‘Sudah Selesai’, Pesan Sukacita Dibalik Kematian Yesus
Kalangan Sendiri

‘Sudah Selesai’, Pesan Sukacita Dibalik Kematian Yesus

Lori Official Writer
      6730

 Yohanes 19: 30

Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.


Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 86; Roma 14; Ulangan 19-20

“Enyahkanlah Dia!” Ini adalah kata-kata keras yang disampaikan oleh para imam kepala kepada Pontius Pilatus di hari itu…hari dimana kita mengenalnya dengan sebutan Jumat Agung.

“Tetapi mereka berteriak bersama-sama: "Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami!” (Lukas 23: 18)

Hari itu tampak seperti penindasan yang merujuk pada hari tergelap manusia, meskipun berujung pada kebaikan. Bahkan peringatan yang paling menyedihkan ini mengingatkan kita bahwa saat menghadapi dosa, kebaikan kita tak lagi berguna! Hanya ada satu pribadi yang baik, dan nama-Nya adalah Yesus Kristus.

Setiap kali perayaan Jumat Agung, dunia Kristen selalu mengarahkan pandangan ke salib di Bukit Kalvari. Kita mencoba untuk memahami harga tak terhingga yang dibayar Yesus untuk menebus kita kembali dari hukuman mati sejak kejatuhan Adam dalam dosa.

Ini adalah satu hari yang dipenuhi dengan keheningan yang kudus di seluruh dunia. Tak ada misa di Gereja atau Katedral manapun. Organ dan instrumen yang biasanya terdengar dalam pujian dan penyembahan.  Tak ada lilin, ornamen agama yang diletakkan di altar dan salib yang dibungkus kain hitam.

Walaupun hari ini kita menekankannya sebagai hari kematian Yesus, tapi hal itu bukanlah liturgi pemakaman yang benar-benar kita tahu. Sebaliknya, kita menyambut Jumat Agung dengan hati yang bersyukur, karena kita tahu kematian bukanlah akhir dari sebuah cerita.

Mari kembali melihat kisah kematian Yesus 2000 tahun yang lalu itu. Adegan itu sangat mengerikan. Pada pukul 3 sore, Yesus mencoba menghirup nafas segar terakhirnya…RohNya meneriakkan kata-kata terakhir: Sudah selesai!”

Langit meresponi peristiwa itu, awan seketika berubah gelap dan membuat bumi bergoncang. Peristiwa sakral dari penyiksaan seseorang, yang tergantung di antara langit dan bumi itu berubah menjadi kesunyian. Momen yang begitu kudus.

Dari dalam Bait Suci, sebuah suara keras terdengar. Semua mata menyaksikan tirai suci terbelah dari atas ke bawah. Saat itu hadirat ilahi seketika menghampiri manusia.

Haleluyah! Setiap jiwa manusia dipenuhi karunia akan hak istimewa yang berbeda-beda sebagai akses untuk masuk ke tempat yang Maha Kudus, dimana hadirat Tuhan bersemayam.

Para malaikat surga bahkan menyanyikan pujian yang memekikkan telinga. Karena para pembawa kabar sukacita berteriak-teriak di setiap lorong kemuliaan-Nya. Mereka melayang-layang di atas tahta kudus Bapa.

“Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1: 29)

Sementara hati kita pilu karena Yesus telah mati di hari itu. Kita bahkan jauh dari gaung sukacita dan sorak sorai yang murni sebagai bentuk syukur atas keagungan Allah bagi seluruh umat manusia.

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3: 16)

Jumat Agung adalah hari dimana kita seharusnya dipenuhi hati yang bersyukur. Hari itu harusnya adalah perayaan dari sebuah pesta yang selalu kita sukai.

                                                                                                     

Hak cipta @Missey Butler, diterjemahkan dari Cbn.com

Ikuti Kami