Ketika Kejutan Berubah Jadi Kecewa, Ini Yang Tuhan Ingatkan..
Kalangan Sendiri

Ketika Kejutan Berubah Jadi Kecewa, Ini Yang Tuhan Ingatkan..

Inta Official Writer
      2496

“Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya.”

Efesus 1:7

Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 57; Markus 1; Imamat 24-25

"Selamat ulang tahun! Dan selamat atas pertunanganmu juga!"

Perkataan yang terlontar dari pramusaji malam itu seharusnya dibalas dengan penuh sukacita. Namun, justru sebaliknya, saya hanya menatap pramusaji tersebut dengan tatapan kosong. Setelah hening selama beberapa saat, dengan terbata-bata saya menjawab, "Terima kasih, hmm.. Tapi, sebenarnya.. Pasangan saya belum mengatakan apa pun.. belum."

Wajah pramusaji tersebut langsung memerah. Malu. Dengan cepat ia berulangkali mengucapkan kata maaf karena telah membatalkan kejutan ini. Sebenarnya, untuk beberapa waktu, saya jadi lebih merasa bersalah dibandingkan dengan dirinya. Pasangan saya, justru tidak mengatakan apa pun tentang hal ini, ia malah senyum-senyum di seberang meja.

Hari itu, bukannya saya tidak menyadarinya. Tepat pada ulang tahun yang ke 18 tahun, ayah saya menyerahkan mobil Cadillac kesukaannya, kartu kreditnya, juga member pada sebuah restoran ternama hanya untuk memastikan bahwa malam tersebut merupakan malam yang spesial.

Semuanya dilakukan untuk bisa melakukan satu hal, yaitu pertunangan. Dimana pasangan saya meminta saya untuk menikahinya.

Kenyataannya, momen ajakan menikah yang saya alami ini tidak seperti yang ada di film-film.

Tanpa sadar bahwa pasangan saya melewatkan isyaratnya untuk segera melamar saya, pramusaji tersebut langsung datang dan mengucapkan selamat ulang tahun sambil menyelamati pertunangan kami. Kalau saja kejadian ini ada di dalam film, saya pasti langsung teriak, "Cut!" Dan bersikeras untuk mengulang adegan tersebut.

Namun, tidaklah demikian. Kami justru kembali ke balkon, tempat dimana pasangan saya mencoba untuk memperbaiki kesalahannya dan akhirnya meminta saya untuk menikahinya. Menyodorkan sebuah cincin yang adalah harta berharga, yaitu adalah cincin pertunangan Neneknya.

Percayalah, kalau momen tersebut bukanlah seperti momen pertunangan bagai putri yang menemukan pangerannya seperti yang kita bayangkan sejak kecil dulu.

Sambil menerka-nerka keadaan dan menahan sedikit kecewa, saya berkata, "Ya."

Bahkan, saya memberi kesempatan bagi si pramusaji untuk menebus rasa bersalahnya dengan memintanya untuk melayani kue ulang tahun kami. Bagaimanapun juga, akhirnya kami memutuskan untuk menikah setelahnya.

Bertahun-tahun setelahnya, "Happily Ever After" tidaklah selalu seperti yang kita harapkan. "Mengasihi baik kaya maupun miskin, baik dalam keadaan sakit maupun sehat" adalah janji yang sulit untuk dijalani daripada kedengarannya. Namun, kami selalu punya harapan bahwa setiap kami akan selalu memiliki celah untuk mengampuni.

Bapa di surga telah memberikan kepada kita hartaNya yang paling berharga, Kristus, sebagai sebuah kesempatan pengampunan. Kalau kita berserah dan mengatakan "Ya" kepadaNya, maka bisa dipastikan kalau kita telah berada dalam sebuah hubungan dimana kasih yang tidak ada duanya di kisah mana pun akan kita alami.

Sebuah kisah cinta yang bukan hanya "Happily Ever After," melainkan sebuah cinta yang penuh kasih, yang akan setara dengan setiap pengorbanan yang telah kita berikan.

Surga juga tahu kalau Tuhan telah memberikan darahNya, keringat, dan tangisan untuk kita agar bisa memiliki sebuah hubungan yang baik bersama dengan manusia.

Gimana ceritanya kita bisa menolak penebusan yang dengan cuma-cuma bisa didapat etrsebut?

Hari-hari belakangan tidaklah mudah, terlebih saat suami saya kerap kesulitan dalam menjalankan bisnis kecilnya. Sekitar setahun yang lalu, hutang bisnis yang dimiliki oleh suami saya semakin menggunung hingga berpotensi untuk menyelesaikannya lewat jalur hukum.

Kami memutuskan untuk menjual cincin pernikahan kami untuk melunasi hutang tersebut. Namun, seorang pembelinya, yang ternyata adalah saudara seiman, dengan senang hati menawarkan kami sistem gadai. Setelah beberapa waktu, kami membutuhkan sejumlah uang untuk membetulkan rumah kami, sehingga kami harus merelakan cincin tersebut.

Pada waktu yang sama pula, anak saya bertemu dengan seorang anak muda bernama Shane. Mereka berdua menjadi teman yang sangat akrab. Saya bertemu dengan Shane sebelum mereka melakukan sebuah perjalanan menuju sebuah sekolah Alkitab bersama. Seminggu setelahnya, ia memohon izin untuk menikahi anak saya.

Sambil kami berdua mengobrol, Shane mengetahui sejarah cincin tersebut. Singkat cerita, ia minta izin untuk menebus cincin tersebut dan menjadikannya sebagai cincin pernikahan mereka.

Pada sebuah malam, Shane berlutut dan bertanya kepada anak saya untuk menjadi teman hidupnya.

Anak saya menjawab, "Ya."

Imamat 25:25, "Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga harus menjual sebagian dari miliknya, maka seorang kaumnya yang berhak menebus, yakni kaumnya yang terdekat harus datang dan menebus yang telah dijual saudaranya itu."

 

Ikuti Kami