Yohanes 6: 47-48
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai
hidup yang kekal. Akulah roti hidup.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 148; Yohanes 8; 2 Samuel 23-24
Setiap sepuluh hari aku selalu membuatkan roti panas beragi
untuk keluargaku. Itulah proses awal aku membuat roti di rumah. Empat puluh delapan jam kemudian, keluargaku bisa menikmati tiga potong roti tawar yang harum.
Roti adalah makanan pokok bagi manusia, yang mengandung campuran
biji-bijian dan air. Jauh sebelumnya, roti dipanggang di atas batu panas. Kemudian
Mesir terkenal dengan hasil roti beraginya yang pertama kali dan penemuan oven
batu baranya. Roti tak beragi bukan seperti roti tawar yang banyak dijual secara komersial saat ini.
Tahun 1990, sebanyak 95 persen roti di Amerika Serikat
dipanggang di rumah. Di tahun 1950, toko roti komersial mencapai 95 persen.
Saat seorang anak 12 tahun menerima 75 persen kalori dari roti, jumlah itu memasok cukup nutrisi untuk pertumbuhannya.
Meski begitu, kita tak hanya butuh roti untuk dimakan. Kita juga
butuh roti kehidupan yang bernutrisi bagi kesehatan rohani kita. Yesus sendiri menetapkan porsi harian yang harus kita makan.
“Manusia
hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Matius 4: 4)
Di suatu kali, banyak orang yang berbondong-bondong mengikuti
Yesus. Tapi kebanyakan dari mereka lupa membawa bekalnya. Dari 5000 orang yang ada di sana, hanya ada satu orang saja yang membawa makanan.
Saat hari semakin larut, Yesus melihat kalau orang-orang itu
sudah mulai kelaparan. Dengan rela seorang yang membawa makanan itu mempersembahkan bekalnya. Tahukah kamu siapa dia? Dia hanya seorang anak kecil!
Dan ditangan Yesus, lima roti dan dua ikan itu berlipatganda
menjadi berbakul-bakul. Tahukah kamu darimana roti itu? Roti itu dihasilkan dari
proses menabur benihnya di ladang, lalu tumbuh, berbuah, matang dan dipanen.
Setelah itu gandum digiling, dicampur dan dipanggang melewati bulan-bulan kerja
biasa untuk menghasilkan roti yang nikmat. Setelah makan, Yesus berusaha menyingkir dari kerumunan. Tapi tetap saja banyak orang yang masih mengikutinya.
Yesus tahu isi hati mereka. Dia berpikir bahwa mereka mengikutiNya
bukan karena melihat tanda-tanda. Tapi karena ingin mendapat roti dan bisa merasa kenyang saja.
“Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah
melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” (Yohanes 6: 26)
Banyak orang dewasa yang juga punya motivasi yang sama seperti orang-orang itu. Kita hanya mau cara cepat untuk mengatasi rasa lapar kita.
Di situasi yang sama ini, Yesus menghubungkan roti yang biasa
kita makan dan roti rohani untuk menyatakan tentang diriNya sendiri. “Akulah roti hidup; barangsiapa datang
kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yohanes 6: 35)
Di sekolah dasar, kelasku melakukan kunjungan lapangan ke toko
roti Mrs. Baird di Houston, Texas. Aku masih anak-anak kelas empat dengan hidung
yang diangkat tinggi-tinggi, menikmati aroma roti yang wangi. Setelah itu, kami
pun mulai tertarik dengan roti Baird. Setelah tur selesai, setiap anak pun mendapat
sepotong roti mentega panas. Menteganya yang meleleh dan roti yang hangat itu tak
pernah hilang dari ingatanku dan mungkin adalah roti terbaik yang pernah aku coba.
Sama baiknya dengan setiap irisannya, roti itu gak akan pernah bisa dibandingkan dengan roti hidup yang sejati, Yesus Kristus.
Mari berdoa supaya kita mendapat roti hidup itu dari Tuhan.
Bapa, di dalam nama Yesus, aku seringkali mencari makanan untuk mengisi perutku daripada keinginanku untukMu. Tolong kembalikan keinginanku, supaya aku tetap puas walaupun aku tak mendapat makanan. Amin.
Hak cipta The Stained Glass Pickup: Glimpses of God's Uncommon Wisdom, digunakan
dengan ijin.