2 Korintus 10: 3-4
Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara
duniawi,karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi,
melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk
meruntuhkan benteng-benteng.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 86; Lukas 7; Yeremia 35-36
Sebuah suara keras membangunkan putri mungilnya dari tidur nyenyak.
Sebagai itu tunggal, naluri pertamanya adalah melindungi anak-anaknya yang
masih kecil. Dia melompat dari tempat tidur dan mengambil tongkat pemukul yang
ada di dekatnya. Dengan jantung berdebar dan tongkat yang sudah ada dicengkeramannya, dia berbegas keluar pintu.
Dia pergi memeriksa kamar anak-anaknya dan mendapati mereka
semua masih tidur nyenyak. Jemarinya dalam posisi mencengkeram tongkat dengan kuat dan siap memeriksa seisi rumah dengan berhati-hati.
Ahhh! Ternyata tirai kamar mandi jatuh ke lantai dan menjadi
penyebab suara keras itu. Semuanya aman. Dia menghela napas lega, terutama saat
dia melihat senjata di tangannya. Dia mencengkeram tongkat plastik dari tangan anaknya yang berusia dua tahun. Benda itu tak akan berguna untuk menyerang.
Kisah ini memberi kita alasan untuk berpikir. Tak peduli kesulitan
apapun yang kita hadapi, kita seringnya memakai senjata yang tak memadai. Mereka hanyalah tongkat plastik.
Berapa sering kita mendapati kalau kita hanya menemukan senjata
yang tidak memadai, bahkan tak berguna untuk melawan penyusup di dalam hidup
kita? Akibatnya, saat kita akan menggunakannya kita malah kewalahan karena
ketidakmampuan kita untuk menyerang dengan benda itu. Kita mungkin mempertanyakan
di mana Tuhan saat kita ditimpa masalah. Apakah kita kekurangan karena Tuhan sudah
memberi kita senjata yang tidak memadai atau tidak berguna? Ataukah hanya karena kita bergantung pada senjata kita sendiri, atau kekuatan kita bukan pada Tuhan?
Saat Musa memimpin bangsa Israel menuju kebebasan, mereka
terperangkap di antara Laut Merah, gunung-gunung dan tentara kejam yang
mengejar mereka. Sebagai budak, mereka tahu kekejaman orang Mesir. Sekarang mereka bahkan tak punya tongkat plastik untuk bertarung. Mereka bodoh dan ketakutan.
Di tengah keputusasaan, mereka berseru meminta pertolongan Tuhan.
Tapi di saat itu, mereka justru menyalahkan Musa atas penderitaan yang mereka alami.
“Apakah
karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di
padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami
keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah
mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik
bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini.” (Keluaran 14: 11-12)
Saat kita bergantung pada kekuatan kita sendiri, kita akan mudah
takut. Apakah kita seperti orang Israel? Apakah kita merasa harus mengatasi masalah
kita sendiri? Apakah kita takut karena kita tidak mengharapkan Tuhan menjawab? Kalau
masalahnya lebih besar dari yang bisa kita tangani, ketidakberdayaan dan rasa
takut dengan mudah akan menyebabkan kemarahan dan membuat kita suka menyalahkan orang lain.
Sebaliknya, iman Musa tidak keliru sama sekali. Dia tidak membutuhkan
senjata. Dia yakin Tuhan akan menangangi masalah yang mereka hadapi. Musa
bahkan meyakinkan bangsanya supaya tidak perlu takut dan gentar. Dia justru menawarkan keselamatan yang sudah Tuhan janjikan (Keluaran 14: 13).
Tuhan pun menyediakan pertolonganNya ketika Laut Merah terbelah
dua dan bangsa Israel berjalan di tengahnya. Seluruh pasukan Mesir bahkan diporakporandakan. Saat itu, bangsa Israel sama sekali tak perlu melakukan apapun.
Kadang kala Tuhan membiarkan kita terlibat dalam pertarungan.
Tapi Dia ingin kita mengandalkan Dia untuk berperang atas kita, tak peduli
apakah kita ikut dalam peperangan itu atau tidak. Dia tidak membutuhkan kita untuk
menang karena perjuangan kita sendiri. Karena saat Dia sendiri mengangkat tangan atas peperangan kita, kemenangan pasti akan selalu berada di pihak kita.
Saat kita mendapati kalau senjata kita tidak memadai, Dia mau
kita bergantung padaNya. Dia adalah perisai, kubu pertahanan, benteng dan menara
kekuatan kita. Kalau kita percaya kepadaNya daripada tongkat plastik kita, kita akan menemukan bahwa Dia tidak akan pernah sia-sia melawan penyerang.
Hak cipta Kay Camenisch, diterjemahkan dari Cbn.com