Efesus 2:4-5
"Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita — oleh kasih karunia kamu diselamatkan"
Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 100; Lukas 21; Yehezkiel 4-6
Lampu sirine polisi terlihat jelas dari lampu spion saya. Saya cukup deg-degan saat itu. Bersama dengan anak saya yang baru berusia tiga tahun, dia menanggapi lampu itu dengan cara yang cukup spontan.
"Seorang polisi mengejar kita, Ma!" Ucapnya dengan suara yang menyerupai jeritan.
Belum lama ia melontarkan perkataan tersebut, dengan hebohnya ia langsung berkaya, "Dan Mama mencoba buat lari dari polisinya! Kita lari dari polisi!"
Wow, perkataan yang cukup mengagetkan buat saya. Ternyata saya berubah menjadi buronan hanya dalam hitungan menit.
Saya langsung menepi dan membenamkan wajah saya di tangan. Kalau boleh saja jelaskan, ini merupakan waktu yang tepat untuk menjelaskan rangkuman dari sepanjang minggu ini yang beneran bikin frustasi dan sulit.
Bahkan, membuat anak saya masuk ke dalam mobil saja rasanya sangat susah sekali. Saya harus punya seribu akal agar dia bisa masuk. Waktu yang dihabiskan untuk ini bisa sampai hitungan jam.
Maunya saya, anak saya bisa pergi ke tempat gym anak-anka, sehingga ia bisa main dengan leluasa, lari-larian dengan bebas, juga saya bisa sedikit bernapas untuk beristirahat dari lelahnya menjadi ibu. Karena kelelahan itu, rasanya kaki saya terlalu berat untuk diangkat dari pedal mobil, dan kalian tahu apa yang terjadi setelahnya. Saya melaju sangat kilat.
Seorang polisi berjalan menuju mobil saya yang baru saja berhenti, kemudian ia mengetuk kaca mobil saya dan berkata, "Apakah ibu tahu kenapa saya minta ibu untuk menepi?"
Pikiran saya langsung pergi kemana-mana. Haruskah saya menumpahkan segala emosi saat ini? Haruskah saya menceritakan betapa beratnya minggu ini buat saya? Bukankah itu jadi alasan yang bisa dimaklumi, sehingga saya mengabaikan batasan kecepatan di jalan?
Namun, saya tidak melakukannya, dengan suara yang pelan, saya menjawab, "Iya, pak." Sudah sangat jelas kalau saya tidak punya alasan untuk melanggar peraturan yang berlaku. Dan petugas pun tahu akan hal itu. Ia mengambil STNK dan SIM, kemudian menuliskan kartu tilang buat saya. Saat itulah dimana anak saya mulai melempari pertanyaan pada saya.
"Mama, bukankah polisi itu hanya akan menangkap orang yang jahat?" Sekarang, saya merasa kalau anak saya menganggap ibunya, yaitu saya, adalah seorang kriminal.
Saat polisi sudah selesai menulis surat tilang pada saya, ia langsung memberikannya pada saya. Ia pun berpamitan untuk pergi. Sebelum itu, ia melambaikan tangan untuk anak saya, yang sejak tadi sangat jelas terlihat mengidolakan polisi, kalau dilihat dari caranya melihat pak polisi yang mendatangi saya. Pak polisi itu kemudian berkata, "Saya akan membiarkan Anda pergi, Bu. Tapi Ibu harus lebih berhati-hati saat berkendara, oke?"
Saya menanggapinya dengan suara yang terbata-bata, "terima kasih, pak." Kemudian, kembali ke mobil dengan lega.
"Apa yang terjadi, Ma? Ada apa?"
Saya tidak tahu apa yang diinginkan oleh polisi tersebut, tetapi belas kasihan yang ia berikan kepada saya, pada saat itu, sama seperti sebuah penegasan Firman Tuhan yang terdengar keras di kepala saya. Saya tahu kalau saya sangat layak ditilang. Saya sudah melanggar peraturan yang ada. Polisi yang bertugas tahu itu dengan baik, dan saya tahu apa salahnya saya.
Namun, polisi itu menunjukkan belas kasihannya kepada saya.
Saya berbalik dan melihat anak saya yang duduk di bagian belakang mobil. Anak saya sangat senang menggunakan seragam polisi dan suka sekali berlarian kesana-kemari, menangkap 'orang jahat'. Saya mulai menjelaskan apa yang terjadi. Saya jelaskan kalau saya melakukan kesalahan, dan berhak ditilang, yang merupakan hukuman buat pelanggaran ini, tetapi polisi itu tidak memberikan tilangan itu pada saya.
Dengan suara yang lembut saya berkata, "Petugas itu tidak memberikan surat tilang, dimana seharusnya Mama mendapatkannya. Sebab Mama sudah melakukan kesalahan. Petugas itu memberikan Mama kesempatan kedua."
Inilah yang Tuhan telah lakukan kepada kita semua melalui AnakNya, Yesus Kristus.
Pada malam itu pula, anak saya menceritakan kejadian ini pada ayahnya dengan mata yang berbinar-binar. "Polisi itu menangkap Mama, Pa. Mama melakukan kesalahan, tetapi polisi itu memberikannya belas kasihan dan membiarkan Mama mendapatkan kesempatan kedua!"
Saya pikir, anak saya terkejut dengan kenyataan bahwa polisi, yang selama ini diketahuinya hanya mengejar orang jahat, hari ini mengejar saya. Jadi, kesimpulan yang logis, yang mungkin diambil oleh anak saya adalah, saya merupakan salah satu dari orang jahat tersebut.
Dan tahukah kita kalau sebenarnya, anak saya ini benar. Bahkan tertulis dalam Efesus 2:3, bahwa kita adalah orang-orang yang harus dimurkai.
“Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika
kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran
kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar,
yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan
Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita — oleh kasih karunia kamu diselamatkan.”
Namun, ayat tersebut juga menjelaskan bahwa ada harapan buat kita, yang merupakan orang-orang yang dimurkai ini untuk beroleh kasih karunia dan beroleh keselamatan.
Sebagai orang Tua, kita sering melihat diri sendiri sebagai seorang yang memberikan anugerah. Dan anak-anak kita jadi melihat kita demikian. Tapi, semoga kita nggak pernah lupa bahwa kita merupakan orang yang sangat membutuhkan rahmat dan karunia, yang hanya bisa didapat dari Yesus Kristus.
Ketika anak-anak saya melihat saya, saya ingin mereka melihat saya tidah hanya sebagai seorang Ibu yang penuh kasih dan pengampunan, tetapi juga sebagai orang yang membutuhkan kasih dan pengampunan tersebut dari Yesus Kristus.
Seorang Ibu yang tahu kalau dia adalah 'orang jahat' yang membutuhkan seorang Juru Selamat.
Kita semua merupakan ‘orang bersalah’ yang membutuhkan seorang Juru Selamat.
Hak Cipta 2018 Mary Holloman. Diterbitkan 5/11/18 sebagai Mommy is a Bad Guy di Just18Summers.com. Direvisi untuk CBN.com, digunakan dengan izin.