"Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati."
Keluaran 21:15
Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 36; Kisah Para Rasul 8; Keluaran 21-22
Ayat di atas terdengar sangat radikal, bukan? Bahkan cukup mengerikan bagi sebagian orang. Namun, perintah ini berasal dari Alkitab, sebelum Yesus Kristus turun untuk mengenalkan kasih karunia bagi seluruh manusia.
Tampak tidak adil, memang. Tetapi konsekuensi yang besar dapat mencegah manusia dalam melakukan kesalahan. Ada satu insiden yang saya alami ketika melintasi perbatasan Amerika Serikat yang berhubungan dengan poin penting dalam ayat ini.
Beberapa tahun yang lalu, saya dan istri memilih bersepeda melintasi Amerika Serikat untuk menghabiskan waktu bulan madu kami. Saat itu, kami harus melewati pos pemeriksaan keamanan yang cukup rumit, sepaket dengan sepeda yang kami naiki. Pintu masuknya tidak besar. Berbentuk persilangan antara pintu yang memutar dari ujung ke ujung.
Tantangan dalam memasuki perbatasan tersebut mengingatkan saya pada suatu hal. Saya seakan dibawa kembali pada metafora Yesus dalam Matius 19:24, "Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum, dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Beberapa teolog berpendapat kalau 'mata jarum' ini merujuk pada sebuah gerbang sempit yang tidak bisa dilalui oleh seekor unta untuk memasuki sebuah kota pada zaman Alkitab dulu.
Pada kondisi tersebut, saya sedang menghadapi lubang jarum saya sendiri. Dengan susah payah, saya berusaha untuk memasukkan sepeda saya agar bisa masuk pada pintu perbatasan tersebut. Langkah saya terhenti pada tengah-tengah sepeda. Macet.
Sementara istri saya terus mendorong sepedanya sampai ke pintu putar sampai macet. Momen ini sangat sulit sampai kepikiran kalau saya tidak akan mungkin bisa lolos melewati perbatasan tersebut. Setelah bersusah payah dan berhasil lewat, saya langsung meraih kamera saya untuk mengambil gambar pemandangan yang ada dibalik dari pintu perbatasan tersebut.
Tiba-tiba, pintu dari bangunan di balik perbatasan tersebut terbuka. Datanglah seorang petugas menghampiri saya. "Kamu tidak bisa mengambil gambar disini. Ini adalah daerah terlarang." Ia langsung mengambil kamera yang ada di tangan saya dan berkata, "Kemarikan kameramu."
Dalam hitungan detik, saya langsung panik. Saya dan istri mengabadikan kenangan kami dari Oregon ke New York bersama foto-foto yang ada dalam kamera tersebut.
"Saya tidak akan mengambil foto apa pun. Saya berjanji," ungkap saya gemetaran, menarik kamera dan memeluknya erat.
"Kalau begitu hapus foto tadi dan keluarlah dari daerah sini," ungkapnya.
Sama seperti datangnya petugas itu yang tiba-tiba, tidak lama kemudian ia langsung menghilang dari balik pintu besar yang ada di seberang pintu perbatasan tadi. Saya bersyukur petugas ini mau melihat ke arah lain.
Merebut kamera saya akan menjadi sebuah hukuman yang cukup berat dari sebuah tindakan yang tidak bersalah. Pun demikian, ancaman tersebut memberikan sebuah motivasi yang kuat. Bahwa saya tidak akan mungkin berani melanggar hukum dan berisiko kehilangan potret-potret manis saya dan istri yang tidak bisa tergantikan.
Sebuah hukum yang ketat di masa lalu pasti bertujuan untuk menghormati otoritas sekaligus mencegah hal buruk yang terjadi.
Demikian pula dalam melayani. Jika semua petugas perbatasan mengizinkan semua orang untuk memotret pekerjaan keamanan mereka, bisa-bisa gambar yang terpotret akan disalahgunakan oleh orang jahat. Sebagai tindakan yang egois, sebab perbuatan demikian akan menyebabkan banyak orang tidak bersalah celaka.
Kita harus bisa bersyukur sebab Tuhan telah menempatkan aturan dan konsekuensi dalam kehidupan kita. Setiap hukum yang berlaku, bertujuan untuk melindungi kita. Semakin keras hukumannya, maka semakin besar pula kemungkinan orang lain akan mengikuti aturan kita. Bahkan, sebagian aturan tersebut bisa menyelamatkan hidup kita.
Kalau lain kali kita frustasi karena mendapati sebuah konsekuensi yang rasanya tidak adil, ingatlah kalau hukum itu ada untuk kepentingan diri kita sendiri juga orang-orang di sekitar kita. Kalau semua orang melanggarnya, kekacauan akan terjadi.
Hak Cipta © 2018 Tim Bishop, digunakan dengan izin.