Masih Ragu Mengikut Yesus? Belajarlah dari Kisah Star Wars New Hope Ini
Kalangan Sendiri

Masih Ragu Mengikut Yesus? Belajarlah dari Kisah Star Wars New Hope Ini

Lori Official Writer
      9647

Amsal 14: 12

Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.


Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu12[/kitab]; [kitab]Wahyu18[/kitab]; [kitab]Malea3-4[/kitab]

Kita suka diingatkan supaya kita melakukan apa yang kita anggap benar.

Pernah menonton film Star Wars? Mungkin kita belajar dari episode IV berjudul ‘New Hope’. Di sana ada satu momen percakapan antara Luke dan Ben.

Luke bersikeras menolak tawaran Ben.

“Alderaan? Aku tak akan pergi ke Alderaan. Aku harus pulang. Sudah terlambat…” ucap Luke.

“Aku butuh bantuanmu, Luke. Aku sudah terlalu tua untuk hal semacam ini. Dia butuh bantuanmu,” Ben meminta dengan sangat.

“Aku nggak mau terlibat! Aku punya pekerjaan yang harus kukerjakan! Bukan karena aku suka dengan Kekaisaran. Aku membencinya! Tapi aku tak bisa berbuat apapun saat ini. Itu jauh sekali dari sini.”

“Itukah yang pamanmu bilang,” ucap Ben.

“Pamanku. Bagaimana aku mungkin bisa menjelaskan hal ini?” tanya Luke.

“Belajarlah tentang Force, Luke,” bujuk Ben.

“Dengar, aku bisa mengantarmu sampai ke jangkar. Kamu akan mendapatkan kendaraan pulang ke Mos Eisley atau kemanapun kamu pergi,” jawabnya.

Tapi Ben menjawab Luke dengan kalimat yang membuat Luke berpikir. “Kamu harus melakukan apa yang kamu anggap benar, tentu saja,” ucapnya.

Dari penggalan percakapan ini, Luke kelihatannya mencoba untuk menghormati dan menghargai orangtuanya, seperti yang tertulis dalam perintah Allah soal menghormati orangtua (Keluaran 20). Begitu juga dengan Ben yang menyampaikan pemikiran sebagai Jedi dan menawarkan Luke supaya terliat melawan Kekaisaran daripada harus mematuhi pamannya Owen. Kisah ini terkesan sangat mirip dengan perjalanan Yesus dan murid-murid-Nya dimana Yesus yang digambarkan seperti Ben, seorang Jedi mengundang murid-murid-Nya untuk mengikut Dia. Tapi dengan satu syarat mereka harus meninggalkan semua yang mereka miliki termasuk orangtua mereka (Lukas 14: 26).

Ajakan Yesus terdengar bertentangan dengan perintah Allah sebagai pemegang ortoritas tertinggi (Roma 13: 1) dan cenderung memaksa murid-murid untuk mematuhi semua perintah-Nya (Matius 28: 20). Tapi hal ini mengingatkan kita bahwa ada saatnya memang kita akan diperhadapkan pada masalah besar yang membuat kita mudah untuk menyepakati sebuah tindakan. Tapi bagaimana kalau kita justru hanya menghadapi masalah yang terbilang kecil? Tentu saja kita akan mencari-cari alasan klise untuk menolak tawaran itu.

Kalau kita justru mengasihi orang tua kita, atau pemerintah kita atau orang-orang di sekitar kita jauh lebih besar daripada mengasihi Tuhan, itu artinya kita keliru. Juga menjadi suatu kesalahan saat kita melakukan atau memikirkan sesuatu yang Tuhan tak ingin kita lakukan. Menolak untuk mengikut Tuhan juga bisa jadi pilihan yang sangat salah. Tapi mencari tahu kapan dan dimana kita harus mengikut Tuhan adalah bagian dari proses untuk mendewasakan kita dan menemukan identitas diri kita.

Mungkin orangtua kita tak akan memahami pilihan kita. Kita juga tak menjamin kondisi kita akan baik-baik saja. Ada banyak orang yang harus mati martir, disikda dan dianiaya saat mengikut Yesus. Tapi kita harus tetap membuat pilihan. Orangtua kita memang tak selalu salah dan kita tak selalu benar. Tapi kita harus ‘melakukan apa yang kita anggap benar’, seperti ucapan Ben kepada Luke.

Tapi masalahnya adalah sesuatu yang tampak benar justru kita anggap salah (Amsal 14: 21). Luke Skywalker juga mengambil pilihan yang salah karena dia memang masih remaja. Dia belum punya karakter dewasa dalam dirinya.

Inilah alasan kenapa kita butuh latihan dalam hal kerohanian. Kita perlu seperti Ben Kenobi yang sudah dewasa dan tak lagi terjebak dalam pertimbangan-pertimbangan seperti Luke yang masih remaja dan rapuh.

Kita perlu dewasa secara rohani karena kita akan sering memutuskan hal penting yang bisa mengukir sejarah dalam hidup kita. Dan, seringnya, kita dituntut untuk mengambil keputusan ini sendirian dan hanya dalam hitungan detik. Pada saat itu, kita harus secara naluriah memutuskan sesuatu yang kita anggap benar.

Dari pilihan Luke, kita tahu persis kalau dia memutuskan untuk ‘tidak ingin menjadi’ apa-apa. Dia tak ingin bergabung bersama Ben dan tak ingin menjadi Knight Jedi seperti ayahnya. Hanya karena tindakan kekerasanlah yang bisa memaksanya untuk keluar dari pilihan itu.  Dengan cara inilah Luke mulai beranjak memulai pencariannya.

Mungkin ada banyak diantara kita seperti Luke atau seperti murid-murid Yesus yang ragu meninggalkan semua hal berharga dalam hidupnya. Tapi Tuhan puny acara-Nya tersendiri untuk memaksa kita melakukan apa yang benar.

Ikuti Kami