1 Tesalonika 4:13-14
"Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara,
bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan
berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena
jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita
percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia."
Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 130; Yohanes 7; Yeremia 37-38
Nenek
saya menghembuskan nafas terakhirnya di usia 91 tahun dan selama beberapa hari
setelah kematiannya, saya merenungkan firman Allah ini dengan sungguh-sungguh.
Ketika Allah berbicara mengenai seseorang yang sudah meninggal, itu berarti merujuk kepada seseorang yang mati secara fisik.
Tetapi
ketika Alkitab menggunakan kata mati, itu biasanya mengacu kepada kematian
rohani atau keadaaan di mana kita terpisah dari Tuhan. Yang artinya, seseorang
mungkin hidup dan sehat secara fisik, tetapi mati secara roh atau terpisah dari Tuhan.
Rasul
Paulus mengatakan bahwa dia nggak ingin kita menjadi nggak tahu soal ini.
Paulus mengatakan bahwa dia nggak ingin kita memiliki pengetahuan atau
pemahaman yang kurang mengenai orang-orang yang meninggal secara fisik atau
mati secara jasmani, karena kalau tidak, maka dalam kehidupan ini kita akan seperti orang-orang yang nggak memiliki harapan.
Saya bersyukur karena nenek saya adalah orang percaya.
Nah,
beberapa hari sebelum nenek saya meninggal, saya bertanya kepadanya apakah dia pernah berpikir bahwa saya akan tumbuh menjadi seorang pengkotbah atau pendeta.
Meresponi
itu, dia hanya senyum karena dia nggak bisa bicara, lalu kami mulai tertawa mendengar pemikiran saya itu.
Yap, karena masalahnya hidup ini bukan
tentang di mana kamu memulai, tetapi bagaimana dan di mana kamu menyelesaikannya.
Nenek
saya sudah menjadi janda selama 37 tahun, sebab kakek saya meninggal 2 minggu sebelum saya lahir ke dunia.
Selama
hidupnya, nenek tetap teguh dan kuat. Selain kehilangan suaminya, dia juga
kehilangan seorang anak perempuannya, dua bayi laki-lakinya dan beberapa saudara kandungnya.
Tetapi,
seperti yang ditulis oleh Paulus bahwa kita nggak perlu, "berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan."
Sebagai
orang Kristen, kita memiliki harapan! Ya, rasa sakit karena terpisah dengan
orang yang kita cintai di bumi ini memang sangat sulit, tetapi bayangkan bagaimana
jauh lebih sakitnya ketika kita kehilangan Allah, dimana kita nggak memiliki
Roh Allah yang hidup dan tinggal di dalam diri kita sebagai orang percaya.
"Kami
selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali
kami berdoa untuk kamu,...oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di
sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil,.." (Kolose 1:3,5)
Ada
perbedaan antara harapan yang alami dengan harapan yang spiritual. Dengan
harapan yang alami, kita bisa kecewa. Tetapi dengan memiliki pengharapan yang
spiritual, maka kita bisa memiliki keyakinan. Dan itulah arti dari kata
harapan, itu adalah kepercayaan yang pasti hal-hal yang akan terjadi atau datang.
Itulah mengapa firman Allah mengatakan,
"Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibarani 11:1)
Dan
mengikuti contoh bapa iman kita, Abraham, kita harus percaya pada Tuhan, kita
harus memiliki harapan secara spiritual, harapan yang memang bertentangan dengan harapan secara natural (Roma 4:18)
Tetapi
meskipun demikian, tetapi ingat bahwa merangkul harapan secara rohani atau spiritual
nggak akan menghentikan air mata atau rasa sakit kita karena kehilangan ya.
Kita hanya dihibur dengan pemikiran bahwa orang-orang yang kita cintai yang
percaya kepada Yesus sudah tertidur dan istrahat bersama dengan Tuhan Yesus dan kita akan bergabung dengan mereka suatu hari nanti.
Paulus memberitahukan kita di kitab Tesalonika,
"...yang
sudah mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup bersama-sama dengan Dia." (1 Tesalonika 5:10)
Jadi,
kita nggak perlu bertanya-tanya di mana orang-orang yang kita cintai berada ketika mereka meninggal. Mereka ada bersama Yesus Tuhan kita!
Bahkan
berita terbaiknya diberitahukan kepada kita, bahwa mereka hanya beberapa menit
di depan kita, karena kita akan hidup dalam perjanjian indah lainnya dalam Firman Tuhan,
"Akan
tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan,
yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari." (2 Petrus 3:8)
Memang
pikiran kita sulit mengerti tentang keabadian, tetapi hal itu nggak bisa
dibandingkan dengan detik, jam dan menit yang kita jalani saat ini. Jadi,
meskipun saya hidup 100 tahun lagi, dan Yesus datang kembali, maka nenek saya
hanya akan bersama dengan Yesus beberapa jam sebelum saya datang bergabung dengannya.
Jadi
ketika kamu mengingat orang-orang yang kamu cintai, berpeganglah pada harapan
rohanimu. Dan lebih lagi, bagikanlah imanmu sehingga orang lain juga memiliki
pengharapan, seperti yang sudah kita lihat bahwa, "Dengan menantikan
penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus." (Titus 2:13)
Hak Cipta © Daphne Delay, digunakan dengan izin