1 Raja-raja 19: 8
Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia
berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah,
yakni gunung Horeb.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 131; 2 Korintus 4; 1 Samuel 28-29
Kita semua pasti pernah berada dalam krisis kerohanian. Jadi
jangan menyalahkan diri sendiri. Saat merasa gak rohani dan gak peduli dengan orang
lain kecuali dirimu sendiri. Untuk membaca Alkitab pun kamu bahkan merasa berat
sekali. Bukan hanya kamu yang mengalaminya, bapa-bapa iman juga pernah berada dalam krisis yang sama.
Nabi Elia pernah mengalami titik terendah dalam hidupnya setelah
dia mengalami kesuksesan dalam hidupnya. 1 Raja-raja 18-19 mencatat kalau Elia adalah salah satu nabi yang mengalami kebangkitan kemudian kejatuhannya sendiri.
Kemenangan nabi Elia terjadi saat periode sejarah kelam bangsa
Israel. Dia berhadapan dengan raja yang jahat, yang membunuh 400 nabi Baal, mengakhiri kekeringan dan secara fisik berlari mendahului kereta kuda Ahab menuju Yizreel.
Setelah kemenangan luar biasa ini, apakah musuh membiarkan
Elia? Tentu tidak! Ratu Izebel, istri raja Ahab yang jahat itu mengancam akan menghabisi nyawanya.
Di tengah kelelahan secara fisik dan rohani, Elia melarikan diri
untuk bersembunyi di suatu tempat. Tapi di tengah ketakutannya, dia mendesak
Tuhan untuk membiarkannya mati. Tuhan tidak mengutuki Elia karena kurang
beriman. Sebagai gantinya, dia mengirim malaikat untuk menghibur dan memelihara dia.
Lalu Tuhan meneguhkan iman Elia selama 40 hari. Di masa-masa ini
Elia sama sekali tak bernubuat. Dia tidak melakukan mujizat kesembuhan kepada
siapapun. Dia hanya berjalan sendirian ke gunung Horeb. Sampai akhirnya Elia tertegun di suatu tempat setelah mendengar suara Tuhan. Dia kembali diberi tugas berikutnya.
Saat kita kelelahan secara fisik dan rohani, bukan berarti hidup kita berakhir. Ada sesuatu yang harus dilepaskan.
Seorang pelayan akan merasa lelah secara fisik saat sedang
jatuh sakit. Biasanya hal ini disusul setelah kesibukan pelayanan atau penjangkauan yang sukses. Energi kita terkuras dan kita menjadi pribadi yang rentan.
Semua kesuksesan seolah taka da apa-apanya. Semua itu dalam sekejap lenyap ketika krisis rohani melanda.
Tahukah kamu kalau ini bisa jadi salah satu cara iblis menyerang
kita. Serangan penyakit seperti jempol yang luka, operasi lutut, infeksi, mengalami kegelisan dan sebagainya bisa jadi tanda-tandanya.
Di tengah masa-masa ini, kita pasti terdorong untuk membaca
Alkitab. Tapi terasa sangat sulit. Kita akan lebih memilih untuk tidur sepanjang
hari dan menonton TV tanpa henti. Kita mulai melarikan diri dari rasa sakit, kekecewaaan dan hanya menikmati hari yang membosankan tanpa diselimuti pikiran mengasihani diri.
Kadang kita berpikir Tuhan ‘menempatkan’ kita karena kita harus
ingat kalau dunia bisa terus berjalan tanpa kita. Tapi Tuhan mengasihi kita dalam keadaan apapun itu, baik dalam krisis rohani maupun saat dalam kondisi produktif.
Tuhan bekerja melalui rahmat-Nya yang besar. Dia mungkin
mengijinkan kita merasa hancur dan berpusat pada diri kita sendiri untuk kebaikan
kita. Dan saat kita sudah mulai membaik, Tuhan akan mulai membentuk kita lagi menjadi pemimpin yang rendah hati, berbelas kasihan dan penuh ucapan syukur.
Saat kita menemui orang yangsedang sekarat rohani dan membuatnya
jadi pribadi yang tidak berkomitmen. Di dalam hati, kita pasti akan marah dan
mulai menghakimi. Kita akan berkata, ‘Masa sebagai pelayan dia bisa-bisanya malas
ke gereja dan ingkar janji.’ Kita akan berhenti berpikir demikian saat kita berada dalam situasi yang sama.
Jadi, mari belajar dari Elia. Sebagai nabi terbesar yang
dicatat dalam Alkitab, dia juga pernah mengalami krisis secara rohani. Namun Tuhan
memulihkannya lewat masa-masa kesendiriannya dan kembali memanggil dia saat kondisinya kembali membaik.
Hak cipta Lori Wilkerson Stewart, digunakan dengan izin.