Lukas 18: 16
“Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu
menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Allah.”
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 79; Ibrani 13; Yeremia 11-12
Pagi itu tampak cukup normal, kecuali kejadian saat dia
kehilangan sepatu. Ayahku Dickie pun sedikit cemas karena dia pasti akan
terlambat lagi ke sekolah dan takut akan dimarahi oleh orangtuanya. Apalagi dia malas kalau harus mendengarkan omelan-omelan kasar mereka.
Dia mengacak-acak lemari kecilnya untuk terakhir kalinya,
meraih jaketnya dari lantai dan menemukan sepasang sepatu tenis yang sudah robek.
Dengan cepat, Dickie memakai sepatunya berjingkat menuruni tangga, menyelinap keluar dari pintu depan dan mulai berangkat ke sekolah.
Sayang, harinya tak terlalu baik. Saat waktu pulang tiba, diapun
berpamitan dengan teman-temannya dan segera pulang, berjalan menaiki tangga dan
berdiri tanpa rasa percaya diri saat membuka pintu depan dan berkata, “Dimana semua orang?”
Dia memanggil orangtuanya saat dia berjalan dari kamar ke
kamar. Tak ada seorangpun di sana. Ruangan itu kosong. Dia menunggu di rumah
kosong sampai orangtuanya akhirnya kembali. Mereka entah bagaimana lupa memberitahu ayahku kalau mereka sudah pindah.
Waktu ayahku menceritakan kisah itu, aku sangat sedih. Tapi hal
itu membantuku memahami kenapa dia suka berlaku kasar atas kekurangan dan kegagalanku. Dia gak bisa memberiku apa yang tak dia punya, dia hanya bisa meniru ajaran orangtuanya.
Waktu anak-anakku masih kecil, aku secara konsisten memberi
tahu mereka kalau aku mencintai mereka. Saat mereka melakukan hal-hal bodoh, aku
tak pernah mengatakan kepada mereka kalau mereka bodoh. Tapi aku lebih mengingatkan
tentang kekurangan dan kegagalan mereka. Aku kadang kecewa dengan caraku memperlakukan
mereka, tapi tak peduli seberapa keras aku berdoa, teguranku yang seperti susu tumpah itu terus berlanjut.
Aku membangun hubungan pribadi dengan Yesus, tapi kenapa aku tak
bisa berhenti berteriak? Aku pasti tak melakukannya dengan cara yang mereka mau,
dan bahkan saat mereka sudah tua, mereka tak akan melupakan hal itu. Aku membesarkan mereka seperti rasa sakit yang ayahku dan aku alami di masa lalu.
Dalam Lukas 18: 16, Yesus berkata “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu
menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”
Apakah aku menghalangi mereka dengan warisan kata-kata kasar
dan ketidaksabaranku? Akankah mereka berpaling dari Tuhan karena mereka merasa
berpaling dariku? Apakah mereka akan mengesampingkan perilaku kakek-nenekku kepada anak-anak mereka?
Waktu anak-anakku masih remaja, aku terus berdoa supaya
dibebaskan kebiasaan berbicara kasar dan bahwa Tuhan akan melindungi mereka dari kata-kata kasarku.
“Janganlah
ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari
zaman purbakala!Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang
sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.” (Yesaya 43: 18-19)
Aku berharap aku tahu saat itu kalau Dia mau mengijinkan aku
berhenti berkutat tentang masa laluku, mengesampingkan kesalahanku dan kesalahan para pendahuluku dan menerima cara baru untuk menjalani hidup!
Setelah anak-anakku dewasa, aku tak lagi bertindak kasar.
Tapi pertanyaan-pertanyaan sulitku masih tetap ada. Apa aku menghalangi keinginan
putra-putraku kepada Yesus? Apa mereka merasa hancur dengan kata-kataku? Kalau
aku berdiri berdampingan dengan mereka di depan cermin, akankah mereka melihat bayangan Yesus di dalam diriku?
2 Korintus 3: 18 memberitahuku bahwa tak satupun dari kita sempurna
dalam hidup ini. Kita semua sedang dalam proses transformasi. Tak pernah terlalu terlambat untuk menuntun anak-anakku lebih dalam untuk mendapatkan warisan iman.
Aku meminta pengampunan dari mereka dan meminta maaf atas semua
kenangan buruk yang masih mereka ingat semasa kecil mereka. Mereka bilang kalau aku sangat mencintai mereka.
Dan ayahku, dia sudah di surga dan masih tetap jadi penggemar beratku.
Hak cipta Cheryl Crofoot Knapp, diterjemahkan dari Cbn.com