Roma 7: 15
Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu49[/kitab]; [kitab]Titus3[/kitab]; [kitab]Yesay51-52[/kitab]
Waktu kita membaca
ayat ini sampai seterusnya, kita bakal sadar kalau ayat ini bicara semacam permainan
bola voli. Bola voli adalah permainan yang menyenangkan, baik bagi penonton atau pemainnya sendiri.
Permainan ini
terbilang menegangkan, terutama kalau para pemain bisa memainkan bola di udara dalam
waktu yang lama. Bola dioper dari satu pemain ke pemain lainnya, lalu
dilemparkan melewati net, dan taruhannya makin sengit kalau sesama tim pemain bisa
menangkis dan memperpanjang memainkan bola di udara. Semakin menegangkan permainan semakin meriah sorak sorai para penonton.
Kondisi semacam
inilah yang digambarkan Paulus di Roma 7. Kondisinya sama sekali nggak megenakkan,
dimana kita ibarat terus beradu dengan dosa yang datang dan pergi. Seperti permainan bola voli kita berharap bisa jadi pemain, tapi di satu sisi kita membenci diri kita sendiri karena merasa nggak layak, mempertanyakan iman kita sendiri.
Ada masanya
kita terus bertanya apakah kita benar-benar diselamatkan? Ada masanya kita juga
menyerah pada kondisi kita. Tapi, tahukah kamu kalau Tuhan nggak sekalipun menyerah! Dia tahu pada awalnya dan bahkan sampai sekarang kalau kita butuh Juruslamat yaitu Yesus sendiri.
Setelah masa
keputusasaan kita, ada juga masanya ketika kita kembali bersemangat dan bangkit
lagi dari keterpurukan. Kita berusaha lagi untuk bisa bersenang-senang, dan menghasilkan
lebih banyak uang. Mungkin kalau kita hanya sedikit merasakan apa yang sudah hilang,
lalu kita akan kembali dilempar melewati net. Semacam kunjungan sesaaat saja. Tapi kalau Yesus sendiri sudah mengambil alih permainan itu, kenapa kita harus kuatir?
Inilah yang
disampaikan Paulus dalam Roma 6: 21. Dia bertanya, “Dan buah apakah yang kamu
petik dari padanya?” Jadi, jawablah pertanyaan ini dengan jujur pada diri sendiri
dan kepada Tuhan. Apa sih yang menguntungkan dibanding dengan pikiran dan hati yang
damai? Bagaimana pilihan atas dosa menunjukkan rasa syukur atas kehidupan kekal di masa depan?
Kita bisa merenungkan
hal ini, bahwa Paulus berjuang seperti kita juga, dan akan banyak permainan gila
yang dimainkan dalam pikiran hati dan tindakan kita. Tapi, sejujurnya, bukankah kamu juga akan merasa bosan terus bermain semacam itu?
Bagi kamu yang
ingin merasakan damai sejahtera dan mengakhiri permainan dosa dalam hidupmu, ikutilah
untuk berdoa dengan doa ini:
Tuhan, akhir-akhir ini akau bertanya-tanya apakah aku akan lebih baik kembali ke ____________. Sepertinya hidup ini lebih ______________ saat itu, tapi aku tahu hubungan kita akan rusak. Aku meminta, pertama, pengampunan dari Mu dan kedua, kekuatan dan kesabaran saat aku ingin Engkau bekerja di dalam hati dan pikiranku. Supaya aku bisa mengatasi dorongan ini. Dan karna aku tahu Engkau adalah Engkau, tolonglah untuk ambil bagian atas masa laluku dan pakailah itu untuk kemuliaanMu saja.
Saat Tuhan hidup di dalam kita, maka dosa tidak lagi berkuasa atas hidup
kita