Matius 5: 44
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka
yang menganiaya kamu.
Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 13; Matius 13; Kejadian 25-26
Aku tahu itu salah. Tapi aku merasa marah dengan ibu salah
satu teman anakku. Guru anakku menelepon untuk memberi tahu tentang beberapa hal yang dilakukan ibu teman anakku kepada putriku.
Aku mencoba untuk menyelesaikan masalah itu dengan campur
tanganku sendiri. Di satu sisi, aku membiarkan benih kepahitan meresap ke dalam
hatiku. Aku memutuskan menganggapnya sebagai musuh. Aku memilih untuk mengabaikannya, dimana benih kepahitan itu sudah aku tanam.
Aku merasionalisasikan akan jauh lebih buruk untuk mengatakan
sesuatu secara langsung kepadanya atau menggosipinya. Mengabaikannya akan mengirim pesan kalau aku gak menyediakan waktu untuk orang yang melukai anak-anakku.
Sampai Tuhan berbicara kepadaku. Pada awalnya, Dia
menyenggolku dengan halus. Misalnya, dimanapun aku mengedarai mobil, aku
melihatnya di mobil. Setiap kali aku pergi ke toko grosir, dia ada di sana. Bahkan
waktu aku mencoba menghindarinya dengan menyusuri lorong yang berbeda dengan kereta belanjaanku, aku bertemu juga dengannya.
Waktu aku tidak menyadari teguran Tuhan dengan cara itu, Tuhan
sendiri berbicara langsung ke dalam hatiku. Tepat setelah tiba-tiba
menghindarinya di acara sekolah, aku mendengar Tuhan berbicara dengan jelas. Dia mengingatkanku tenang kata-kata-Nya dalam Matius.
Yesus memberi tahu kita dalam Matius 5: 44 untuk mengasihi musuh-musuhmu,
memberkati orang-orang yang mengutukmu, berbuat baik kepada orang-orang yang
membencimu dan berdoa untuk mereka yang dengki terhadapmu dan menganiayamu. Itu
sangat menyakitkan. Yang lucunya bahkan saat Roh Kudus mengingatkan aku akan kata-kata Yesus, aku mencoba bernegosiasi dengan-Nya.
“Tapi, Roh Kudus, lihatlah berapa banyak orang yang aku kasihi! Tidak bisalah aku memiliki satu orang yang tidak aku sukai?”
Jawabannya sangat jelas, “Kasihilah musuhmu.”
Kita semua punya orang-orang dalam hidup kita yang membuat kita
jengkel dan marah. Ada orang yang sengaja atau tidak sengaja menyakiti kita. Mengeluh
mungkin hal yang wajar dan kita mungkin percaya kalau kita berhak marah. Di lain sisi, dengan jujur, kita suka bertindak berlebihan atau hipersensitif.
Dalam kasusku, aku percaya keluhan itu nyata. “Musuh” ku berusaha
untuk melukai anakku. Aku punya hak untuk marah dan menjauh dari dia. Tapi benarkah?
“Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.” (Yakobus 2: 10)
Kita diminta untuk mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa
dan pikiran kita. Tapi kemudia kita disuruh mencintai sesama kita seperti diri
kita sendiri. Gak ada pengecualian untuk mencintai hanya orang-orang yang baik kepada
kita atau yang pantas mendapatkan cinta kita. Sebaliknya, kita diminta untuk “mengingat Tuhan yang tekun menanggung
bantahan hebat dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kita menjadi lemah dan putus asa.” (Ibrani 12: 3)
Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mengangkat telepon
dan memanggil ‘musuh’ ku dan mengundangnya minum kopi. Aku meminta Roh Kudus untuk
membantuku mengesampingkan perasaanku dan membuatku mengasihinya dan
memaafkannya. Membiarkan Roh Kudus ke dalam situasi yang mengubah segalanya.
Sambil minum kopi, kami tertawa. Kami berbagi. Aku mencoba untuk taat, pada akhirnya aku diberkati.
Hak cipta 2017 Anne Ferrell, digunakan dengan ijin Cbn.com