Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat
keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 49; Titus 3; Yesaya 51-52
Dia memadati benda-benda yang penting ke dalam beberapa sudut
dan celah yang masih kosong untuk terakhir kalinya. Kopi…sudah. Cemilan…sudah. Buku…sudah. Sepatu...sudah. Sepatu lainnya…sudah.
“Kalau kamu membukanya, kamu mungkin akan berteriak ‘Selamat
Ulang Tahun!’ karena bagasi mobil kecil itu akan meledak seperti kue piñata,” gurauku setelah memeriksa kembali semua barang-barang bawaan putri sulungku.
Lewat kaca itu, aku menghargai apa yang dilakukan putriku
dengan pilihan barang-barang penting yang akan menemaninya selama perjalanan 1200 mil ke perguruan tinggi.
Bagaimana mungkin aku bisa begitu tua? Kemana perginya semua waktu? Darimana semua sepatu-sepatu itu?
Mengintip ke tumpukan selimut, sepatu dan sepatu lainnya,
ujung-ujungnya yang terlihat berkilauan, mengingatkanku kalau semua pertanyaanku
sudah dijawab sebelumnya. Saat kami memilah-milah bagian mana dari kehidupan putriku
yang akan tinggal di kota yang baru dan masih asing itu, kami menemukan sebuah bak
plastik hijau jelek dengan namanya tertulis di atas tutupnya. Kami membuang
isinya, menumpahkan banjir kenangan ke lantai ruang tamu kami, meninjau kembali
dua dekade petualangan dan sukacita, kesedihan dan kehilangan, kemenangan dan kegagalan.
Menikah pada usia 18 tahun, jadi seorang ibu di usia 19
tahun, dan kembali lagi seperti itu di usia 20 tahun. Ibu baru ini dipenuhi dengan
pemikiran untuk mencoba mengingat semua bagian-bagian penting dari kehidupan anak-anaknya.
Jadi setiap anak pada waktunya akan mendapat sebuah bak plastik, di mana semua kenangan
mereka disembunyikan sampai ‘suatu hari saat aku punya lebih banyak waktu’ untuk menempelkannya ke dalam album-album dengan rapi, sedikit demi sedikit.
Tapi kemudian, anak ketiga dan keempat hadir. Sebagian besar ingatan itu tak lagi muncul dari kotaknya, sampai semalaman penuh.
Tumpukan album foto yang tumpah di lantai ruang tamu kami adalah
saksi mata dari kesetiaan dan berkat Allah. Sekaligus cobaan dan pergumulan yang
menyakitkan yang Dia pakai untuk membentuk karakter putriku, membangun iman dan
ketergantungannya kepada Tuhan. Tuhan sudah memilih seorang gadis kecil dengan
segala potensinya yang terbatas dan membentuknya menjadi seorang wanita muda
yang luar biasa. Setiap kesaksian dari kesetiaanNya di masa lalu dipakai menjadi sebuah janji akan kesetiaanNya yang terus berlanjut bagi masa depannya.
Setiap kali aku membuka salah satu bak plastik hijau jelek
itu di atas lantai ruang tamu, aku menyaksikan Tuhan. Aku melihat wajahNya di
setiap potret keluarga, tangan-Nya di setiap potongan kertas film dan hatiNya di setiap tanda terima untuk setiap permen gula.
Aku bersyukur kepada Tuhan atas berkat-berkat yang tak
terukur yang sudah Dia curahkan bagi keluarga kami. Aku bahkan bersyukur atas semua
kelemahan yang Dia ijinkan dalam hidup kami. Kesulitan di tengah perjuangan kami
dan besarnya rasa sakit justru menumbuhkan keindahan atas anugerah penebusanNya
atas hidup kami. Tanpa cobaan itu, kesombongan bisa memudarkan ingatan kami akan kesetiaan, penyediaan dan kenyamanan yang Dia berikan.
Allah telah menjadi Bapa kami, Penyedia kami, dan teman kami.
Dia menangis sedih saat kami menderita kehilangan. Dia membuat jalan bagi kami
di padang gurun saat kami tak ada jalan, dan Dia tertawa bahagia di bawah selimut bersama dengan anak-anakku di tenda mereka.
Ingatanku semakin mengecewakan setiap hari. Walaupun aku
mungkin perlu mengingatkan hidupku dengan catatan kecil untuk mengingatkanku
membeli roti..Walaupun aku mungkin butuh anak-anakku yang lebih kecil untuk
mengajariku cara menggunakan ponsel…Walaupun aku mungkin lupa mungkin 50 kali sudah
berjalan ke dapur setiap hari! Aku berdoa supaya aku tidak pernah melupakan Allah yang baik dan murah hati!
“Seperti
dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang
bersorak-sorai mulutku memuji-muji. Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat
tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, sungguh Engkau telah menjadi
pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.” (Mazmur 63: 5-8)
Hak cipta oleh Kathy Thomas, diterjemahkan dari Cbn.com