMu. Alih-alih menuntut pembebasan, Engkau mengejar kehendak-Nya, menyadari bahwa terlepas dari penderitaanMu, kemenangan tidak bisa dihindarkan melalui bimbingan-Nya. Bantu aku untuk menemukan iman dan ketabahan yang sama seperti yang Engkau miliki di Taman Getsemani saat aku menghadapi cobaan dan kesengsaraan…untuk tetap fokus pada kehendak Bapa di tengah kesulitan yang aku hadapi.

 

Hak cipta In The Flesh – My Story : Novel The First Person of Jesus Oleh Michael Gabriele, diterjemahkan dari Cbn.com

Ikuti Kami