Ketika Aku Kecewa Pada Tuhan, Inilah Tuntutanku Pada-Nya
Kalangan Sendiri

Ketika Aku Kecewa Pada Tuhan, Inilah Tuntutanku Pada-Nya

Puji Astuti Official Writer
      6361

Mazmur 73:25-26

Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.

Bacaan Alkitab Setahun Amsal 18; Efesus 1; Pengkhotbah 1-2

“Aku mulai mengajukan tuntutan kepada Tuhan tak lama setelah putra pertamaku meninggal. Semuanya seperti tidak adil. Dunia terasa sangat kacau. Aku memiliki teman yang kehilangan bayinya, dan seorang anggota keluargaku yang masih sangat muda meninggal dengan tragis, saat dia baru saja membangun kehidupannya. Itu adalah seri kehidupan yang berat.

Aku tidak bisa membandingkan diri dengan Ayub, tetapi kita semua pasti berpikir mengapa hal buruk terjadi dalam hidup orang baik. Aku mencoba menelan pil pahit bernama “kedaulatan Tuhan” dan sangat sulit untuk melakukannya.

Di sisi lain, aku kelelahan jadi aku tidak punya kekuatan untuk berjuang melihat dari sudut pandangnya Tuhan.

Aku belum pernah memberontak. Aku melayani Tuhan dnegan setia sepanjang hidupku. Aku punya orangtua yang luar biasa yang mengajarkanku cara pandang dunia dan C.S. Lewis. Aku belum pernah melakukan pemberontakan hingga akhir usia 20an atau awal 30an tahun, dan hal itu akan terlihat berbeda dari usia 16an tahun. Tetapi aku masih memberontak di dalam hatiku.

Aku sangat lelah. Aku berhenti berjuang. Aku tahu banyak tentang merasa bersalah, dan batinku tidak pernah berhenti bicara. Itu terus menggangguku – bagaimana kau bisa melakukan ini atau melakukannya lebih baik lagi. Aku masih ingat cerita pada temanku, “Aku mengunci suara batinku di gudang dan menutup mulutnya dengan lakban.” Aku mengalami satu hingga dua tahun hidup dalam ketidakpedulian.

Ada saatnya dimana aku tahu apa yang benar. Aku hanya berkata, “Aku tahu Engkau Tuhan. Aku tahu aku bodoh tetapi aku cuma tidak bisa mengerti.”

Tuhan akhirnya bicara, “Akhirnya, kita bicara juga. Ini sungguh-sungguh bicara.”

Aku membuka Alkitab untuk mendapat penghiburan, dan aku mendapati banyak orang baik yang berkomitmen memberikan hidupnya pada Tuhan, dan mengalami kekalahan. Aku menggunakan hal itu sebagai saksi kasusku.

Aku mulai meneliti ulang Ayub. Kamu ngga bisa memberi seseorang keluarga kedua dan berkata itu tidak apa-apa. Dia kehilangan anak-anaknya, dan hal itu memukul bagian sensitive hidupku. Aku kuatir sewaktu kami di jalan. Aku memberitahu seseorang, “Jika sesuatu terjadi pada Kirby (putraku), aku pikir imanku tidak akan dapat bertahan.” Teman  baikku menjawab, “Jika kamu bisa membuat scenario dimana imanmu ngga bisa bertahan, maka hal itu ngga akan bertahan.”

Imanku akhirnya di uji, dan aku benar-benar tidak percaya pada Tuhan. Dia tidak bekerja dalam hal ini untuk kebaikanku. Ini terdengar sudah basi. Siapa yang mengurusi orang-orang ini dan rasa sakit mereka?

Aku berkata kepada Tuhan, “Kamu harus membantuku untuk percaya kepada-Mu karena aku tidak bisa melakukannya sendiri.”

Tuhan membawaku kembali pada pria ini, dan Dia menyelidiki ulang saksiku. Aku menemukan bahwa aku bisa mengatakan Ayub ingin. “mengutuk Tuhan dan mati.” Tetapi dia masih berdiri di tengah-tengah pengadilannya dan berkata, “Aku tahu penebusku hidup.”

Jadi aku bertanya kepada Tuhan apa yang dikatakan Ayub ditengah-tengah pencobaan itu? Apa yang dikatakan Daud, Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. (Mazmur 73:25).

Lalu ada juga Paulus, yang dibelenggu, yang mengatakan segala pencapaian – segala yang tampak baik dalam hidup ini adalah sampah dibandingkan dengan pengenalan akan Tuhan. Ini seperti dia memberitahuku, “Sara, aku bertemu Seorang Pribadi di tengah jalan ke Damaskus, dan aku ingin mengenal-Nya lebih lagi. Aku ingin mengenal Dia dan penderitaan-Nya. Disinilah aku bertumbuh. Disinilah kehidupanku berarti saat berada di persimpangan antara sukacita dan rasa sakit.”

Aku tidak bisa mengubah kata-kata mereka karena kau tidak bisa mengubah kesaksian mereka, dan di akhir tahun, itu juga menjadi kesaksianku. Aku seperti Daud dan berkata,”Orang fasik melihatku dan bersukacita. Sia-sia sama sekali aku mempertahankan tanganku bersih. Tapi jika kukatakan itu aku akan mengkhianatai anak-anak-Mu karena aku bersalah. Mengikutimu, melakukan apa yang benar, mengejar kesucian – sulit mengerti mengapa harus. Tetapi prinsip kehidupan-Mu itu baik, dan bersama dengan-Mu itu baik.”

Pada akhirnya Tuhanlah yang memenangkan kasusnya, dan aku merasa sangat terdesak. Segala hal ini aku pikir aku inginkan – keamanan, keamanan untuk keluargaku, rasa nyaman – itu semua baik tetapi itu bukanlah Kerajaan Allah. Itu bukanlah keseluruhan kisah yang Tuhan mau ceritakan.

Aku tidak ingin anak-anakku melihatku penuh dengan kepahitan dan sinis. Aku ingin mereka melihatku bersemangat mengenai Injil sekalipun hal itu berbahaya. Aku ingin mereka melihat aku berjalan dalam imanku. Aku ingin melayani Dia, berkata, “Aku sudah menelan pil kedaulatan, dan itu adalah kedaulatan-Mu.”

Kisah dari Sara Groves, seperti yang diceritakan kepada CBN.com, Jennifer E Jones, 2005. 

Ikuti Kami