Tuhan Memberitahuku Lewat Suara Itu, Kesedihanku Berubah Jadi Sukacita
Kalangan Sendiri

Tuhan Memberitahuku Lewat Suara Itu, Kesedihanku Berubah Jadi Sukacita

Lori Official Writer
      4557

Mazmur 116: 15

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 1; Matius 1; 1 Raja-Raja 17-18

Beberapa tahun yang lalu, aku berjalan sendirian di sebuah resort di Hawaii. Adalah sebuah berkat yang luar biasa saat aku bisa mendengar kicauan burung saat mereka sedang terbang. Aku juga bersyukur bisa menghirup udara segar dari alam bebas.

Berjalan di pepohonan palem yang memantulkan sinar mentari dari cabang-cabangnya membuatku merasa bebas dan damai.

Setelah itu, aku mendengar suara aneh yang mengubah semua keindahan saat itu. Tiba-tiba, di pertengahan jalan, suara yang penuh kasih menghampiriku. “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil..” (Ayub 1: 21)

Aku mengabaikan suara tersebut. Karena aku tak mau diganggu. Beberapa langkah kemudian, aku mendengar kata-kata yang sama, hanya suara itu jauh lebih keras.

Lalu aku mulai memberikan perhatianku kepada suara itu. Kataku, “Apakah itu Engkau, Tuhan?” Aku tak mendengar suara itu lagi. Tapi aku merasakan penegasan di dalam hatiku yang akhirnya merebut semua kebahagiaan yang aku alami di Hawaii.

Aku kembali ke penginapan dimana keluargaku menungguku dalam kebingungan.

Saat aku membuka pintu, istriku menatapku dan mengatakan terjadi sesuatu yang salah. Saat dia menceritakan apa yang sedang terjadi, aku senang malah tetap merasa tenang. Aku tetap tenang karena Tuhan sudah lebih dulu memberitahukannya padaku. “Sayang, ibu sedang sekarat. Kakakmu menelepon dan mengatakan bahwa mereka ada di rumah sakit sekarang,” katanya.

Aku pun menghubungi kakakku yang berada di California. Dia adalah perawat di rumah sakit. Jadi aku menanggapi dengan serius apa yang dia sampaikan. Katanya, “Bobbie. Ibu dalam kondisi kritis.”

Dengan berurai air mata, aku memintanya untuk menaruh ponselnya di dada ibuku dan aku mulai bernyanyi bahwa Yesus sayang kepada semua anak-anakNya. Katanya dia mulai tersenyum, tapi tidak bisa bicara.

Aku terus bernyanyi untuk ibu dan mengatakan kepadanya bahwa aku mencintainya. Aku hanya punya waktu lima menit.

Setelah itu, kakakku mengambil ponsel dan menyampaikan bahwa ibu sudah meninggal. Air mataku terus mengalir. Tapi aku bisa mendengar sesuatu terjadi di kamar ibuku. Sulit sekali menunggu dalam keheningan yang sangat dalam, mencoba mendengar apa yang terjadi. Setelah itu, kakakku yang lainnya menghubungiku dan memberi tahuku kalau saat ibu meninggalkan kamar itu, ruangan itu dipenuhi dengan cahaya dan diselimuti perasaan yang hangat.

Aku sangat bangga kepada kakak-kakakku. Karena salah satunya adalah seorang perawat dan yang lainnya adalah psikoterapis berlisensi. Kakak perempuanku yang ketiga adalah seorang antropolog. Ketiganya benar-benar menyaksikan kematian ibu.

Ibuku adalah seorang pejuang doa yang dipenuhi Roh Kudus. Dia mengalami banyak mujizat dari setiap doa-doanya. Dia bahkan bisa menghabiskan waktu berdoa selama dua sampai tiga ham di kamar mandi. Ibu adalah alasanku untuk melayani selama 15 tahun di penjara.

Aku pun mulai berkata pada diriku sendiri bahwa air mata yang menetes di wajahku adalah air mata sukacita. Meski aku juga tetap akan merindukannya.

Aku berkata kepada Tuhan. “Terima kasih, Tuhan atas kemenanganMu lewat kematian dan pengertian bahwa hidup sering kali mendatangkan kesedihan di hati kami. Terpujilah namaMu. Amin.”


Hak cipta Bob Segress, digunakan dengan ijin Cbn.com

Ikuti Kami