Lukas 6:38 (TB)
“Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
Bacaan setahun : Mazmur 130; Yohanes 7; Yeremia 37-38
Suatu kali, ada seorang ibu lewat di depan rumah saya. Ia nampak kebingungan sambil membawa seekor ayam jago di tangannya. Dengan malu-malu, dia berhenti di depan rumah ketika melihat saya dan bertanya,
"Ibu, apakah mau beli ayam jago saya?"
Saya jawab, " Tidak ibu."
Kemudian dia lanjut berkata,
"Ibu, saya jual berapa saja yang penting ibu mau beli, supaya saya ada uang untuk beli beras sekilo."
Maka terheranlah saya dengan perkataan dia. Sambil menunduk menahan air mata, dia berkata,
"Saya tidak ada uang beli beras buat anak-anak dan saya makan. Saya tadi pergi ke kios sembako di sebelah untuk berhutang, tapi mereka tutup. Sekarang saya bingung, bu."
Maka terenyuhlah hati saya. Tapi saya juga bingung karena kebetulan beras saya juga habis saat itu. Ini juga akhir bulan dan saya belum menerima gaji, sehingga saya masih menunggu suami mendapatkan berkat upah hari itu agar saya bisa membeli beras.
Saya kemudian segera mengambil nasi di rice cooker yang saya baru masak buat di hari itu. Saya menyisihkan sepiring nasi buat anak saya dan sisanya saya bungkus untuk diberikan semua untuk ibu itu. Tak lupa juga, saya ambil semua lauk pauk yang saya punya untuk diberikan juga padanya.
Saya berkata kepada ibu itu,
"Bu, saya tidak bisa bantu beli beras karena beras saya kebetulan habis. Saya juga belum ada uang. Tapi ini ada nasi masih panas dan lauk untuk ibu bawa pulang, agar bisa dimakan bersama anak-anak ya."
Ibu itu menangis dan mengucapkan terima kasih. Ia langsung membawa pulang makanan tersebut. Saya sudah tidak mengingat lagi kejadian tersebut sampai tiba-tiba mendapatkan notifikasi Whatsapp. Setelah saya membuka smartphone, ternyata kakak saya baru saja mendapat berkat dan ingin berbagi dengan saya. Saya sangat kaget dan mengucap syukur, karena akhirnya tidak perlu menunggu suami untuk membeli beras. Uang dari kakak saya bahkan bisa cukup bahkan lebih untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai akhir bulan. Saya pun langsung teringat pada ibu tadi.
Sahabat, kesaksian saya bukan untuk memamerkan kebaikan, atau pun mengajarkan bahwa ketika kamu berbuat baik, kamu pasti terima berkali-kali lipat. Maka berbuat baiklah yang banyak dengan motivasi bisa dapat lebih, sekali lagi TIDAK!!
Tapi, "Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
Inilah yang menjadi kunci dari apa yang kita perbuat, yaitu bahwa semua perbuatan baik yang lahir dari hati yang tulus dan penuh kasih itu menyukakan hati Tuhan. Tuhan pun bukanlah Allah yang suka berhutang atau menahan kebaikan ketika kita mengasihi sesama kita. Hati yang tulus dan tidak mengukur segala perbuatan kasih terhadap sesama, merupakan bukti kasih kita terhadap Tuhan .
Matius 22:37-39 – Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Kedua hukum inilah yang harus kita lakukan dan tidak bisa terpisahkan. Jika kita mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati, pikiran dan tindakan, maka kita juga pasti mengasihi sesama kita dengan kasih yang sama.
Upah tidak lagi menjadi prioritas kita dalam berbuat kasih, namun lebih kepada hati dan tindakan. Tolak ukur kita bukanlah lagi berkat yang akan kita dapatkan dari Tuhan, karena hal itu tidak akan terpikir saat kita tulus mengasihi dan menyenangkan hati Tuhan.
Galatia 6:9 - Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Tuhan Yesus memberkati