Amsal 14: 12
Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.
Bacaan Alkitab Setahun: [kitab]Mazmu12[/kitab]; [kitab]Wahyu18[/kitab]; [kitab]Malea3-4[/kitab]
Kita suka diingatkan supaya kita melakukan apa yang kita anggap benar.
Pernah menonton
film Star Wars? Mungkin kita belajar dari episode IV berjudul ‘New Hope’. Di sana ada satu momen percakapan antara Luke dan Ben.
Luke bersikeras menolak tawaran Ben.
“Alderaan? Aku tak akan pergi ke Alderaan. Aku harus pulang. Sudah terlambat…” ucap Luke.
“Aku butuh
bantuanmu, Luke. Aku sudah terlalu tua untuk hal semacam ini. Dia butuh bantuanmu,” Ben meminta dengan sangat.
“Aku nggak mau
terlibat! Aku punya pekerjaan yang harus kukerjakan! Bukan karena aku suka dengan
Kekaisaran. Aku membencinya! Tapi aku tak bisa berbuat apapun saat ini. Itu jauh sekali dari sini.”
“Itukah yang pamanmu bilang,” ucap Ben.
“Pamanku. Bagaimana aku mungkin bisa menjelaskan hal ini?” tanya Luke.
“Belajarlah tentang Force, Luke,” bujuk Ben.
“Dengar,
aku bisa mengantarmu sampai ke jangkar. Kamu akan mendapatkan kendaraan pulang ke Mos Eisley atau kemanapun kamu pergi,” jawabnya.
Tapi Ben
menjawab Luke dengan kalimat yang membuat Luke berpikir. “Kamu harus melakukan apa yang kamu anggap benar, tentu saja,” ucapnya.
Dari
penggalan percakapan ini, Luke kelihatannya mencoba untuk menghormati dan
menghargai orangtuanya, seperti yang tertulis dalam perintah Allah soal
menghormati orangtua (Keluaran 20). Begitu juga dengan Ben yang menyampaikan
pemikiran sebagai Jedi dan menawarkan Luke supaya terliat melawan Kekaisaran
daripada harus mematuhi pamannya Owen. Kisah ini terkesan sangat mirip dengan perjalanan
Yesus dan murid-murid-Nya dimana Yesus yang digambarkan seperti Ben, seorang
Jedi mengundang murid-murid-Nya untuk mengikut Dia. Tapi dengan satu syarat
mereka harus meninggalkan semua yang mereka miliki termasuk orangtua mereka (Lukas 14: 26).
Ajakan
Yesus terdengar bertentangan dengan perintah Allah sebagai pemegang ortoritas tertinggi
(Roma 13: 1) dan cenderung memaksa murid-murid untuk mematuhi semua
perintah-Nya (Matius 28: 20). Tapi hal ini mengingatkan kita bahwa ada saatnya
memang kita akan diperhadapkan pada masalah besar yang membuat kita mudah untuk
menyepakati sebuah tindakan. Tapi bagaimana kalau kita justru hanya menghadapi
masalah yang terbilang kecil? Tentu saja kita akan mencari-cari alasan klise untuk menolak tawaran itu.
Kalau kita
justru mengasihi orang tua kita, atau pemerintah kita atau orang-orang di
sekitar kita jauh lebih besar daripada mengasihi Tuhan, itu artinya kita
keliru. Juga menjadi suatu kesalahan saat kita melakukan atau memikirkan sesuatu
yang Tuhan tak ingin kita lakukan. Menolak untuk mengikut Tuhan juga bisa jadi
pilihan yang sangat salah. Tapi mencari tahu kapan dan dimana kita harus
mengikut Tuhan adalah bagian dari proses untuk mendewasakan kita dan menemukan identitas diri kita.
Mungkin
orangtua kita tak akan memahami pilihan kita. Kita juga tak menjamin kondisi
kita akan baik-baik saja. Ada banyak orang yang harus mati martir, disikda dan
dianiaya saat mengikut Yesus. Tapi kita harus tetap membuat pilihan. Orangtua
kita memang tak selalu salah dan kita tak selalu benar. Tapi kita harus ‘melakukan apa yang kita anggap benar’, seperti ucapan Ben kepada Luke.
Tapi
masalahnya adalah sesuatu yang tampak benar justru kita anggap salah (Amsal 14:
21). Luke Skywalker juga mengambil pilihan yang salah karena dia memang masih remaja. Dia belum punya karakter dewasa dalam dirinya.
Inilah
alasan kenapa kita butuh latihan dalam hal kerohanian. Kita perlu seperti Ben
Kenobi yang sudah dewasa dan tak lagi terjebak dalam pertimbangan-pertimbangan seperti Luke yang masih remaja dan rapuh.
Kita perlu
dewasa secara rohani karena kita akan sering memutuskan hal penting yang bisa
mengukir sejarah dalam hidup kita. Dan, seringnya, kita dituntut untuk
mengambil keputusan ini sendirian dan hanya dalam hitungan detik. Pada saat itu, kita harus secara naluriah memutuskan sesuatu yang kita anggap benar.
Dari
pilihan Luke, kita tahu persis kalau dia memutuskan untuk ‘tidak ingin menjadi’
apa-apa. Dia tak ingin bergabung bersama Ben dan tak ingin menjadi Knight Jedi
seperti ayahnya. Hanya karena tindakan kekerasanlah yang bisa memaksanya untuk
keluar dari pilihan itu. Dengan cara inilah
Luke mulai beranjak memulai pencariannya.
Mungkin ada
banyak diantara kita seperti Luke atau seperti murid-murid Yesus yang ragu meninggalkan
semua hal berharga dalam hidupnya. Tapi Tuhan puny acara-Nya tersendiri untuk memaksa
kita melakukan apa yang benar.