Matius 12: 20-21
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya,
dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan
hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap."
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu21[/kitab]; [kitab]Matiu21[/kitab]; [kitab]Kejad41-42[/kitab]
Halford E. Luccock menyampaikan cerita ini dalam bukunya Unfinished Business:
“Suatu
malam saat makan malam seorang pria, yang telah menghabiskan banyak musim panas
di Maine, membuat teman-temannya terkejut dengan menceritakan pengalamannya di
sebuah kota kecil bernama Flagstaff. Kota itu dilanda banjir, karena berada dekat
di sebuah bendungan danau besar. Beberapa bulan sebelum banjir, semua aktivitas
pengembangan dan perbaikan dihentikan. Apa gunanya mengecat rumah kalau akhirnya
rumah tergenang air juga selama enam bulan? Kenapa harus memperbaikinya kalau seluruh
desa tersapu air juga? Jadi, minggu demi minggu, seluruh kota menjadi penuh dengan lumpur, berawa, menjadi lebih redup.”
Kemudian dia
menambahkan penjelasannya: “Saat tak ada lagi iman di hari depan, tak akan ada kekuatan di masa ini.”
Nabi Yesaya
menyampaikan soal nubuatan Yesus ratusan tahun sebelum kelahiran-Nya. Injil
Matius kemudian menyampaikan nubuatan itu untuk membantu kita memahami siapa Yesus
dan untuk apa Dia datang. Yesus datang untuk membawa harapan kepada dunia. Dunia
seakan kekurangan pasokan harapan. Rasa takut dan pandangan negatif mengaburkan
pandangan kita soal masa depan. Tapi kedatangan Yesus kemudian membawa kembali harapan yang hilang.
Dalam Yesaya
42 : 3, nabi Yesaya mengatakan bahwa buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya
dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya…Hal ini sama seperti yang dituliskan dalam MAtius 12: 20-21 bahwa semua orang akan berharap kepada Yesus.
Nama Yesus bukan
hanya menjadi harapan bagi dunia. Dia adalah harapan bagi orang-orang yang paling
lemah dan kecil. Dia adalah harapan bagi kita semua. Dia membawa kita, orang-orang yang lemah ini, dan membangun kita lewat secercah harapan.
Jamie Buckingham
mengutip kata-kata dari seorang rabi London, Hugo Gryn dalam cerita pengalaman Holocaust-nya yang diterbitkan di majalah Jerman, Der Morgen.
“Itu adalah
musim dingin yang sangat dingin di tahun 1944 dan walaupun kami tidak punya kalender
saat itu, ayahku yang adalah seorang tahanan di sana membawaku dan beberapa teman
kami ke sebuah sudut barak. Dia mengumumkan kalau malam itu adalah malam
Hanukkah, yang dihiasai oleh mangkuk-mangkuk dari tanah liat, dan mulai menyalakan sumbu yang terbenam di tumpukan margarin yang mahal di atasnya, yang sudah meleleh.
Sebelum dia
mengucapkan berkat, aku memprotes pemborosan makanan ini. Tapi dia mengatakan, “Kamu
dan aku sudah menyaksikan bahwa sangat mungkin untuk hidup sampai tiga minggu
tanpa makanan. Kita pernah hidup hampir tiga hari tanpa air. Tapi kamu tidak
bisa hidup dengan baik hanya selama tiga menit tanpa harapan.”
Tak peduli apapun yang kita hadapi saat ini, Yesus adalah sumber pengharapan kita. Bahkan saat kita lemah dan hanya punya secuil harapan, Dia telah datang untuk memberi kita gambaran cerah tentang hari esok. Kita bisa merasa tenang dengan hal itu.
Kita bisa hidup seminggu tanpa makanan, tapi mustahil bisa
hidup tanpa harapan