Saat Tak Berdaya Lihat Penderitaan Orang Lain, Baiknya Lakukanlah Hal Ini
Kalangan Sendiri

Saat Tak Berdaya Lihat Penderitaan Orang Lain, Baiknya Lakukanlah Hal Ini

Lori Official Writer
      3397

Ayub 16: 4

Akupun dapat berbicara seperti kamu, sekiranya kamu pada tempatku; aku akan menggubah kata-kata indah terhadap kamu, dan menggeleng-gelengkan kepala atas kamu.


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 7; Matius 7; 2 Raja-Raja 5-6

Temanku dan istri yang berusia lebih dari 40 tahun tinggal di panti jompo selama dua tahun terakhir. Selama 20 jam setiap hari, dia akan duduk di kursi sembari mendengarkan erangan istrinya dan dia akan mulai menatap ruangan tanpa gerakan atau percakapan apapun.

Dia hanya akan tidur selama dua jam sebelum kemudian mengawasi istrinya. Terlepas dari tuntutan fisik selama merawat istrinya, bayangkan biaya emosional yang harus dia berikan.

Bahkan saat dia berduka atas kematian istrinya, dia merasa bersalah. Jauh di lubuk hatinya, cinta memotivasinya. Dia menginginkan yang terbaik untuk istrinya. Tapi dia tak terima dengan keberadaannya di panti jompo. Dia dan teman-temannya meminta kepada Tuhan supaya penderitaan istrinya segera berakhir.

Aku pun mulai mempertanyakan Tuhan, kenapa mereka harus mengalaminya? Padahal, pasangan ini adalah hamba Tuhan yang sangat setia sejak dari kecil. Mereka suka berkunjung ke panti jompo, pergi ke gereja dan memberikan uang dan waktu mereka untuk saudara-saudara seimannya.

Lalu kenapa Tuhan harus membiarkan mereka mengalami penyakit ini? Istrinya adalah bendahara gereja dan penyanyi injil yang kerap membagikan tentang pengampunan dan belas kasihan.

Akupun meminta kepada Tuhan supaya Dia menyembuhkan temanku sama seperti yang dialami oleh Eneas yang bertahun-tahun lumpuh (Kisah Para Rasul 9: 33-35), atau kepada Dorkas supaya orang lain percaya (Kisah Para Rasul 9: 36-37, 40, 42)

Tapi, terlepas dari doaku, di sana, dia duduk di samping suaminya yang setia, dimana dia pun mengalami kehancuran yang sama.

Penyakit

Demensia sering menyerang dua orang sekaligus. Dalam The Alzheimer’s Disease Caregiver’s Handbook tahun 2018, Dr. Sally Burbank dan rekan penulisnya Sue Bell, yang suaminya meninggal karena Alzheimer, memberi tahu para pembaca bahwa penyebaran penyakit ini sangat mengejutkan dengan efeknya yang kejam dan bisa mengubah hidup.

Buku yang mereka tulis memberiku pandangan tentang kondisi teman-temanku yang gak menyenangkan. Pasangan ini sudah melakukan semua hal bersama. Sekarang, mereka harus menghadapi wabah yang mengubah hidup mereka sepenuhnya.

Kesalahpahaman

Aku merasa begitu empati dengan kondisi mereka. Tapi aku tak bisa mengubah keadaan itu. Aku malah menjadi frustrasi. Aku mau mengusir penyakit yang menyerang keduanya. Tapi aku tak berdaya karena keduanya sudah berjanji menanggung segalanya dalam keadaan sakit dan sehat, sampai akhir hayat.

Cinta dan niat baik tak selalu diterjemahkan sebagai bantuan dan pengertian. Seperti kisah Ayub, contohnya. Dia tak menyadari kalau Tuhan mengijinkan si iblis untuk melakukan segala kejahatan untuk menguji dia dari orang yang ‘memberi dan mengambil’ (Ayub 1: 21). Teman-temannya merasa terdorong untuk menjelaskan kenapa dia jatuh dalam masa-masa sulit. Mereka menyalahkannya karena masalahnya. Tapi, Ayub lebih tahu.

“Akupun dapat berbicara seperti kamu, sekiranya kamu pada tempatku; aku akan menggubah kata-kata indah terhadap kamu, dan menggeleng-gelengkan kepala atas kamu. Aku akan menguatkan hatimu dengan mulut, dan tidak menahan bibirku mengatakan belas kasihan.” (Ayub 16: 4-5)

Teman-temannya sama sekali gak mengerti soal hal itu. Mereka tak bisa merasakannya.

Karena itulah, daripada harus berkomentar lebih baik saat kamu tak berdaya melihat penderitaan orang lain. Alangkah baiknya justru mendoakan dan mendukung dengan apa yang kamu bisa lakukan.


Hak cipta Tim Bishop, digunakan dengan ijin Cbn.com

Ikuti Kami