1 Korintus 13: 4
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati;
Bacaan Alkitab Setahun Mazmur 138; 2 Korintus 11; 2 Samuel 3-4
Rasa frustrasi seorang ibu muda sering dilampiaskan dengan berteriak.
Dia punya alasan kuat untuk merasa frustrasi karena dia hidup seperti ibu tunggal dengan beberapa anak yang aktif dan berkemauan keras. Dengan suaminya selalu pergi bekerja, anak-anak sulit mematuhinya dan dia sering tidak bisa menahan tekanan. Jeritannya yang keras dan menakutkan sering terdengar oleh para tetangga, yang khawatir tentang kesehatan mentalnya.
Suatu hari, dia mencoba untuk belajar Alkitab untuk menemukan bantuan ketika dia sudah merasa tidak sanggup lagi. Dia mulai mencari ayat-ayat tentang kesabaran. Dia selalu merasa dia lebih mencintai anak-anaknya daripada dirinya sendiri tetapi menyadari bahwa dia kurang bertindak penuh kasih pada mereka. Dia sangat terkejut dengan penemuan ini.
Ketika dia membaca dalam Kolose 3:12: “Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.”, dia merasakan lebih banyak tekanan dan mulai berteriak. Hal ini menyebabkan anak-anaknya pergi dan bersembunyi dan seorang ibu tetangga datang bertanya-tanya apakah akhirnya dia mengalami gangguan jiwa.
Dia merasa dia sudah tidak sanggup menghadapi semuanya lagi.
Tetangga itu adalah seorang wanita pendoa yang saleh yang datang untuk memegang tangannya dan berdoa bersamanya, memberitahu dia bahwa Yesus memahami kebutuhannya dan mengasihi domba-domba-Nya ketika mereka kewalahan. Setelah beberapa menit, tekanan itu berganti dengan kenyamanan dan kedamaian memenuhi hati wanita muda itu.
Segalanya menjadi jelas ketika ia bersama saudara perempuannya duduk bersama dan tetangganya itu mebuka Alkitabnya di 1 Korintus 13 dan mereka membaca bersama: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati;” dan “Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.” Dia mulai mengerti bahwa jika dia tidak sabar dan baik hati, dia tidak mencintai anak-anaknya. Saat itu juga dia menyerah untuk mencoba memahami bagaimana menjadi ibu yang baik dan membuka hatinya untuk Yesus dan Roh-Nya. Dia mulai menyadari bahwa cinta, pengampunan, dan kesabaran yang Dia berikan kepadanya adalah semua yang dia butuhkan untuk diberikan kepada anak-anaknya untuk menjadi ibu yang baik.
Dia mulai menaati Yesus yang berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28) Dia datang dengan hati yang terbuka.
Dia menyerah dari rasa ingin mengendalikan segalanya dan memilih untuk bersantai dan mencintai dengan sabar dan baik hati di rumah dan kepada anak-anaknya. Dia mulai memahami apa yang ditulis di Amsal 16:32 "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan,” dan juga, Pengkhotbah 7: 9 "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." Dia ingat bahwa perfeksionisme membuat iblis ditendang keluar dari surga ketika dia ingin mengendalikan segala sesuatu. Dia tidak harus menjadi "ibu yang luar biasa" lagi. Dia memutuskan bahwa dia ingin menjadi seorang Maria yang duduk di kaki Yesus dan bersekutu dengan-Nya dan bukan Martha yang ingin mengendalikan keadaan dan mengharapkan orang lain melakukan apa yang dia katakan atau yang lain. Sebenarnya, dia merasa dia harus menjadi seperti Maria dulu sehingga dia bisa menjadi tipe yang tepat dari sosok Martha yang mengurus rumah yang tertata baik sehingga bisa menyenangkan baik Tuhannya yang penuh kasih dan suaminya yang bekerja keras.
Frustrasi adalah bagian dari membesarkan
anak-anak, setiap ibu dapat bersaksi tentang hal ini. Jawaban untuk rasa frustrasi bukanlah amarah tetapi datang kepada
tangan Tuhan yang terbuka dan penuh kasih.
Hak Cipta © 2018 Bob Segress, Ph. D, digunakan dengan izin.