Wahyu 5: 11
“Maka aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat sekeliling takhta,
makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka berlaksa-laksa dan beribu-ribu
laksa..”
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 85; Roma 13; Ulangan 17-18
Aku mendengar lagu berjudul ‘Ten Thousand Angels Cried’ (Tangisan
Sepuluh Ribu Malaikat, red) yang dilantunkan oleh LeAnn Rimes. Aku membayangkan
suasana surga saat Yesus Juruslamat kita disalibkan. Para malaikat itu pasti menyaksikan
bagaimana Yesus disiksa demi menyelamatkan umat manusia. Mereka pasti gak habis
pikir dengan cara mati yang tak masuk akal semacam itu. Mereka melihat orang-orang
mengejek-Nya, meludahi-Nya, memukuli-Nya dengan cambuk berulang kali, sampai sekujur tubuh-Nya luka-luka sampai tak lagi bisa dikenali.
Kenapa Yesus harus memilih meninggalkan kemegahan surga demi
mati menggantikan kita orang-orang berdosa? Kita pasti tak bisa memahaminya bukan?
Faktanya, Dia memilih untuk mengesampingkan mahkota dan keluarga kerajaan-Nya untuk mengambil rupa sebagai manusia kamu dan aku.
Di hari Kamis Putih dan Jumat Agung, orang-orang akan menghadiri
ibadah di gereja-gereja di belahan dunia. Setelah itu, gereja akan merayakan ibadah Minggu yang disebut Paskah.
Kita bersukacita karena Yesus bangkit dari kubur. Dia melakukannya
supaya suatu hari mereka yang menerima kematian, penguburan dan kebangkitanNya akan
menerima kehidupan di surga bersama-sama dengan Dia. Bagi setiap orang yang telah
mengundang Tuhan ke dalam hatinya, perayaan ini akan menjadi pengingat akan
pengorbanan-Nya yang terbesar. Kita akan bersukacita karena Yesus mengasihi kita. Disalibkan merupakan penderitaan dan penghinaan bagiNya.
Saat kita mengingat peristiwa ketika langit berubah menjadi gelap
dan tirai bait suci terbelah dua di hari itu (Markus 15: 33-37; Lukas 23: 44-46),
lagu tentang tangisan sepuluh ribu malaikat akan terlihat sangat nyata. Aku membayangkan,
bisa jadi pertunjukan besar mulai terjadi. Petir, guntur dan hujan lebat menghiasi
langit. Seolah-olah malaikat-malaikat itu menangis kencang dan air mata mereka membanjiri surga.
Kadang-kadang aku masih menangis dan bersyukur karena Yesus tidak
menghindari Salib. Aku tahu Dia sudah membeli kehidupan kekal untukku. Hal
itulah yang membantuku mengetahui bahwa air mataku adalah bahasa yang dimengerti Tuhan.
Para malaikat mungkin bertanya-tanya apakah mungkin ada cara lain
(menghindari penderitaan Yesus) itu. Tapi pilihan Yesus untuk mengorbankan
diriNya menyadarkanku bahwa meskipun Dia adalah Tuhan, Dia mau mengesampingkan keilahian-Nya
demi menjadi manusia.
Sekarang, setiap kali petir menggelegar, angin bertiup, dan kilat menyambar langit, aku memandang ke luar jendela. Saat air hujan semakin deras menerpa atap, aku teringat dengan peristiwa ketika Dia disalibkan dan para malaikat menangis.
Karena penderitaan Yesus di salib dianggap sebagai kebodohan bagi dunia,
sementara orang yang percaya menjadikannya sebagai kekuatan
Hak cipta Cathy Irvin, digunakan dengan ijin.