Duka yang Digantikan Dengan Sukacita
Kalangan Sendiri

Duka yang Digantikan Dengan Sukacita

Lori Official Writer
      3449

Mazmur 126: 5-6

Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.


Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 18; Efesus 1; Pengkhotbah 1-2

“Karen, kondisi ayahmu semakin menurun.” Demikian pesan dari suamiku saat aku hendak check in di hotel saat perjalanan ke pegunungan. 

Tiba-tiba suasana hatiku berubah menjadi kelabu. Aku bisa merasakan akhir hidup ayahku sudah dekat. Ayah sudah lama sakit dan kondisinya semakin parah selama beberapa bulan belakangan. Saat itulah aku memutuskan untuk menghampirinya ke ruang perawatan.

Di tengah jalan, pikiranku berkecamuk dengan setiap momen pasang surutnya hubungan kami selama bertahun-tahun. Aku dipenuhi dengan kenangan, waktu aku dan ayah berduet di acara makan malam ayah dan putrinya di Pramuka. Waktu itu kami menunggang kuda bersama di sebuah peternakan di Arizona. Sejak saat itulah dia berhenti berbicara denganku selama enam bulan karena beberapa perbedaan pendapat soal agama diantara kami. 

Pada waktu itu, aku dan ayah berdoa untuk meminta pengampunan dari Tuhan. Waktu itu dia memegang cucu dan cicit pertamanya dengan lembut.

Aku baru sampai jam 1.30 siang. Kakak perempuanku June dan suaminya Harry lalu menyusul. Ibu dan kami lalu menghampiri ayah yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Dia dalam kondisi koma dan gak bisa meremas tanganku yang mulai menyentuhnya.

Kepala perawat memasuki ruangan dan memberitahu kamu dengan lembut bahwa ayah dalam kondisi sangat kritis.

Aku nyaris tak tahan menyaksikan ayahku berjuang dalam situasi itu. Setiap hembusan napasnya terasa begitu berat. Aku berdoa, “Ya Tuhan, bebaskan dia. Dia sudah menunggu lama untuk mengalami kesembuhan. Aku mengembalikannya kepadamu, ya Tuhan.”

Tiba-tiba satu ayat Alkitab muncul dibenakku. Dengan cepat, aku membalik Alkitabku dari bagian belakang. Di sana aku menemukan kata kunci yang membawaku ke ayat yang aku inginkan.

Waktu itulah aku mendapat pemahaman baru tentang apa yang terjadi di depan mataku. Aku membaca bagian itu dengan lantang.

“…dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3: 14)

Ayah tampak mulai menghela napas panjang. Dia tampak sedang berada di detik terakhir hidupnya. Tentu saja dia gak bisa meremas tanganku. Tentu saja dia gak bisa berbalik dan mengakui kehadiran kami. Tentu saja dia sibuk dengan apa yang terjadi pada dirinya. Dan tentu saja dia bernapas keras dan cepat. Itulah yang dilakukan pelari, terutama saat mereka sampai di garis finish. Mereka akan terus berjuang sampai di garis itu.

Itu adalah momen pribadi antara Tuhan dan ayahku. Aku bahkan diberi hak istimewa untuk menyaksikan hal itu. Suasana sedih itu mulai sirna. Muncul kedamaian dan sukacita. Aku tak bisa menjelaskannya. Ayahku akan mati dan aku merasa bahagia!

Aku dan kakakku mengucapkan selamat malam kepada ayah dan ibu di malam itu. Kami berencana akan kembali lagi pada pukul 7.00 keesokan harinya. Tapi siapa sangka, di malam itu telepon berdering dan itu dari seorang perawat.

“Ayahmu sudah meninggal,” katanya.

Ya, ayah sudah meninggal.

Dia sudah melewati garis finish dan sekarang dia sudah mendapatkan semua hadiah dari pertandingannya yang sangat lama dan menyakitkan.Kebenaran inilah yang membuat kesedihanku berubah menjadi sukacita.

Hak cipta Karen O'Connor, digunakan dengan ijin.

Ikuti Kami