Ketika Yesus Mengetuk Pintu Hatimu, Dia Memanggilmu. Apakah Kamu Membuka Pintu Baginya?
Kalangan Sendiri

Ketika Yesus Mengetuk Pintu Hatimu, Dia Memanggilmu. Apakah Kamu Membuka Pintu Baginya?

Naomii Simbolon Official Writer
      5801

Wahyu 3:19

“Barang siapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”

 

Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 135; 2 Korintus 8; 1 Tawarikh 5-7

Baru-baru ini saya memasang pintu depan rumah saya yang baru. Ketika saya memeriksa pintunya, kontraktor saya bertanya apakah saya mau memasang lubang pengintip atau tidak, sambil dia meyakinkanku soal waktu pemasangannya yang hanya sebentar.

Sementara dia lagi sibuk ngebor lubang untuk pengintip, saya pergi berlari untuk membeli lubang intip untuk di pasangan. Harganya cuma beberapa dolar, dan saya sudah aman dan nyaman karena bisa tahu siapa mengetuk pintuku sebelum akhirnya aku memutuskan untuk membukanya.

Lagian kan kalau cuma mengetuk pintu saja tidak memberi aku info apa-apa tentang siapa dibalik pintu sehingga mencegahku mengambil keputusan berdasarkan informasi.

Rupanya, membuat keputusan berdasarkan informasi adalah penting bagi Yesus juga Dalam kita Wahyu, kita membaca bagaimana Yesus berdiri di depan pintu dan bersuara memberikan informasi :

"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wahyu 3:20)

Jika Alkitab dipersembahkan sebagai surat terbuka bagi gereja secara keseluruhan, dalam konteks ini gereja  juga dipahami adalah sekumpulan jiwa-jiwa secara yang) individu yang sudah berpaling dari Allah.

Sehingga Rasul Paulus menuliskan di dalam kitab Roma 3:11: "Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah."

Sebaliknya,  Alkitab mengajarkan kita bahwa karena kemurahan dan rahmatNya yang mulia, Allah pun mencari kita!

Jadi sudah jelas, mengapa Yesus mau berdiri dibelakang pintu hati kita dan mengetuk.

Banyak orang yang memahami ilustrasi ini sebagai representasi hati kita masing-masing.

Gimanapun kita melihatnya, Yesus tetap nggak meninggalkan orang yang berada dari balik pintu yang bertanya siapa yang mengetuk.

Jika kita tahu, Yesus nggak hanya mengetuk hati kita, Dia juga berbicara dari sisi lain, "...jikalau ada orang yang mendengar suaraku..." (Wahyu 3:20)

Lantas, pernah nggak kamu bertanya, apa kira-kira yang Yesus katakan dibelakang pintu?

Jika kita membaca ayat sebelumnya, maka kita akan tahu bahwa Allah memberi kita sedikit petunjuk ketika Dia memperingatkan gerejanya, "...relakanlah hatimu dan bertobatlah!"(Wahyu 3: 19).

Meski begitu, Dia masih memberikan kita pilihan, ketika kita mendengarkan suaranya. Apakah kita akan membuka pintu dan mengundangNya masuk atau tidak.

Lalu, apa yang akan terjadi setelah kita membuka pintu? Apakah Dia langsung menunjukkan kita cucian yang kotor atau peraboan yang perlu ditata ulang?

Mungkin beberapa orang takut untuk membuka pintu kepada Yesus karena dikira Yesus akan mengutuk dirinya karena kesalahan yang dilakukan dalam hidupnya. Tetapi, kebenaran Alkitab menjelaskan bahwa ini bukanlah masalahnya. Ayat ini menjelaskan bahwa Yesus mengetuk hati kita sehingga, "...Aku akan makan bersama-sama dengan dia dan ia bersama-sama dengan aku." (Ayat 20)

Dalam arti, Dia akan makan bersama-sama kita, dan kita akan berbagi makan bersama denganNya sebagai teman. Menarik ya!

Jadi, Yesus sudah datang untuk hubungan pertemanan ini. Dia nggak memaksan jalan-Nya atau datang untuk menghukum kita, tetapi Dia mengetuk pintu hati kita untuk mempersembahkan hadiah, karunia dari diriNya sehingga melalui Dia, kita bisa menjadi anak-anak Allah.

"Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;" (Yohanes 1:10-12)


Hak Cipta © 2014 Shadia Hrichi. Digunakan dengan izin

 

Ikuti Kami