Perlindungan Tuhan Hanya Sedekat Hubunganmu Dengan-Nya, Carilah Dia Lebih Dulu!
Kalangan Sendiri

Perlindungan Tuhan Hanya Sedekat Hubunganmu Dengan-Nya, Carilah Dia Lebih Dulu!

Lori Official Writer
      3493

Mazmur 91: 11

….sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.


Bacaan Alkitab Setahun:  Mazmur 10; Wahyu 16; Nehemia 12-13

Seorang teman berbagi kisahnya denganku. Begini ceritanya:

“Ibuku menikah dengan Ayah dan mendapati kalau dia mengalami perlakuan kasar. Bukan saja hanya ibu yang mengalami pelecehan. Kami, anak-anaknya juga kerap dibentak. Beberapa tahun kemudian, sebelum ibu meninggal, dia pun memberitahukan beberapa kejadian yang dialaminya kepadaku.

Dia mengaku kalau ayah suka marah-marah tanpa sebab. Kemungkinan karena masalah yang sangat sepele. Seperti kentang bakar. Atau ucapan ibu yang mungkin tanpa sadar salah. Sifat pemarah ayah membuat hidup kami tertekan. Ayah bahkan pernah marah besar seperti ledakan gunung api.

Tapi di tengah kehidupan yang penuh tekanan itu, ibu selalu belajar untuk bergantung kepada Yesus. Sejak menikah dengan ayah, dia mendorong dirinya jadi pribadi yang lebih kuat di dalam Tuhan. Aku benar-benar percaya dia pasti akan mati di tangan ayah, kalau saja tidak dengan perlindungan Yesus.

Dia memberitahuku suatu kali dimana ketakutan di kamar dan mendengar teriakan ayah berkata, “Aku akan membunuhmu.”

Saat itu di tengah rasa lelahnya dia berdoa, “Tuhan, tolong selamatkan aku atau bawalah aku. Aku sangat lelah.”

Ayah lalu melangkah menuju kamar. Dia sudah siap untuk melakukan apa yang dia ucapkan.

Tapi saat dia sampai di depan pintu kamar yang sudah terbuka, dia terpelanting seolah-olah dia menabrak pintu kaca yang tidak kasat mata. Dia pun roboh ke lantai.

Dengan penuh rasa takjub, ibu menggeleng-gelengkan kepala yang dipenuhi rambut coklat gelapnya. Dia benar-benar tercengang dengan apa yang terjadi.

“Aku akan memberimu ini,” kata ayah saat dia kembali bangkit untuk menyerang ibu untuk kedua kalinya. Tapi dia kembali seolah memukul sesuatu yang tak terlihat dan terpelanting kembali. Akhirnya dia menyerah dan terhuyung di kursi malasnya di ruang tamu.

“Dia tidak pernah membicarakannya lagi,” kata ibu menjelaskan apa yang terjadi setelah peristiwa itu.

Lalu aku bertanya alasan kenapa ibu tidak meninggalkan ayah. “Pendeta mengatakan kepada ibu kalau hal itu bukanlah tindakan yang bermoral. Dia mengatakan kalau ibu tidak boleh memancing dia untuk marah. Aku sudah mencoba, Tapi hal itu tetap tak berhasil.”

Pada kesempatan yang lain, setelah kami, anak-anaknya tumbuh dewasa dan menikah, mereka pindah ke rumah yang dilengkapi denga sebuah kolam renang di pinggiran kota. Ibu bukan seorang perenang yang hebat tapi dia suka sesekali berenang di air dingin di musim panas yang terik. Suatu hari dia mengapung di kolam renang. Dia melihat ayah menghentak dan mengacungkan tinju ke arahnya sambil mengucapkan sumpah serapah.

“Aku akan menenggelamkanmu di sini sekarang,” kata ayah.

Dia menenggelamkan ibu ke dalam air dan menarik lengan ibu. Tapi sama sekali tak berhasil. Setiap kali dia mulai meraih lengan ibu, dia tetap gagal.

“Rasanya seperti tubuhku berminyak,” katanya.

Akhirnya karena frustrasi, ayah beranjak meninggalkan ibu sembari mengucapkan sumpah serapah.

Tak lama setelah itu, Tuhan berbicara di dalam hati ibu.

“Aku telah menyelamatkanmu berkali-kali dari tangan pembunuh. Kamu tidak boleh terus berasumsi kalau Aku akan menyelamatkanmu. Kamu harus bertanggung jawab. Sudah waktunya bagimu untuk menjauh darinya. Tinggalkan dia dan jangan kembali lagi.”

Ibu akhirnya meninggalkan ayah. Kami semua bahkan membantu ibu untuk menghilang dari ayah. Akhirnya, di usia 50-an dia sepenuhnya terlepas dari segala tindakan pelecehan yang dialaminya dari ayah.

Tuhan itu murah hati. Dia mau semua orang datang kepada-Nya daripada harus masuk ke dalam api neraka. Dia akan melakukan apapun untuk membawa domba-dombanya pulang.

Ayah kemudian bertobat di tahun-tahun terakhir hidupnya. Meskipun begitu ingatan akan perbuatannya di masa lalu masih terus melekat kuat. Dia sama sekali tak percaya kalau dosa-dosanya dihapuskan oleh darah Yesus. Dia tetap hidup dalam ketakutan akan neraka.

Saat ayah berusia 80-an dan masih bisa melihat dengan jelas, dia masuk panti jompo, sekali-kali keponakannya datang berkunjung.

Dia menyapa dengan gembira. Katanya, “Aku tidak akan ke neraka. Mereka memanggilku lewat telepon dan mengatakan itu kepadaku. Mereka bilang kalau kematianku hanyalah proses perubahan menuju kehidupan yang lain.”

Di akhir hidupnya, ayah meninggal dengan damai. Dia meninggal mendadak sebulan kemudian. Dan kamar ayah sama sekali tidak diisi dengan fasilitas telepon.

Apa yang dialami ayah temanku persis sama seperti yang disampaikan Petrus. Bahwa Tuhan sendiri tidak menghendaki ada satu orang pun yang binasa karena dosa-dosanya. “…tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3: 9b)

 

Jika Tuhan ada dipihak kita, siapa yang jadi lawan kita

 

Hak cipta Sally Jadlow, diterjemahkan dari Cbn.com

Ikuti Kami