"Sebab Aku ini
mengetahui rancangan-rancangan apa yang
ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai
sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
Yeremia 29:11
Bacaan Alkitab dalam setahun: Mazmur 135; 2 Korintus 8; 1 Tawarikh 5-7
Belakangan ini saya merasa tidak
karuan. Saya tidak bisa menulis maupun berpikir dengan jernih. Waktu berlalu
sangat cepat sejak satu tahun yang lalu Ibu mengalami stroke. Tidak lama
setelahnya, akan menjadi satu tahun saat saya terpaksa menitipkan Ibu di panti jompo. Kemudian, akan menjadi satu tahun pertama sejak Ibu mengehembuskan napasnya untuk terakhir kalinya.
Ketiadaan sosok Ibu meninggalkan satu kekosongan
dalam kehidupan saya. Hal ini membuat saya mengalami banyak keraguan dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya sudah mengasihi dan bersama Ibu dalam waktu yang cukup lama.
Rasanya seperti menggantungkan harapan dan
mimpi di depan pintu, menantikan kapan tiba waktunya saya bisa menjemput
Ibu saya kembali. Tidak pernah sekalipun saya menyesali waktu yang telah saya
habiskan bersamanya. Dia membutuhkan saya, dan saya memerlukan hal tersebut untuk menjalani kehidupan saya.
Tuhan telah mengetahui apa yang
saya butuhkan bahkan sebelum saya mengatakannya. Saya memohon kepada Tuhan
untuk menunjukkan cara bagaimana bisa membantu Ibu saya. Tetapi Tuhan dengan
jelas menunjukkan kepada saya kalau kalau semuanya tidak hanya tentang apa yang
saya inginkan. Saya tahu kalau
saya sangat menginginkan Ibu kembali. Saya merindukan saat-saat dimana Ibu menegur saya dan berkata untuk tidak mengatur-ngatur.
Momen-momen tersebut ada dalam
kehidupan saya ketika saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Ketika saya
berpikir dengan sangat keras dan merasa kalau ada kesedihan yang mendalam dalam diri saya, Tuhan tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Tuhan memahami seberapa besar
saya menderita. Dia juga tahu kalau rencanaNya jauh lebih baik daripada rencana
siapapun. Ibu seringkali berkata, "Kalau saya istirahat juga nanti akan
mendingan, kok." Kini, Ibu sudah mendapatkan waktu istrirahat yang sangat dia inginkan tersebut.
Tetapi disinilah saya, masih
menerka-nerka harapan dan mimpi saya. Saya mendapati kalau sangat sulit bisa
menjangkau mimpi dan harapan
itu. Dibalik semuanya, dalam kesedihan saya, saya kerap mengingatkan dan mendorong diri saya
kalau tidak apa-apa kalau harus sedih dan menangis, tetapi saya juga tidak bisa terpuruk seperti ini terus menerus.
Saya absen menulis karena
kehilangan Ibu saya. Kata-katanya masih terngiang-ngiang dalam telinga saya,
"Bertahanlah, dan lakukan apa yang harus kita lakukan!" Rasanya, saya
telah membiarkan diri saya sendiri dalam sebuah depresi yang cukup lama. Ibu telah menjalani kehidupan yang baik, dan seharusnya saya juga demikian.
Sikap saya ini seperti Ayub. Bukannya
memandang kedepan, saya merasa kalau kehidupan yang lalu jauh lebih
menyenangkan. Ada sebuah pintu yang telah terbuka dan saya harus melewatinya. Saya yakin kalau ini adalah hal yang diinginkan oleh Ibu saya.
Ibu saya merupakan orang yang
selalu membaca setiap renungan harian yang pernah saya tulis. Dia adalah sosok yang selalu berkata, "Go for it!" sebagai penyemangat agar saya segera melakukan tugas-tugas saya.
Yeremia 29:14, "Aku akan
memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan
keadaanmu dan akan mengumpulkan kamu dari antara segala bangsa dan dari segala
tempat ke mana kamu telah Kuceraiberaikan, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu."
Saya menikmati setiap waktu yang
dihabiskan ketika merawatnya, dan saya tidak akan pernah menyesal atas setiap
detik yang saya habiskan untuk itu. Kita tidak pernah tahu apa rencana yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Kita tidak tahu jalan yang mana
yang akan membawa kita ke tujuan. Saya belajar tentang banyak hal selama
menghabiskan waktu untuk merawat Ibu, dimana saya merasa kalau Tuhan
menginginkan saya untuk terus
belajar untuk bertumbuh. Saya
merasa kalau kehidupan saya banyak berubah saat tersebut. Saya telah menjadi pribadi yang berbeda sekarang.
Ibu dan saya menghabiskan delapan
bulan terakhir untuk membaca firman Tuhan. Tuhan mengetahui semua hal ini. Dia
tahu kalau saya membutuh sosok Ibu lebih dari Ibu membutuhkan saya. Kehidupan saya telah diperkaya
karena waktu yang telah dihabiskan bersamanya. Saya bersyukur atas setiap menit
yang saya habiskan bersama tersebut. Saya juga merasa kalau setiap tulisan saya
jauh lebih baik dari sebelumnya, saya yakin kalau Tuhan telah mengetahuinya
juga.
Hak Cipta © 2012 Danni Andrew, digunakan dengan
izin.