2 Korintus 8: 9
Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa
Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu
menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 84; Lukas 5; Yeremia 16-17
Aku baru mendengar khotbah dari J.D Greear tentang kitab
Pengkhotbah. Sulit untuk membacanya, bukan bagian yang mudah untuk khotbahkan. Dia
berbicara banyak soal ‘hevel’. Salah satu kata yang sering digunakan dalam kitab Pengkhotbah. Beberapa terjemahan menyebutnya kesombongan, beberapa lainnya ‘kesia-siaan’.
Pendeta J.D Greear mengilustrasikan khotbahnya dengan pemandangan
saat pesawat melewati awan di udara. Kelihatannya awan yang kita lihat seperti
bervolume, tapi sebenarnya tumpukan awan itu hanyalah uap. Raja Salomo bahkan menggambarkan semua kehidupan seperti uap.
Aku bertemu cucuku di akhir pekan ini. Dia sekarang berusia
tiga tahun. Aku ingat hari kelahirannya. Aku, suamiku Tom dan besan kami menunggu
kelahiran cucu kami di lobi. Kami sudah tahu sebelumnya jenis kelaminnya…kami sudah tahu namanya…tapi kami belum pernah melihatnya.
Tapi, tiga tahun kemudian dia tumbuh menjadi sosok yang punya
kepribadian yang cukup baik. Aku belum melihatnya dalam beberapa bulan dan kosakatanya
sudah meningkat secara dramatis. Biasanya aku memutarkan dia sebuah lagu setiap
pagi. Aku akan menyapa, “Selamat pagi. Selamat pagi kamu. Selamat pagi, Silas sayang. Selamat pagi.”
"Uhhh aku gak suka itu,” katanya dengan jelas.
Tapi waktu aku berkunjung kembali, aku diberitahu kalau cucuku
sudah lulus dari kelas penitipan anak ke kelas tiga tahun. Dia menangis dan
berkata, “Aku tak ingin pergi ke gereja. Aku gugup.” Saat nenek dan kakeknya pergi dia berkata, “Aku sedih.”
Aku juga sedih. Aku menangis di tengah jalan di Atlanta.
Hidup ini penuh dengan suka cita, suka dan duka. Kamu tak bisa
meletakkan jari-jarimu di atasnya. Itu hanyalah uap. Aku menemukan sukacita besar
di dalamnya, tapi kita tahu hal itu tidak kekal. Dari pengalaman sebelumnya, sebelum aku menyadarinya, aku akan menghadiri kelulusan SMA-nya.
Karena begitulah hidup.
Tapi karena kehidupan, kematian dan kebangkitan Tuhan kita, Yesus
Kristus, aku tahu kalau ada yang lebih hevel dari hal itu di dunia ini. Ada kekekalan
di atas matahari bersama Yesus. Di 2 Korintus 8: 9 berkata, ‘Ia, yang oleh
karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.’ Dia mewariskan keabadian. Selama-lamanya.
Kehidupan seperti uap yang kita jalani tetap punya volumenya
saat kita melihatnya melalui mata kekekalan. Lalu kita akan mulai berinvestasi di dalamnya.
Bukan berarti aku mengabaikan cucuku. Aku hanya berinvestasi lewat
doa untuknya. Saat aku bersamanya, aku berdoa bersamanya dan memberitahunya tentang Yesus.
Aku memberikan uang untuk hal-hal yang bersifat kekal dan tak
ingin menimbunnya. Tahu bahwa saudara-saudaraku di negara lain hidup di sela
gelap jauh dari keluarga mereka karena mereka mengajarkan Alkitab, atau memberi
seseorang Alkitab. Aku berdoa buat mereka sebagaimana mereka adalah keluargaku dan
mengirim uang kepada mereka dengan penuh sukacita karena mereka adalah keluargaku. Keluarga dalam kekekalan.
“Apa yang
tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan
yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Korintus 2: 9)
Hak cipta Pauline Hylton, diterjemahkan dari Cbn.com