“Janganlah sembunyikan wajahMu kepada hambaMu, sebab aku tersesak; segeralah menjawab aku! Datanglah kepadaku, tebuslah aku. Bebaskanlah aku oleh karena musuh-musuhku.”
(Mazmur 69: 17-18)
Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 65; Markus 9; Bilangan 13-14
Para peneliti mengemukakan kalau pandangan pada bayi merupakan panca indera terakhir yang berkembang. Meski demikian, sebelum bayi bisa fokus, mereka akan melihat wajah. Studi juga mengungkapkan bahwa bayi juga mulai mengenali wajah pada usia mereka yang masih sangat muda.
Ketika mereka merasakan oerasaan positif melalui senyuman, maka mereka akan membalas senyuman tersebut. Saat ada ibu yang tersenyum dan mencoba untuk berinterajsi dengan bayinya, maka bayi akan membalas senyuman tersebut.
Begitupun bayi bisa mengenali wajah yang terlihat tidak bahagia atau negatif. Contohnya, ketika sang ibu sedang marah atau tidak tersenyum balik padanya. Maka, setelah bayi merasakan bahwa senyumnya tidak dibalas oleh sang ibu, air mukanya akan berubah dan terlihat kosong. Bayi mempelajari siapa yang ada dihadapannya, terutama kalau itu adalah ibunya.
Bayi yang tidak menerima interaksi positif pada masa-masa pertumbuhan awalnya, maka ia cenderung melambat dalam berinteraksi dengan orang lain ketika ia besar nantinya. Mereka akan menunjukkan lebih sedikit emosi dalam menanggapi ornag lain.
Di beberapa negara, anak yatim yang sering ditinggalkan sendiri ketika bayi, pertumbuhan emosi mereka cenderung kurang baik. Interaksi bertatap muka merupakan hal penting yang diperlukan oleh bayi guna mereka bertumbuh dan berkembang dengan baik.
Saat dewasa, kita memperhatikan wajah. Kita membaca bagaimana orang akan meresponi setiap reaksi atau perkataan yang kita berikan kepadanya. Kita bisa melihat apakah mereka senang, marah, kecewa, atau tidak puas. Setiap reaksi yang kita lihat, maka kita akan menyesuaikan.
Mungkin kita memang diciptakan demikian, sehingga kita sama sepeti Tuhan.
Saat bicara pada Tuhan, Daud berkata,
“Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu.” Mazmur 17:15.
Daud puas setelah melihat wajah Tuhan. Dan Daud juga merupakan satu-satunya orang yang di dalam Alkitab secara terus menerus mengatakan mengenai wajah Tuhan.
Daud juga merupakan seseorang yang berkenan di hati Tuhan. Apakah yang kita pikirkan saat mengatakan saat Daud memandang wajah Tuhan. Apakah Daud mendapatkan petunjuk atau perkataan tertentu dari Tuhan dan orang-orang sekitarnya?
Daud mengatakan, dalam Mazmur 11:7, “Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus; TUHAN, takhta-Nya di sorga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia.”
Wajar bagi orang benar untuk melihat orang yang paling mengasihinya, yaitu Tuhan. “Orang yang jujur akan melihat wajahNya.”
Seperti bayi, kita melihat wajah Tuhan untuk mengenali isyarat atau apa yang ingin disampaikanNya. Dia akan menuntun kita melalui sorot mataNya. Ketika kita membiarkan mataNya menuntun, maka hidup kita akan mencerminkan kebenaranNya. Seperti seorang bayi yang meresponi orang tua yang penuh dengan kasih, seharusnya kita senang saat meresponiNya.
Masalahnya, kadang-kadang kita terlalu sibuk untuk menatap wajah Tuhan. Kita terlalu sibuk memperhatikan apa yang orang lain katakan tentang kita. Bahkan, satu survey menunjukkan bahwa saat ini orang gereja tidak jauh berbeda dengan masyarakat kebanyakan.
Hal ini yang menjadi sebuah pertanyaan tentang apa bedanya kita dengan orang dunia ini. Sepertinya sekarang ini kita tidak cukup berjuang untuk mencari wajah Tuhan.
Saat kita tidak mencari wajah Tuhan, kita akan menjadi bayi yang terjebak dalam kasur bayi dan tidak bertumbuh bersama Tuhan. Kita tidak mencerminkan Tuhan dalam diri kita. Tentu saja kita tidak mau demikian, kita mau mencerminkan kasih Tuhan dalam kehidupan kita.
Tuhan, tolong kami untuk mengembalikan pandanganku kepada Yesus dan melihat ke arah mataNya. Seperti Daud yang menangis mengatakan, “Janganlah sembunyikan wajahMu kepada hambaMu, sebab aku tersesak; segeralah menjawab aku! Datanglah kepadaku, tebuslah aku. Bebaskanlah aku oleh karena musuh-musuhku.” (Mazmur 69: 17-18).
Hak Cipta © Kay W. Camenisch. Digunakan dengan izin.