2 Korintus 5: 20
Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus,
seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus
kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.
Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 30; Kolose 3; 2 Tawarikh 18-19
Di awal
tahun 1700-an, sekelompok kecil pelarian agama mendiami di sebuah desa bernama Moravia, wilayah bagian Jerman.
Mereka
menamai desa itu Herrnhut. Yang artinya ‘The Lord’s Watch’ (Tuhan Melihat, red).
Lama kelamaan desa ini menjadi tempat pembuangan komunitas beragama,
diantaranya berbicara dan menganut keyakinan yang berbeda. Ada Lutheran, Separatis, Reformed dan lainnya. Tapi, mereka tetap hidup berdampingan.
Sampai akhirnya, muncul ketidaksepakatan dan membuat hubungan mereka menjadi rusak.
Komunitas
ini sedang berada diujung tanduk kehancuran bahkan selama mereka terus berdoa untuk
diri mereka sendiri dan pelayanan firman. Mereka mulai belajar Alkitab, mengadakan acara doa sepanjang malam, dan saling mengakui dosa masing-masing.
Pada 13
Agustus 1727, mujizat yang luar biasa terjadi. Upacara baptisan dan persekutuan
terjadi. Roh Kudus bahkan bergerak di tengah-tengah mereka. Roh kasih menghampiri mereka. Semakin larut, mereka saling memeluk dalam kasih dan pengampunan.
Setelah peristiwa
itu, mereka pun membuat doa 24 jam. Sejak saat itu doa ini terus dilakukan selama 100 tahun. Visi mereka didasarkan dari ayat Yesaya 62: 1-7.
Tahukah kamu,
doa yang dilakukan terus menerus sangat berdampak luas. Mereka bahkan mendapat
kerinduan untuk pelayaan misi. Para missionaris diutus ke seluruh dunia. Banyak
orang yang kemudian terinspirasi dari dedikasi dan komitmen orang-orang Moravia
ini, termasuk John dan Charles Wesley, pendiri Gereja Methodist dan William Carey, misisonaris yang bermisi ke India.
Gereja mula-mula
sadar betul bahwa doa yang berkelanjutan itu penting. Karena peperangan rohani terjadi
terus menerus. Doa menjadi prioritas. Gak lama setelah hari Pentakosta, jumlah murid
berlipat ganda seperti halnya kewajiban mereka. Jelas sekali kalau para murid butuh
bantuan dengan tanggung jawab seperti merawat para janda. Alih-alih
mengorbankan pelayanan doa, diaken diberikan tanggung jawab untuk merawat
gereja dan umatnya. Pelayanan doa itu adalah hal yang sangat penting. Saat gereja bertumbuh, mereka mengerti bahwa doa semakin dibutuhkan.
Hal serupa berlaku
bagi kita hari ini. Pelayanan doa dan pelayanan firman harus jadi prioritas
utama. Bayangkan kalau kita semua menjadikan doa sebagai prioritas sepanjang hari.
Bisakah kamu membayangkan kalai kita semua berkomitmen pada pelayanan firman? Akan
seperti apa keluarga atau komunitas kalau kita semua memberikan diri terus menerus untuk doa dan pelayanan firman?
Yesus adalah
pribadi yang sama kemarin, hari ini dan selamanya. Hal inilah yang mengingatkan
aku dengan pelayanan semua orang percaya yang terdahulu. Aku terdorong dan
termotivasi untk terus berdoa dan mencari peluang untuk membagikan kabar baik tentang Yesus kepada banyak orang.
John Wesley
pernah berkata, “Aku memandang seluruh dunia sebagai parokiku; sejauh ini yang
aku maksudkan adalah bahwa di bagian manapun aku, aku menilai hal itu benar.
Kewajibanku adalah menyatakan kepada semua orang yang mau mendengar, kabar gembira
tentang keselamatan.”
Mari terbeban untuk menjadikan seluruh dunia sebagai paroki kita. Dunia sedang sakit. Dunia ini butuh kabar baik tentang Yesus Kristus. Doa dan pelayanan firman yang berkelanjutan adalah jawabannya. Kita bisa belajar dari gereja mula-mula. Kita bisa tumbuh seperti Gereja Moravia. Kita di sini saat ini untuk melakukan hal yang sama, terus mencari Tuhan lewat doa. Supaya Dia bisa menggenapi tujuan-Nya melalui kita semua.
…bangsa-bangsa
akan melihat kebenaranmu, dan semua raja akan melihat kemuliaanmu, dan orang
akan menyebut engkau dengan nama baru yang akan ditentukan oleh TUHAN sendiri.
- Yesaya 62: 2