1 Korintus
4: 7-8
Sebab
siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai,
yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau
memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya? Kamu telah kenyang, kamu telah menjadi kaya,
tanpa kami kamu telah menjadi raja. Ah, alangkah baiknya kalau benar demikian,
bahwa kamu telah menjadi raja, sehingga kami pun turut menjadi raja dengan kamu
Bacaan
Alkitab setahun: Mazmur 117; 1 Korintus 5; Rut 1-2
Alih-alih terlalu
fokus pada apa yang tidak kita miliki dan pada sesuatu yang tidak terjadi, kita
bisa bersyukur atas apa yang kita miliki. Ini bukanlah sebuah tindakan alami
manusia, bahkan bagi Rasul Paulus sekali pun yang pernah berkata “Saya telah
belajar untuk merasa puas.” Menjadi puas adalah proses pembelajaran.
Alkitab
mengatakan dalam 1 Korintus 4:7-8 “Sebab
siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai,
yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau
memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya? Kamu telah kenyang, kamu telah menjadi kaya,
tanpa kami kamu telah menjadi raja. Ah, alangkah baiknya kalau benar demikian,
bahwa kamu telah menjadi raja, sehingga kami pun turut menjadi raja dengan
kamu.”
Iri hati muncul
karena adanya mitos bahwa kamu perlu lebih banyak hal untuk bahagia. Iri selalu
memandang orang lain dan bertanya “Mengapa dia mendapatkan apa yang tidak saya
miliki? Saya juga pantas mendapatkan apa yang mereka miliki.”
Tetapi rasa
syukur mengatakan hal yang sebaliknya, “Mengapa Tuhan memberikan ini kepadaku?
Saya diberkati karena saya tidak layak medapatkan apa yang saya miliki.” Hal
ini membalik perspekif kita.
Meskipun
semua orang berjuang dengan rasa iri, namun sulit untuk mengakuinya karena itu
adalah hal yang jelek. Ketika kita mulai merasa iri, kita merasa ingin mereka
gagal karena itu akan membuat kita merasa lebih baik sebab mereka tidak
memiliki sesuatu yang lebih dari kita. Benar-benar gila.
Jika kita
bisa belajar bersyukur atas apa yang kita miliki, hal ini tidak akan terjadi
dan kita bisa mengatasi rasa iri.
Penting
untuk memahami bahwa kecemburuan itu tidak memiliki tujuan tertentu harapan
atau target. Iri tidak berharap bahwa sesuatu dapat terjadi dalam kehidupan
kita. Iri juga tidak membuat kita melontarkan pertanyaan pada diri kita, apakah kita harus
memiliki sesuatu?
Sebaliknya,
iri hati adalah membenci seseorang yang telah memiliki apa yang tidak kamu
miliki. Atau mencapai apa yang belum bisa kamu dapatkan. Iri juga membuatmu
tidak bisa bahagia sampai akhirnya kamu mendapatkan tujuan tertentumu. Iri
tidak bersyukur atas apa yang sudah kamu miliki.
Tetapi
Alkitab memberi tahu kita bahwa kita telah memiliki banyak hal, lebih dari yang
kita butuhkan dan jauh lebih layak daripada yang kita dapatkan.
Setiap hal
baik dalam hidup kita adalah hadiah dari Tuhan, dan terserah Dia untuk
memutuskan kapan dan bagaimana Dia memberkati kita. Terserah kita juga untuk
memilih untuk bersyukur dan memaksimalkan apa yang telah kita terima.
Seperti
yang dikatakan Pengkhotbah 6: 9 (versi
Bahasa Indonesia Sehari-hari) “Semua itu sia-sia
seperti usaha mengejar angin. Lebih baik kita puas dengan apa yang ada pada kita
daripada selalu menginginkan lebih banyak lagi.”