Mencintailah Seperti Tuhan Mencintai, Bukan Karena Ada Syaratnya
Kalangan Sendiri

Mencintailah Seperti Tuhan Mencintai, Bukan Karena Ada Syaratnya

Lori Official Writer
      5375

Filipi 2: 3

….dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri…


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 105; Yakobus 2; Yehezkiel 15-16

Saat kamu mudah mencintai seseorang, apakah itu benar-benar cinta? Kalau cinta sejati bisa bertahan dari semua cobaan, berapa lama aku harus menjalin hubungan dengan seseorang sebelum aku benar-benar mencintainya? Apa yang harus aku hadapi atau kondisi apa yang harus membuatku menempatkan diri untuk bisa menjadi penerima?

Saat cucu-cucuku berlari ke pintu untuk menyambutku, mereka berteriak, “Nenek! Nenek! Nenek!” Aku merasa dicintai. Tapi orangtua tahu kalau anak kecil itu bisa menjadi egois. Mereka sering berharap mendapatkan sesuatu darimu. Cinta mereka sering kali bersyarat.

Sementara, aku mendemonstrasikan cinta ketika aku mengganti popok, menarik mereka dalam kereta raksasa mereka ke taman yang bersuhu 90 derajat. Atau membawa membela mereka saat ada anak lain yang mencuri mainan mereka. Tentu saja sebagian dari hal itu menyenangkan untuk dilakukan. Tapi aku kadang berada dalam posisi malas atau kurang sabar. Aku tak punya alasan untuk mengakui kalau aku merawat mereka dengan sepenuh hati. Tapi aku harus memilih untuk tetap mengasihi.

Cinta sejati selalu melibatkan pengorbanan. Tantangan hubungan yang paling berkesan datang dalam sebuah paket yang tak terduga. Biasanya, saat kamu menerima paket dalam surat, hatimu pasti akan melompat kegirangan dan timbul rasa ingin tahu yang besar. Kamu tentu saja tidak sedang merasa sedang meneguk racun atau diserang oleh sebuah bom.

Untuk menunjukkan cinta dalam hubungan itu, aku harus mengesampingkan pendapatku dan menghormati otoritas seseorang. Aku harus dengan sengaja memilih untuk menempatkan kebutuhan mereka di atas kebutuhanku sendiri, daripada harus mematahkan komentar mereka yang meremehkan. Tapi saat aku menangis di hadapan Tuhan di Tempat Rahasia, Dia menunjukkan kepadaku bagaimana setiap musim harus berjalan sepenuhnya.

Dalam belas kasihanNya yang besar, Dia memberi setiap orang banyak kesempatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan kembali kepada-Nya. Tak lama kemudian, semakin aku memahami gambara yang lebih besar, semakin aku merasa terhormat menjadi bejana pilihan-Nya dalam hubungan itu.

“Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk.” Roma 11: 25

Aku adalah bagian dari bangsa Israel yang tegar itu. Cinta itu bukan soal apa yang aku inginkan atau butuhkan. Tapi hal itu soal Gambaran Besar, rekonsiliasi dengan Bapa. Itulah kenapa Yesus memberikan yang terbaik untuk Allah. Tapi menjadi sasaran dari kebencian. Dia tahu kalau di luar bukit penederitaan duniawi adalah kekekalan dari Pesta Surgawi dengan orang-orang yang diperdamaikan.

Mari merenungkan hal ini: Tuhan itu adalah kasih yang murni. Dialah yang mulai mengasihi kita. Segala sesuatu yang Dia ciptakan, Diciptakannya karena cinta. Setiap tindakan cinta kasih manusiawi adalah gambaran ekspresi dariNya. Karena itu, sebagai pemberi cinta, kita juga menjadi sasaran si musuh, yang sangat membenci perdamaian.

Tak diragukan kamu sudah mengalami beberapa bom yang mengesankan. Kalau kamu memilih cinta yang berdarah, maka aka nada bekas luka yang tertinggal sebagai bukti cinta itu. Supaya tetap rendah hati dan teguh dalam menghormati orang yang berhati keras itu bukanlah hal yang mudah. Tapi dengan mengetahui tujuan kekalku sangat membantuku untuk menjaga hubungan baik dengan Allah dalam pikiranku.

Yesus pernah bilang, “….tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yohanes 16: 33)

 

Hak cipta J. A Marx, diterjemahkan dari Cbn.com

Ikuti Kami