Apa Jawabanmu Saat Yesus Bertanya, Maukah Kamu Sembuh?
Kalangan Sendiri

Apa Jawabanmu Saat Yesus Bertanya, Maukah Kamu Sembuh?

Puji Astuti Official Writer
      13312

Yohanes 5:6

Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?"

Bacaan Alkitab Setahun [kitab]Mazmu34[/kitab] ; [kitab]IITes1[/kitab] ; [kitab]Yesay21-22[/kitab]

"Maukah kamu sembuh?" Pertanyaan ini menghujam saya. Mengingat kembali beberapa tahun terakhir hidup saya, dipenuhi dengan kelelahan, rasa sakit, rasa pusing, dan kebingungan; semua itu hasil kecelakaan keracunan arsenik. Keluarga kami telah menghirup asap dari pembakaran kayu lapis dan berbagai sampah beracun. Saya jadi begitu sakit sehingga saya tiak bisa mengingat alamat rumah saya saat mengisi formulir di kantor rumah sakit. Selama berbulan-bulan, saya harus menelan 72 pil setiap harinya dengan literan air untuk mendetoksifikasi tubuh saya.

Saya dengan rajin melakukan penelitian dampak jangka panjang keracunan arsenik, dan salah satu artikel begitu menempel dalam pikiran saya; muncul secara terus menerus dan menghantui pikiran saya, mempengaruhi setiap keputusan saya. Sebuah komunitas kecil juga mengalami keracunan arsenik. Delapan persen dari mereka mengindap berbagai penyakit kanker dalam 10 tahun kemudian. Kebanyakan adalah penyakit mematikan. Delapan hingga sepuluh tahun? Kedengarannya waktu yang lama saat saya membaca artikel ini, tetapi sekarang saya berada di tahun ke sembilan. Bukan hanya saya, tapi juga anak-anak saya. 

Saya mulai merasakan berbagai rasa nyeri dan bermunculan kista dalam berbagai bentuk dan ukuran di tubuh saya; beberapa harus dibiopsi, sedangkan yang lainnya pecah dengan sangat menyakitkan. Semua itu hanya permulaan.. sejauh ini. Semakin dekat saya dengan tahun ke sepuluh saya, semakin saya ingin menyerah setiap kali muncul kista atau rasa nyeri, atau beberapa bagian tubuh saya yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Saya seperti menghadapi bencana yang tidak bisa dihindari. Dalam pikiran saya, malapetaka itu sudah pasti. Bukan lagi masalah "jika", tetapi tentang "kapan." Saya merasa seperti hidup dengan waktu pinjaman. 

Hingga, suatu Kamis pagi, kami mempelajari Injil Yohanes:

Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya.

Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" (Yohanes 5:2-6)

Saya kaget dengan jawaban pria itu atas pertanyaan Yesus karena saya menyadari bahwa saya juga menjawab pertanyaannya dengan cara yang sama selama sembilan tahun. Saya menghabiskan begitu banyak waktu berkutat pada mengapa saya sakit, sehingga saya terus berbaring di tilam saya, menunggu kehancuran saya. 

Saya mengalami pewahyuan pagi itu. Yesus ingin saya bertindak; mengangkat tilam saya dan terus maju ke depan. Saya sudah memutuskan jumlah hari-hari saya. Setiap hari adalah anugerah, dan saya menghabiskannya dengan sia-sia dibawah tilam saya, dekat kolam Bethesda. 

Ini adalah saatnya saya bangun mengangkat tilam dan berjalan dengan iman dengan harapan akan masa depan. Sekarang, saya melihat benjolan sebagai sekedar benjolan. Saya tidak lagi hidup untuk menunggu kematian. Saya akan menjalani hidup saya dengan "sehat."

Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. ~ Efesus 5:15-16

Hari ini, apakah kamu mau sembuh?

Hak cipta © Kathy Thomas. Digunakan dengan izin.


Ikuti Kami