Tahukah Darimana Datangnya Sukacita Itu?
Kalangan Sendiri

Tahukah Darimana Datangnya Sukacita Itu?

Inta Official Writer
      3709

Ibrani 12:2

"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah."

Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 148; Wahyu 4; Ester 1-2

Waktu tergelap buat saya justru terjadi ketika saya kayaknya punya banyak alasan untuk bersukacita. Pun, saya sudah mengalami sukacita meski berada di dalam masa yang sukar dan menyakitkan.

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, pekerjaan membuat kami harus mendarat di sebuah kota kecil yang berada di timur laut Kansas City, MO. Saya menjalani mengajar pada kelas homeschooling pada saat itu. Pada waktu-waktu tersebut, keluarga kami tidak bergelimang harta, tetapi keuangan kami cukup aman.

Kami bisa membayar tagihan tepat waktu, pernikahan kami kuat, dan kehidupan rumah tangga kami bebas dari yang namanya pertikaian.

Namun, terlepas dari semua itu, saya merasa sedang menjalani masa yang sulit. Saya merasa terkalahkan dan bingung. Saya pikir, saya sudah berhasil mengejar apa yang saya pikir akan memberikan sukacita dalam hidup saya, tetapi yang terjadi justru sukacita itu dirampas oleh diri saya sendiri.

Waktu itu, saya sedang berusaha untuk meraih gelar mengajar. Entah itu belajar untuk menjadi geologi atau kimia, saya tidak ingat yang mana. Saya selalu mengalami perubahan pikrian ketika menentukan rencana karir potensial pada setiap semesternya. Saya merasa kalau panggilan saya bukan ada di pilihan-pilihan tersebut.

Saya tahu hal yang pasti adalah bahwa jauh di dalam hati saya, bahwa lewat Roh Kudus, Tuhan mau saya mulai menulis. Sebenarnya, saya tidak punya masalah sama sekali dengan hal itu. Saya menyukai menulis, dan saya punya kapasitas untuk menjadi salah satu penulis.

Sebuah panggilan hidup dengan persyaratan yang melibatkan perlindungan diri yang cukup luas. Dikenal sebagai tidak punya transparansi. Sebuah pekerjaan yang bisa jadi, menjamin keadaan saya dari segi finansial.

Namun, Tuhan memanggil saya untuk berserah diri untuk segala sesuatunya. Rencana, apa yang saya inginkan, juga semua prospek saya, dalam nama Tuhan Yesus, pasti aman. Kita tahu kalau sukacita, salah satunya bisa didapat dari sebuah rasa aman yang diciptakan dari penghasilan yang tetap dan baik.

Jika itu benar, mungkin saya akan mencari kelimpahannya. Namun, saya justru merasa tumpul dan gelap. Bahkan semakin gelap ketika saya memilih untuk tidak taat dan menjauhkan diri dari Tuhan dan kasihNya.

Terang, dan sukacita, datang membanjiri saya ketika datang untuk berserah diri kepada Tuhan.

Saya tidak merasakannya sampai pada tahun 2012, dimana saya divonis oleh sebuah penyakit yang misterius. Penyakit ini menggerogoti energi dan apa yang saya miliki. Meski saya akhirnya jadi tahu apa penyebab saya terus mengalami penurunan berat badan, tapi selama hampir satu tahun, saya berada dalam sebuah kondisi yang tidak pasti.

Baca juga:

Memberi Dengan Sukacita, Apa Artinya Bagi Orang Kristen?

Di Balik Sukacita Natal, Rupanya Ada Kabar Buruknya. Apa Itu?
Saya khawatir dan berusaha untuk bisa mengendalikan apa yang saya bisa. Namun, tubuh saya rasanya seperti memberontak. Namun, saya tahu bahwa saya sedang berserah kepada Tuhan. Di tengah kesakitan tersebut, saya malah mendapatkan sebuah kedamaian. Juga sukacita.

Sukacita yang jauh lebih besar dan lebih kuat. Sukacita itu melimpah ketika saya duduk, setiap harinya di hadirat Allah. Mazmur 16:11 mengatakan, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa."

Dengan kata lain, sukacita datang bukan karena kehidupan yang tidak sulit, tetapi karena kita tidak memiliki hadirat Allah. Ketika kita berhenti sejenak dari kesibukan dan stres setiap hari, datang kepada Tuhan, maka kita akan membiarkan bisikan lembut-Nya menenggelamkan kekhawatiran dan ketakutan kita, Dia melahirkan sukacita di dalam kita.

SukacitaNya, bukan milik kita. Itu merupakan karunia yang diberikan oleh Tuhan, hanya kalau kita menerimanya. Sebuah karunia yang tidak sellau mengurangi kesedihan kita. Namun, lewat hadiah itu, kita bisa mengalami sukacita dan kesedihan yang berdampingan.

Itu berlaku untuk Yesus, ketika Ia menangis di Taman pad amalam sebelum kematianNya. Saya membayangkan itu juga berlaku untuk Allah Bapa, ketika Dia mengirim Anak-Nya yang berharga ke dunia kita yang ternoda oleh dosa.

Sukacita bukanlah sebuah emosi. Sukacita tidak datang dan pergi berdasarkan keadaan eksternal yang tidak bisa terhitung jumlahnya. Sukacita adalah kesadaran dan penghargaan yang mendalam atas kasih karunia Allah, yang selalu bekerja, bahkan di saat-saat tergelap kita.

Sebelumnya diterbitkan di Arise Daily, hak cipta © 2/24/2019 Jennifer Slattery, digunakan dengan izin.

Baca juga:

Dalam Kesukaran, Tuhan Janjikan Sukacita Asal Tetap Bersyukur!
Kunci yang Benar Agar Kita Memiliki Sukacita Dan Damai Sejahtera

Ikuti Kami