Amsal 16: 20
Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah orang yang percaya kepada TUHAN.
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu137[/kitab]; [kitab]IIKor10[/kitab]; [kitab]IISam1-2[/kitab]
Aku dan
suamiku saling bertatapan melihat respon ibuku yang sudah berusia 93 tahun tak
lagi mengingat siapapun. Padahal kami harus menghabiskan 6 jam panjang untuk menjenguknya ke Atlanta. Aku mulai putus asa.
Tapi tiba-tiba
aku mulai mengingat sebuah pengalaman bersama seorang ibu yang aku jumpai di
gereja. Saat itu aku bertanya, “Buk, apakah kamu bahagia?” Seolah bingung
dengan pertanyaan itu, aku pun mulai mengganti pertanyaanku. “Apakah ibu merasa puas?”
Sebagai seorang
ibu penyandang Alzheimer, aku berpikir apakah dia masih ingat pertanyaannya?
Setelah menunggu beberapa menit. Dia lalu memecah kesunyian dengan berkata, “Ya.
Aku merasa puas.” Meskipun tanpa ekspresi, kata-katanya terdengar benar. Kita bisa katakan kalau dia mengerti dengan pertanyaan itu.
Tuhan
menjawab doaku. Dia mengijinkan aku berhubungan dengan ibuku. Dia juga berbicara
kepadaku melalui ibu. Lalu apa yang dibutuhkan untuk bahagia? Kita menghabiskan
banyak waktu dan energi untuk mengejar kebahagiaan. Kita bertindak seolah-olah kita
berhutang. Bahkan orang dewasa membuat keputusan besar untuk mencapai kebahagiaan itu.
Kita terlalu
sering mencari kebahagiaan dengan cara pandang masyarakat secara umum. Kita mencarinya
dari barang, kesuksesan, prestis, atau hiburan, makanan, minuman dan
obat-obatan terlarang. Kita pikir kita akan bahagia kalau kita mendapatkan semua yang kita inginkan.
Lalu apa yang
sebenarnya Tuhan sampaikan soal kebahagiaan? Dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, kebahagiaan diartikan dengan ‘merasa diberkati’. Dengan kata
lain, kebahagiaan sejati berasal dari tangan Tuhan sendiri (baca ayat Alkitab selengkapnya Ayub 5: 17; Amsal 14: 21; Amsal 29: 18; Yakobus 5: 11; 1 Petrus 4: 14)
Kebahagiaan
dan kepuasan erat kaitannya. Kita mungkin mencari kebahagiaan melalui
keuntungan pribadi yang bersifat sementara. Tapi firman Tuhan berkata, “Memang
ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” (1 Timotius 6: 6).
Aku nggak tahu apakah ibuku diberkati atas kunjungan kami. Karena dia memang sangat memberkatiku. Aku senang kalau ibu yang saleh mempengaruhi hubunganku dengan Tuhan. Dan satu hal yang aku pelajari dari ibuku adalah bahwa sumber kebahagiaan itu adalah ‘percaya kepada Tuhan’.
Kebahagiaan sementara yang ditawarkan dunia tidak ada
apa-apanya dibanding dengan kebahagiaan kekal yang diberikan Tuhan