Apa yang Paling Penting Dalam Hidupmu. Harta atau Tuhan?
Kalangan Sendiri

Apa yang Paling Penting Dalam Hidupmu. Harta atau Tuhan?

Lori Official Writer
      4892

Lukas 12: 22

"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai."

 

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 94; Lukas 15; Daniel 5-6

Di masa yang singkat dalam hidup kita, karena tuntutan pekerjaan suamiku, aku dan dia sering berpindah-pindah tempat tinggal dan kamu biasa sering tinggal di sebuah apartemen berperabot.

Kami tinggal tetap selama 18 bulan. Kamu belajar dengan cepat kalau terlalu banyak harta bisa jadi beban.

Apartemen ini punya semua fasilitas dasar yang kami butuhkan. Kami hanya harus bertanya pada diri sendiri apakah kami bisa menyesuaikan diri dengan gaya hidup nomaden kami.

Aku juga seorang imigran. Waktu aku pindah ke Amerika, aku harus meninggalkan hal-hal yang tidak hanya melekat padaku tapi juga terintegrasi dari siapa identitasku.

Aku berduka karena kehilangan barang-barang berhargaku, tapi kemudian aku menyadari kalau itu hanyalah barang-barang saja. Toh aku bisa melakukan banyak hal tanpa barang-barang itu.

Persiapan

Seperti mengepak, membongkar, memindahkan, dan membereskan semuanya memberikan aku kesempatan untuk meninjau kembali cara pandangku tentang harta dan prioritas. Mengingat kalau aku adalah seorang pengungsi di dunia ini (1 Petrus 2: 11) dan warga Kerajaan Surga (Filipi 3: 20), aku bertanya pada diriku sendiri bagaimana seharusnya sikapku soal kekayaan duniawi dan materialisme.

Kita hidup di dunia ini bersifat sementara. Saat kita mati, kita pindah ke tempat yang lebih baik. Kita bergerak bersama Tuhan, di kediaman-Nya di surga, selamanya. Barang-barang yang kita punya di dunia tidak bisa kita bawa bersama kita (1 Timotius 6: 7). Jadi, kenapa kita harus repot-repot?

Kita memang harus repot. Melakukan perencanaan dengan kerja keras, waktu, uang dan energi untuk memperoleh barang yang kita inginkan. Entah itu mobil yang bagus. Merenovasi rumah. Atau IPad yang baru. Semua hal ini penting buat kita. Identitas kita berada dalam lingkaran sebatas apa yang kita punya saja. Kita berpikir apa yang kita milikilah yang membuat kita penting dan berharga.

Kita berharap kekayaan kita akan membantu kita melewati masa-masa sulit, memenangkan teman dan status kita dan memberikan jaminan atas masa depan kita.

Dan semakin banyak yang kita punya, semakin banyak yang kita inginkan. Kalau kita tidak berhati-hati, pikiran dan hati kita akan berubah menjadi serakah. Akibatnya, gaya hidup kita akan berubah dan membuat kita tidak dikenali sebagai orang Kristen.

Kita bisa menjadi begitu terperangkap dalam mengisi dompet duniawi kita sehingga kita kehilangan identitas dan tujuan sejati kita di dunia.

Sebagai anak-anak Tuhan, kita punya standar hidup yang lebih tinggi dan lebih baik dari itu. Alkitab memerintahkan kita untuk tidak kuatir soal apapun juga, baik itu soal makanan, minum atau pakaian (Matius 6: 25).

Bapa Surgawi kita tahu apa yang kita butuhkan dan Dia mampu menyediakannya (Lukas 12: 22-26). Jadi, taruhlah kepercayaan dan harapan kita pada-Nya, bukan pada harta duniawi kita.

Yesus tidak menentang uang dan kekayaan. Tapi Dia mendesak kita untuk jujur memeriksa hati kita dan melihat siapa atau apa yang paling kita sukai dan hargai (Lukas 12: 34). Kalau kita mencintai hal-hal duniawi, kita akan menghabiskan hidup kita dengan sia-sia untuk mengejarnya. Cinta akan uang membuat kita menjadi orang Kristen yang tidak berbuah dan tidak pernah puas.

Tapi kalau hati kita tertuju pada Yesus, kita akan terdorong untuk mencari kerajaan-Nya. Sebagai warga kerajaan Surgawi, kita dipanggil untuk melakukan segala upaya untuk menyimpan harta di surga, harta yang tidak akan pernah sirna dan akan tetap abadi (Matius 6: 33). Kita menjadi kaya dalam kekayaan surgawi saat kita berbuat baik, saat kita murah hati dan berbagi dengan orang lain (1 Timotius 6: 18-19) dan saat kita mengasihi dengan pengorbanan, melayani orang lain dan memuridkan.

Pengalamaku sebagai imigran mengajarkan aku untuk tidak terikat kuat pada hal-hal duniawi, tidak membiarkan harta bendaku mendefinisikanku, dan tidak mencari-cari penghargaan yang signifikan dan hidup yang aman dari hal duniawi itu. Aku mau memupuk hatiku untuk mengasihi Tuhan di atas dari segalanya. Hanya dia yang layak atas kasih sayang dan pengabdianku.

Kefanaan dan kerapuhan dunia ini mengingatkan aku untuk bergantung pada Tuhan atas semua kebutuhan hidupku sesuai dengan kekayaan kemuliaan-Nya.

Aku mau bepergian dengan terang Tuhan selama aku hidup di dunia ini. Aku mau mengejar hal-hal yang penting bagi Tuhan, supaya aku menjadi kaya setibanya di surga. Apakah kamu mau bergabung denganku?

 

 

Hak cipta Mabel Ninan, digunakan dengan ijin Cbn.com.

Ikuti Kami