2 Timotius 1: 7
Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh
yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 134; Yohanes 11; Ratapan 1-2
Pagi berjalan sebagaimana orang-orang biasanya di Homeland Security.
Aku berhasil melewati pos pengaman dengan kartu kastle, mikrochip dan kata sandi. Komputerku berdegung dan menampilkan sederet email masuk saat mengawali hari.
Setelah beberapa kali pertemuan dan melewatkan makan siang, aku
kembali ke meja dan mulai memeriksa kontrak yang diusulkan untuk beberapa jenis
peralatan bio-hazard. Tiba-tiba, semuanya bergetar hebat. Ketakutan mulai mengetuk otakku dan aku merasa sedikit bingung.
Sesuatu jatuh di kamar sebelah dan aku mendengar kaca pecah. Secepat
peristiwa itu, rasa gemetar pun ikut hilang. Aku melompat dari mejaku dan berlari ke ruang sebelah. Pegawaiku kelihatan pucat dan bingung sekali.
"Apa yang terjadi, Dave?” kata Tosha.
“Aku tidak tahu,” jawabku. Di Washington D.C orang mencurigai
yang terburuk, khususnya pasca tragedi serangan bom menara kembar pada 11 September. Bisa jadi bom di Gedung Putih hanya beberapa blok jauhnya.
“Aku tak mau sendiri,” kata Tosha sembari melompat dan mendekati meja.
“Ayo ke ruanganku. Aku akan berada di bawah meja dan kamu berada di bawah kreditur.”
Bangunan itu kembali bergetar, kali ini lebih buruk daripada
yang pertama. Aku berdoa dengan cepat dan jujur. “Tuhan, kami tidak tahu apa
yang terjadi, tapi kami percaya Engkau ada bersama kami. Tolong lindungi kami dan semua orang di gedung ini,” ucapku dalam doa.
Setelah beberapa menit, getaran itu berhenti dan aku keluar
dari tempat persembunyianku. Aku bergegas ke ruang interior di mana lebih
banyak karyawan bekerja. Aku membuka kunci pintu. Cahaya dari jendela eksterior
kemudian membanjiri ruangan mereka. Masing-masing keluar, tampak terguncang secara fisik dan mental.
Kamu pun akhirnya tahu saat itu terjadi gempa bumi yang sangat
langka di ibu kota negara kami. Semua orang turun ke bawah dan dikawal ke lapangan terbuka di blok itu.
Waktu aku duduk di pinggir jalan melihat sekeliling, aku berpikir
tentang imanku dan kata-kata Paulus kepada seorang saudara seiman yang lebih muda.
“Sebab
Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2 Timotius 1: 7)
Pertanyaannya adalah apakah kita dihantui rasa percaya atau ketakutan?
Meskipun sudah terlatih dengan baik dalam prosedur ketahanan dan
bencana, bahkan sejumlah karyawan Homeland Security menghadapi ketakutan akan hal-hal
yang terjadi secara gak terduga. Masing-masing dari kami harus melihat ke
dalam. Mereka punya iman kepada Tuhan menyadari kesempatan sempurna untuk menunjukkan kepemimpinan.
Bagaimana kita menjalani hidup kita sehari-hari akan menentukan
kesiapan kita. Kalau kita bersandar pada Tuhan untuk hal-hal sederhana, ujian kecil,
maka kita akan siap untuk tantangan yang lebih besar. Kami membangun ketahanan dengan
sesekali mempertimbangkan, apa yang akan aku lakukan kalau sebuah bencana terjadi di tempat kerjaku?
Mintalah kepada Tuhan untuk menunjukkan kepadamu bagaimana kamu bisa membantu saat tantangan yang tidak biasa.
Dengan mengijinkan Roh Kudus membimbing kita melalui
rutinitas normal kita, kita berlatih untuk saat-saat yang tak akan biasa saat masalah besar menyerang.
Banyak orang di sekitar kita jarang mempertimbangkan pertanyaan
yang lebih besar dari hidup. Beberapa orang berusaha dengan sadar untuk
menghindari pikiran tentang Tuhan. Momen besar membawa kita semua ke lembah keputusan.
Mereka mau seseorang seperti kita menunjukkan jalan mereka melalui badai kehidupan.
Kekuatan yang diilhami Tuhan tampak cukup baik saat fondasi realitas
mereka bergetar. Dengan hidup dalam firman Allah dan percaya kepada-Nya, kita bisa
menerapkan kebijaksanaan-Nya pada saat-saat terburuk. Seperti ditulis dalam
Mazmur 112: 7, “Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada TUHAN.”
Hak cipta David
L. Winters, diterjemahkan dari Cbn.com