"TUHAN, pada waktu pagi aku mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu."
(Mazmur 5:3)
Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 19; Matius 19; Amos 8-9
Sampai detik ini, saya tidak akan melupakan hari itu. Hari dimana saya masih merupakan seorang Kristen baru dan duduk untuk meluangkan waktu bersama dengan Tuhan. Saya tahu betul kesalahan saya di hari tersebut.
Kemudian, saya mengaku kepada Tuhan. "Saya tahu kalau ada sesuatu yang menghalangi. Saya bangun dan bergegas untuk bekerja, sehingga hampir tidak bisa menghabiskan beberapa waktu untukMu. Saya mohon ampun, Tuhan."
Pada malam yang sama, saya mendengar seseorang dari TV yang menyarakan seputar berpuasa. Tidak tahu apa alasannya, tetapi tepat saat itu juga, saya memutuskan kalau harus ikut berpuasa. Tapi pertanyaannya, saya harus puasa apa? Berapa lama? Pertanyaan tersebut terus terngiang di telinga saya sepanjang malam.
Paginya, saya menyeduh segelas kopi, duduk untuk berdoa dan bertanya kepada Tuhan, "Tuhan, dari apa saya harus berpuasa?"
Jawaban Tuhan begitu mengejutkan.
"Dari kopimu."
"Oh tidak, Tuhan. Tolong jangan kopi. Saya nggak yakin kalau saya bisa mendengar suaraMu dengan baik."
"Kamu jauh lebih mementingkan segelas kopi di pagi hari dibandingkan untuk menghabiskan waktu bersama dengan Saya."
Tentu, saya tahu kalau Tuhan benar. Kemudian, saya mengosongkan isi kopi ke pembuangan air dan tidak meminum seteguk kopi pada hari itu membuat kepala saya sungguh berat. Namun, setiap saya merasa butuh kopi, saya memilih unyuk berdoa.
Saya mengucap syukur kepada Tuhan atas pekerjaan saya, berdoa untuk rekan kerja saya, kemajuan buku saya, atau apa pun yang terlintas dalam pikiran saya. Pokoknya apa pun yang bisa mengalihkan perhatian saya sehingga saya tidak merasakan kepala saya yang sakit.
Sekitar jam setengah lima sore, saya tidak tahan lagi. Saat sedang berada di kantor klien, di sela-sela rapat, saat memiliki sekitar 20 menit waktu luang, saya meraih telepon genggam, melangkah keluar dari ruangan rapat, dan menelepon teman baik saya. Semua yang saya sampaikan kepadanya adalah keluhan atas kepala yang berat dan puasa selama 30 hari yang baru saja saya mulai.
"Apakah Tuhan sendiri yang bertanya kepadamu untuk berpuasa selama
30 hari, atau kamu sendiri yang pengin puasa selama itu?" Tanya teman saya melalui telepon genggam.
"Hmm.. Saya tidak bertanya soal waktunya. Namun, saya kira kalau puasa itu harus 30 atau 40 hari,"
"Lalu, kenapa kamu menghabiskan waktu buat telepon saya? Bukankah
seharusnya kamu tanya kepada Tuhan dan bertanya kepadaNya soal apa yang Ia inginkan?"
Masih ada waktu sekitar 15 menit sebelum pertemuan selanjurnya, saya berjalan menuju mobil dan duduk di kursi penumpang. Saya membuka Alkitab yang saya taruh di belakang kursi supir dan mencari ayat untuk mengetahui jawabannya.
Mata saya tertuju pada Mazmur 94:3, "Berapa lama lagi orang-orang fasik, ya TUHAN, berapa lama lagi orang-orang fasik beria-ria?"
Saat mendapatkan ayat ini, saya
bertanya soal apa hubungannya dengan puasa yang sedang saya jalani. Tapi, saya melihat ke arah langit-langit mobil, dan mulai menangis, "Berapa lama, Tuhan?"
"Untuk berbuat apa?"
"Untuk menempatkan saya di atas segalanya. Lihatlah, anakKu, rasa
sakit kepalamu itu hanyalah sebuah gambar saja. Inilah yang akan kamu rasakan
secara roh kalau kamu mulai menjauhkan diri dari saya dengan kopimu di pagi hari."
Inilah waktu saya mengerti soal apa yang Tuhan kehendaki. Bukannya Tuhan mau saya menderita atau menjauhkan saya dari kopi, yang merupakan sesuatu yang saya sangat sukai. Hanya saja, Ia ingin saya menempatkan kopi sebagai hal yang bisa dilakukan setelah saya menempatkanNya di posisi pertama. Tuhan adalah yang pertama. Inilah kenapa waktu untuk berpuasanya tidak pernah jelas. Bukan masalah waktunya, tetapi soal posisinya.
Ketika kita mulai memberikan waktu pertama, di pagi hari bersama dengan
Tuhan, ini artinya kita sedang mengundang Tuhan untuk menempatkan RohNya di dalam kita.
Saat kita meminum anggurNya setiap pagi, kita akan dipenuhi dengan kekuatan, kepercayaan diri, dan kekuatan spiritual untuk menghadapi apa pun yang mungkin menghadang kita.
Hak Cipta © Juli 2017 oleh Shadia Hrichi, digunakan dengan izin.