Roma 13: 13-14
Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!
Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.
Bacaan Alkitab Setahun Mazmur 108; Lukas 20; Hakim-Hakim 3-4
Dalam salah satu bukunya, Dr. Lloyd John Ogilvie, pensiunan pendeta untuk Senat A.S., menceritakan kembali legenda Yunani kuno tentang perlombaan lari besar antara dua atlet muda yang bersaing. Seperti di semua kontes olahraga, ada pemenang dan yang kalah— dan yang kalah tersebut sangat terpukul. Dia telah berlatih lama dan berusaha keras, percaya bahwa dirinya lebih baik dari pesaingnya. Pikirannya dihantui oleh wajah lawannya dan para penggemar si pemenang yang memujanya.
Tergerak oleh kemenangan tersebut, kota itu mendirikan patung untuk menghormati pemenang lomba lari itu. Atlit yang kalah semakin besar kecemburuannya, baik secara fisik maupun emosional; dia tidak bisa memikirkan apa pun selain kekalahannya dan prestise yang baru didapatkan oleh lawannya. Pada akhirnya, ia membuat keputusan untuk menghancurkan patung yang terus menjadi pengingat setiap hari akan kejayaannya yang hilang; sebuah rencana mulai terbentuk dalam benaknya.
Setiap malam, ketika alun-alun kota kosong, pemuda itu pergi ke patung itu dan memahat bagian bawah patung itu, berharap untuk melemahkan fondasi patung itu sehingga bisa membuat patung itu akhirnya jatuh. Suatu malam, sambil terus menghancurkan bagian bawah patung itu dengan rasa iri yang sangat besar, ia salah menilai upayanya. Patung berat itu terhuyung-huyung di pangkalnya yang sudah rapuh, lalu jatuh ke tanah. Atlet yang merasa tidak puas itu tewas di bawah bawah replika batu marmer musuh bebuyutannya, secara harfiah dihancurkan oleh kecemburuannya sendiri.
Jelas, moral dari cerita ini terletak pada kenyataan bahwa orang ini telah sekarat sejak lama sebelum patung itu menimpanya. Sedikit demi sedikit, pukulan demi pukulan pahat itu, ia telah menjadi korban ketidakpuasannya sendiri.
Berapa banyak orang Kristen yang kamu kenal yang diliputi oleh kepahitan? Itu menghancurkan kehidupan orang percaya, menghancurkan roh dan merusak hati.
Ibrani 12:15 memperingatkan, "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang." Alkitab itu jelas — seorang Kristen harus mengatasi perasaan pahitnya agar ia tidak dikuasai oleh hal itu, karena saat hatinya dikotori oleh kepahitan berarti hidupnya dihancurkan.
Selain itu, kepahitan yang diakibatkan oleh kecemburuan adalah kebalikan total dari menjadi serupa dengan Kristus — seperti ketika kamu mengenakan pakaian, maka pakaian rohanimu haruslah "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri," seperti dijelaskan dalam Galatia 5: 21-23.
Karena kamu tidak bisa mengenakan dua pakaian rohani sekaligus — kepahitan . . atau Yesus?
Apakah saat ini kamu sedang berjuang mengalahkan kepahitan terhadap seseorang? Apakah rohmu terkikis oleh pahatan kecemburuan yang lambat laun menghancurkanmu? Mari putuskan hari ini untuk mengampuni. Mintalah kasih Tuhan mengalir dalam hatimu sehingga kamu bisa mengampuni orang tersebut.
Selain itu juga berdoalah agar Tuhan mengungkapkan kepadamu segala kejahatan yang tersembunyi di hatimu terhadap orang lain; minta Dia untuk menggantinya dengan roh yang lemah lembut dan kebaikan, sehingga bisa mengasihi mereka dengan kasih Tuhan.
Anda butuh didoakan langsung? Klik link dibawah ini untuk terhubung dengan Tim doa kami http://bit.ly/InginDidoakan
Anda butuh konseling? Klik link dibawah ini untuk konseling.