Arti Genggaman Erat Penuh Kasih Dari Seorang Ibu, Sudahkah Kamu Mengerti?
Kalangan Sendiri

Arti Genggaman Erat Penuh Kasih Dari Seorang Ibu, Sudahkah Kamu Mengerti?

Puji Astuti Official Writer
      6619

1 Raja-raja 3:26

Maka kata perempuan yang empunya anak yang hidup itu kepada raja, sebab timbullah belas kasihannya terhadap anaknya itu, katanya: "Ya tuanku! Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia." Tetapi yang lain itu berkata: "Supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah!"

Bacaan Alkitab Setahun [kitab]Mazmu138[/kitab] ; [kitab]IIKor11[/kitab] ; [kitab]IISam3-4[/kitab]

Semua ibu yang baik pasti akan sangat menyayangi anak-anaknya. Namun bagaimanapun sayangnya harus belajar pelan-pelan melepaskan mereka. Hanya ketika kita mengerti bahwa melepaskan adalah pilihan terbaik agar seorang anak bisa bertumbuh menjadi lebih dewasa, maka  kita bisa melepaskan genggaman erat itu... seperti kisah seorang ibu di 1 Raja-raja 3:16-27.  Singkat cerita, dua wanita membawa seorang bayi ke Salomo. Kedua wanita itu mengklaim bahwa bayi itu adalah anaknya. "Potong bayi menjadi dua dan berikan setengah dari bayinya kepada setiap wanita," kata Salomo. "TIDAK!" Teriak ibu yang sebenarnya, "Beri dia bayinya, jangan bunuh dia." Lalu Salomo tahu siapa ibu dari anak itu yang sebenarnya karena cara dia mencintai bayinya. Dia memberikan bayi itu pada ibu aslinya.

Anak saya baru berusia enam bulan saat saya pertama kali mengajarinya untuk "berenang." Ini adalah semacam tren pada saat itu untuk melatih bayi menahan nafas, membalikkan punggung dan mengambang di kolam. Secara teoritis ini akan menyelamatkan mereka jika mereka  jatuh ke kolam saat tidak diawasi.

Kedengarannya sangat bodoh sekarang, tapi aku adalah seorang ibu muda dan karena ada kolam kemanapun kami pergi di Phoenix, aku melompat masuk (benar-benar menceburkan diri) dengan kedua kaki. Memeluk hal yang paling saya sayangi  di dunia ini , saya menjadi lumpuh saat instruktur mengatakan bahwa tiba giliran saya untuk melepaskan anak saya ke dalam air. Dia berbicara kepada saya seperti anak kecil yang belajar mengendarai sepeda. "Kamu bisa melakukan ini ... ayo lepaskan... dia akan baik-baik saja!"

Dengan jantung berdebar-debar di telinga saya, akhirnya saya mengeluarkan jari-jariku dari tubuh kecilnya yang gemuk, meniup wajahnya (sehingga dia akan menarik napas) dan melepaskannya dengan lembut ke instrukturnya. Dia segera menariknya kembali dan dia muncul dari air dengan senyuman lebar kembali pada saya. Segera, berbalik / berputar/ mengambang dikuasainya dengan rasa bangga yang besar.

Pada usia empat tahun, saya dengan hati-hati mengajarinya untuk menunggang kuda. Ketika dia terlempar di lapangan, ayah saya  menahanku untuk lari menyelamatkannya, malah bersikeras agar saya membantunya kembali naik ke pelana untuk menyelesaikan putaran lagi. "Ini adalah pelajaran hidup yang hebat," kata ayah padaku. "Dia akan belajar dengan berani dan tidak takut gagal jika dia kembali ke sana." Saya ingin merangkul anak laki-laki saya dan melarikan diri, tapi saya mengangkatnya ke atas pelana itu dan mengatakan kepadanya untuk menjadi berani. Dia tumbuh dengan hati-hati tapi berani ... tidak sembrono atau penakut.

Di SMA, anak laki-laki saya pergi bekerja di sebuah kamp pemuda pada suatu musim panas. Mereka kekurangan staf sehingga dia harus bekerja berjam-jam dengan hanya satu hari libur setiap minggu. Dia tidak mengenal siapa pun, merasa terisolasi dan kelelahan dan ingin pulang lebih awal. Ini membuatku terdiam mendengar dia seperti sangat sedih dan putus asa di telepon, tapi suamiku meyakinkanku bahwa yang terbaik adalah membuatnya tetap tinggal. Ketika dia kembali ke rumah, dia mengucapkan terima kasih kepada kami dan mengatakan bahwa itu adalah pengalaman yang indah dan mengubah hidup.

Daud juga mengajari anaknya, Salomo, pelajaran ini juga.

"Lalu berkatalah Daud kepada Salomo, anaknya: "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, dan lakukanlah itu; janganlah takut dan janganlah tawar hati, sebab TUHAN Allah, Allahku, menyertai engkau. Ia tidak akan membiarkan dan meninggalkan engkau sampai segala pekerjaan untuk ibadah di rumah Allah selesai." 1 Tawarikh 28: 20

Khusus untuk para ibu, perjalanan mengasuh anak adalah pelajaran berkelanjutan untuk melepaskannya. Kita secara alamiah ingin melindungi dan menghindarkan anak-anak kita dari rasa sakit, bahaya atau ketidaknyamanan. Ketika mereka tumbuh, naluri ini tidak mereda, tapi saat melihat anak-anak kita mendapatkan kekuatan, kebijaksanaan dan keberanian, semakin jelas bahwa kita harus terus melepaskannya. Ini sedikit lebih mudah saat kita tahu bahwa ada kepastian bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka sendirian. Mungkin Tuhan menyenggol kamu untuk menyerahkan sedikit cengkeraman pada anak-anakmu, atau orang yang kamu kasihi. Dia mungkin berkata, "Lepaskan ... Kamu bisa melakukan ini ... dengan Saya, dia akan baik-baik saja."

Dan bagi mereka yang cukup beruntung  masih memiliki seorang ibu, mungkin kamu perlu menghargai dan mengerti kasih dibalik tindakannya saat dia memegangmu terlalu erat. Terutama pada Hari Ibu, cobalah ungkapkan sayang dan terima kasihmu sebagaimana seharusnya seorang anak kepada orangtuanya.

"Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia." Amsal 31:28

Ikuti Kami