Hilang di Dermaga
Kalangan Sendiri

Hilang di Dermaga

Claudia Jessica Official Writer
      3160

Kejadian 33:4

"Tetapi Esau berlari mendapatkan dia, didekapnya dia, dipeluk lehernya dan diciumnya dia, lalu bertangis-tangisanlah mereka."

Bacaan alkitab setahun: Mazmur 20; Matius 20; Kejadian 39-40

Kami mengalami miskomunikasi saat berbelanja.

"Kamu bilang akan menemuiku di mobil, tepat saat kamu mengambil gula bubuk." kata David.

"Tapi maksudku ketika di kasir. Lagi pula, jika kamu membawa ponsel, aku bisa menemukanmu lebih cepat" balasku.

Kami hanya diam selama perjalanan pulang, dan tak terpikir untuk menyelesaikan perselisihan kami.

"Aku memegang ponselku, mungkin saja kamu tidak bisa menemukanku di halaman belakang." Suamiku mendengus setelah menurunkan barang belanjaan.

Aku melemparkan beberapa barang – tapi bukan telur-telur – dan memikirkan tentang kesalahan komunikasi lainnya, beberapa tahun lalu dan di negara bagian lain.

Bulan keenam mengandung bayi kami yang keempat, aku merencanakan sebuah tamasya ke Venice Beach Boardwalk. Kami baru saja pindah ke California, karena Angkatan Laut AS.

"Kupikir kamu tau kemana kita pergi," David bergumam saat kami parkir.

"Ya, kamu berjanji kamu akan membawa peta. Lihat ada jembatan di dermaga dan bianglala."

"Kita tidak akan sampai di sana dan kembali sebelum gelap." Kata David. "Aku akan memindahkan mobil lebih dekat."

Apa yang kupikirkan adalah Venice Beach Boardwalk sebenarnya adalah Dermaga Santa Monica.

Anak-anak dan aku berjalan di sepanjang tepi air sementara David sedang memindahkan mobil. Kami berhasil sampai ke dermaga, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan David. Tidak ada ponsel saat itu, aku juga tidak punya apa-apa selain tiga anak yang lapar, haus dan lelah.

Kami mencari di dermaga, berjalan di pantai, berbicara dengan penjaga pantai, berbicara dengan Departemen Kepolisian Santa Monica, beristirahat, haus, menangis - beberapa lebih dari yang lain - dan mulai lagi.

Kekhawatiranku semakin menjadi ketika senja semakin dekat. Lalu Jenifer berteriak "Itu ayah!"

Jeremy menangkupkan tangan di mulutnya dan berteriak memanggil ayahnya, sementara kami semua melambaikan tangan padanya.

Ketika David melihat kami, aku bisa melihat kelegaan membanjiri wajahnya, bahkan dari kejauhan. Dia berjalan ke arah kami.

"Maaf, aku membuat kita tersesat," kataku ketika aku melingkarkan tanganku di leher David.

"Maaf, aku lupa petanya,” kata David, sesaat sebelum menciumku.

Pikiranku kembali pada keadaan saat ini ketika saya menempatkan gula bubuk ke tempatnya. Argumen kami konyol dan bodoh, dan kata-kata tajam yang tak pantas telah kukatakan pada suamiku justru mengingatkanku pada Amsal 15:1

"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah."

Kupikir aku akan meminta maaf pada David. Kemudian aku akan kembali dan meminta cium.

Allah Yakub yang terkasih, terima kasih atas pengampunanmu. Semoga kita tidak pernah lupa akan kebaikannya.

Hak Cipta © 2019 Julie Lavender, digunakan dengan izin.

Ikuti Kami