Jangan Menukar Hal-hal Besar Yang Dari Tuhan Dengan Kenyamanan Hidup
Kalangan Sendiri

Jangan Menukar Hal-hal Besar Yang Dari Tuhan Dengan Kenyamanan Hidup

Puji Astuti Official Writer
      3401

Filipi 1: 6-7

"Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

Bacaan Alkitab Setahun Mazmur 70; Ibrani 4; 2 Raja-raja 20-21

Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi.” (1 Korintus 12:31)

Pada suatu musim gugur di Colorado yang indah pada tahun 2016, istri saya dan saya mengajak salah seorang cucu kami untuk menjelajah di pagi hari dan berolahraga yang sangat dibutuhkan. Kami mengendarai sepeda kami di sepanjang sungai tidak terlalu jauh dari rumah kami, di mana kota baru saja menyelesaikan proyek tempat rekreasi baru. Ketika kami berada di sana, cucuku Peter (nama fiktif), seperti anak muda pada umumnya, mulai memungut batu untuk dilemparkan ke sungai. Awalnya, kami mencoba mengajari dia cara melemparkan batu yang kecil dan pipih agar bisa memantul di air.

Tapi segera, hal itu tidak lagi menarik minatnya dan dia pergi mencari batu-batu besar yang mungkin bisa dia bawa. Dia ingin mengangkat dan membawa batu terbesar yang dia bisa, melemparkannya sejauh yang dia bisa, dan membuat percikan terbesar yang bisa dia buat. Dengan resiko menjadi basah atau tersandung dan jatuh tidak berarti dibandingkan dengan menaklukkan batu terbesar yang bisa dia temukan.

Ketika saya menyaksikan usahanya, Roh Tuhan segera berbicara kepada saya. “Mengapa orang-orang yang aku ciptakan dan perintahkan untuk menjelajah dan memimpin dalam kerajaan-Ku, mengalami kemunduran ini? Mengapa mereka mulai mengambil risiko yang akan membuat percikan besar bagi-Ku di bumi, namun seiring berjalannya waktu mereka menjatuhkan batu-batu besar mereka dan mengambil batu yang lebih kecil dan lebih kecil lagi untuk dilewati saja?”

Tuhan juga mengingatkan saya pada seorang teman dan saudara lelaki yang saya kenal di masa muda saya sebagai seorang Kristen. Dia adalah pria yang brilian yang bekerja untuk perusahaan teknologi tinggi. Joe (nama fiktif) adalah ayah dari empat anak, saat itu dia dan saya terlibat dalam kepemimpinan Kristen. Seperti saya, dia mengasihi Tuhan dan sangat aktif dalam imannya.

Kemudian ekonomi berubah. Dia di-PHK dan dipaksa untuk melakukan pekerjaan kasar di sebuah pabrik untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada awalnya, dia membencinya, karena itu tidak memberikan tantangan pada talenta yang cukup besar yang ia miliki. Tetapi seiring berjalannya waktu, ia terbiasa dengan "kenyamanan" itu dan berhenti mencari peluang yang lebih menantang. Dia menjatuhkan batu-batu besar dan mulai menerima batu-batu kerikil. Tetapi ada harga yang harus dibayar, seperti yang selalu ada ketika kita menerima sesuatu yang biasa-biasa saja di kerajaan Allah. Dia akhirnya menjadi sangat kecewa dengan kehidupan, keluar dari persekutuan, menceraikan istrinya, dan berjalan menjauh dari anak-anaknya.

Yesus memanggil kita untuk menjalani proses pendewasaan terus-menerus selama waktu yang kita habiskan di bumi, seperti yang digambarkan pada ayat-ayat di atas. Jika kita terus berusaha untuk hidup demi kenyamanan di dunia atau berbalik kepada hal itu setelah memahami kebenaran tentang Kerajaan Allah, kita tidak bisa bertumbuh dalam hubungan kita dengan Kristus atau menghasilkan buah di dunia ini. Kita hanya memungut batu-batu pekerjaan, sekolah, rekreasi, pensiun, politik, dan minat lain yang membuat tangan kita begitu penuh sehingga kita harus menjatuhkan batu-batu besar yang dulunya ingin kita ambil untuk Yesus. Seiring meningkatnya tanggung jawab kita di dunia, kesediaan kita untuk mengambil risiko dalam bentuk apa pun berkurang. Segera kita memegang batu yang nyaman untuk dunia, dan kerikil untuk Tuhan. Yesus berkata tentang orang-orang seperti itu,

"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." (Lukas 9:62)

Tuhan kita sudah mengambil batu terbesar untuk kita semua, mengambil risiko terbesar, dan membuat percikan terbesar dalam sejarah ketika Dia mengutus Anak-Nya untuk memberikan semua milik-Nya di salib. Apakah Dia akan mengabaikannya atas nama kasih karunia ketika kita tidak menawarkan pengembalian atas investasi-Nya, karena kita menukar batu besar dengan kerikil?

Saya pikir hamba yang mengubur talentanya di bawah batu mungkin memiliki satu atau dua pendapat tentang itu jika dia bisa memberi tahu kita. Tetapi dia memiliki masalah yang lebih besar sekarang. Ini saatnya bagi kita untuk menyingkirkan kenyamanan kita di dunia ini, dan mulai mengambil risiko bagi Tuhan  yang menulis buku kehidupan itu tentang kita.

Hak Cipta © 2017 Michael Wolff. Digunakan dengan izin.

Ikuti Kami