Matius 1:23
"Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" — yang berarti: Allah menyertai kita."
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 24; 1 Korintus 15; Ayub 27-28
Ketika saya masih berada di bangku SMP, kami selalu menantikan sebuah acara tahunan bersama teman satu kelas bertajuk Homecoming. Selama seminggu ini, setiap hari jadi hari yang menyenangkan untuk berdandan. Bahkan, saya nggak khawatir mengenai apa yang saya pakai. Bahkan, ada hari dimana saya jor-joran dengan apa yang saya pakai. Saya bisa mengenakan pakaian paling norak dan nggak cocok satu dnegan yang lain.
Kemudian, pada tahun terakhir, seorang juru foto buku tahunan datang ke kelas kami untuk mengambil foto teman-teman sekelas dengan penuh semangat. Kemudian, saat dia memanggil namaku, ida bertanya apakah aku akan keluar ke lorong kelas untuk difoto.
Tentu saja, tanpa pikir lama, saya langsung meloncat dari kursi saya dan berlari dengan kencang menuju pintu. Karena acara tahunan ini merupakan hal dimana saya bebas melakukan hal apa pun, bahkan hal tergila sekali pun, saya langsung memberikan pose tergila saya, dengan kepala miring ke samping dan mulut yang tersenyum lebar.
Senyumnya sih nggak aneh, tapi buat saya, pose itu benar-benar bikin terbahak. Ketika saya kembali ke kursi saya, saya tahu kalau foto saya akan menjadi hasil karya yang akan memperoleh penghargaan.
Di semester selanjutnya, ketika buku tahunan itu selesai dicetak dan dibagikan, saya langsung buru-buru ingin melihat hasilnya. Saya sibuk membolak-balikkan halaman buku besar itu, saya mencari pose saya yang konyol itu. Dan ketika saya menemukannya, saya terkejut.
Foto saya sesuai dengan apa yang saya inginkan. Konyol, lucu, dan tidak terkontrol. Namun, satu-satunya yang menjadi masalah adalah, bahwa semua orang berpose dengan sangat formal, lengkap pakaian yang rapi. Sementara saya, sangat berbeda dengan yang lain. Saya dan pose tergila saya.
Sekarang, foto itu punya makna yang tidak sama sekali cocok dengan apa yang seharusnya. Foto ini diambil di luar konteks. Saya pikir, foto buku tahunan itu diambil dengan tema yang bebas, dimana saya bisa melakukan banyak hal gila untuk berpose. Namun, apa yang terpikirkan oleh saya ini tidak cocok dengan tema buku tahunan saat itu.
Kalau aja Natal itu mirip dengan buku tahunan, saya yakin kalau isinya kana banyak diisi dengan kisah ketidakcocokan seperti itu. Budaya kita hari ini menghasilkan banyak variasi untuk dai liburan Natal. Sayangnya, sebagian besar dari isinya itu kadang nggak cocok dengan tema yang sudah ditentukan.
Arti sebenarnya dari Natal adalah sesuatu yang tidak mudah dilupakan, sehingga orang bisa membolak-balikkan buku tahunan Natal itu. Akhirnya, orang yang melihat buku itu akan merasa terhibur dengan apa yang telah dilakukannya. Inilah sebuah realitas yang kita alami.
Terlepas dari banyaknya lampu kerlap-kerlip khas Natal, rusa dan santa, Natal adalah tentang Allah yang sempurna menjadi manusia agar bisa menyelamatkan ciptaanNya, yang telah terpisah denganNya karena dosa.
Tuhan menciptakan dunia tanpa cacat, begitu pun dengan manusia yang tanpa cacat. Namun, Tuhan memberikan kita kehendak bebas. Ketika Tuhan memberikan hal itu, kita, manusia, justru memilih untuk meninggalkan kebenaran dari Tuhan. Sehingga dosa masuk ke dalam hati kita, merusak bumi, dan hati manusia. Dosa kita telah membentuk jurang antara manusia dengan Pencipta yang sempurna.
Tuhan tahu kalau kita akan gagal dari kekudusanNya, tetapi dia sama sekali tidak mengabaikan kita. Dia menciptakan sebuah rencana penebusan. Di mana Dia mengesampingkan kemuliaanNya, dan masuk ke dalam dunia kita yang rusak. Dia menukar kebenaranNya dengan dosa-dosa kita.
Sang Pencipta Alam Semesta memilih nama Yesus dan mengambil setiap kesalahan, keburukan, karena Tuhan begitu mengasihi kita. Dia menjadi seorang bayi yang tidak berdaya di palungan, sehingga kita bisa punya hubungan pribadi dengan-Nya.
Di Natal ini, nikmatilah semua tradisi liburan yang menyenangkan, yang kita pegang teguh, tetapi juga jangan lupa untuk merenungkan apa yang telah diperbuat oleh Pencipta yang sangat mengasihi kita, sehingga Dia rela mati untuk kita.
Sukacita Natal sejati datang dari tempatNya, sebab Natal adalah tentang perasaan dicintai, diterima, dan dikasihi oleh Bapa Surgawi kita. Kita harus bersyukur kepada Tuhan atas karunia keselamatanNya yang luar biasa melalui Yesus Kristus.
Hak Cipta © 2018 Alisa Hope Wagner, digunakan dengan izin.