Jangan Pernah Malu, Beranilah Memberitakan Soal Tuhan Seperti Tim Sepak Bola Ini
Kalangan Sendiri

Jangan Pernah Malu, Beranilah Memberitakan Soal Tuhan Seperti Tim Sepak Bola Ini

Lori Official Writer
      3538

2 Timotius 1: 12

Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 9; Matius 9; Obaja 1

Harapan kita tidak terletak pada pemerintah atau pasar saham atau pekerjaan. Harapan kita ada di dalam Tuhan. Kami mendengarkan dengan penuh perhatian saat Brent Jones, mantan atlet terbaik tahun 49-an San Fransisco, berbagi dengan audiens-nya di Hari Doa Nasional Amerika.

Katanya, “Orang-orang sering bertanya padaku. ‘Apakah Anda pernah takut sama siapapun?’ Untuk menyeberang melintasi wilayah musuh dan tertabrak?” Brent berdiri tegak dan percaya diri dengan setelan dan dasinya. Dia mulai tertawa, “Tidak. Saya orang yang serakah untuk menangkap daripada punya kesadaran!” Para hadirin pun tertawa.

“Bahkan setelah memenangkan dua Superbowl, aku hanya sekali merasa takut. Baik kami dan New York Giants adalah tim tak terkalahkan malam pertandingan Sepak Bola di Candlestick Park, Desember 1990. Beberapa dari kami sudah menyampaikan selama dua minggu sebelumnya kalau kami akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan. Saat itu memang sangat luar biasa,” katanya.

“Malam Senin itupun tiba dan banyak orang mulai goyah. Di akhir kuartal ke-4, keraguan terus menyerang. Haruskah kami benar-benar melakukan hal ini? Bagaimana dengan pemilik, pelatih? Bagaimana pendapat liga tentang kami? Kami semua berpikir. Satu sampai dua menit tersisa. Kami meraih kemenangan 7-6. Setelah pertandingan, aku memindai para pemain lainnya. Beberapa dari kami saling menatap. Kami memberi tanda pada garis. Perlahan-lahan kami mulai berjalan maju, melewati garis tanda itu, melewati garis tanda berikutnya. Lalu, kami berhenti dan saling menatap. Satu per satu, masing-masing dari kami menjatuhkan lutut kami di tanah. Dua laki-laki raksasa berseragam NY berlari mendekat dan meraih tangan kami berlutut di samping kami.

“Sukacita mulai menyembur keluar. Dua lawan dalam olahraga profesional berlutut dan berdoa bersama setelah pertandingan sepak bola. Itu belum pernah terjadi sebelumnya. Sampai saat ini, jika pelatih melihat kami bicara, makan apapun dengan tim lain, mereka menilai hal itu sebagai kiamat. Momen itu menyebar seperti api. Tim pro, akademi, sekolah menengah lainnya semuanya mulai secara terbuka membagikan iman mereka.”

“Kami berusaha keras untuk mengakui Tuhan kepada dunia pada hari itu. Untuk menunjukkan kepada mereka yang mengawasi kami bahwa ada sesuatu yang lebih penting daripada hidup kami; bahwa hidup punya nilai lebih daripada sekadar pertandingan sepak bola. Kami mau memberikan contoh bahwa kami benar-benar satu bangsa yang dipimpin oleh Tuhan,” kata Brent menjelaskan.

Aku suka dengan apa yang dibagikan Brent. Lebih dari apapun, kita butuh dukungan satu sama lain di dalam hidup kita. Pesannya menggemakan kebenaran. Kalau kita adalah pemenang sekarang, kita bisa menjangkau orang-orang yang kalah. Kita bisa mengakui segala yang kita punya berasal dari Tuhan dan kita tak boleh lupa akan hal itu (Mazmur 103: 2).

Yang terpenting, aku suka dengan kejujuran Brent. Ada ketakutan untuk membagikan iman dengan berani, dalam memproklamirkan tanpa rasa malu sebagai pelayan Tuhan. Kita mau membagikan damai Kristus dengan segala cara yang kita bisa dan iman kita kepada Tuhan yang memberi harapan bagi hari esok kita. Harapan surgawi yang tak terbatas pada bumi yang kita pijak dan diami. Tapi kepada seseorang yang telah membebaskan jiwa kita seperti burung yang terbang di langit yang mengelilingi kita setiap hari.

Sama seperti atlet-atlet Kristen ini yang memicu respon iman secara luas, kita berdoa supaya kita bisa memicu hubungan iman yang lebih mendalam kepada orang-orang di sekitar kita.


Hak cipta Dee Aspin, digunakan dengan ijin Cbn.com

Ikuti Kami