Bacaan Alkitab dalam setahun: Mazmur 29; Kisah Para Rasul 1; Keluaran 7-8
Keluaran 3:11-12
"Tetapi
Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap
Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" Lalu firman-Nya:
"Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang
mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini."
Perjalanan Musa dalam Keluaran 3 dan 4 sangatlah menarik. Musa, yang sedang menjaga domba-dombanya di padang pasir, melihat semak yang terbakar, tetapi semak itu tidak sama sekali menjadi abu.
Karena penasaran, ia mendatangi semak yang terbakar tersebut dan mendengar suara. "Musa! Musa!" Itu adalah suara Tuhan. Musa menyadari tengah berdiri di tanah yang suci, ia melepaskan kasutnya.
Kemudian Tuhan mengungkapkan rencanaNya yang besar, bahwa Ia telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir. Karenanya, Tuhan mau membebaskan Israel dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka ke negeri yang penuh dengan susu dan madu. Bukankah ini merupakan berita yang bagus? Tuhan sendiri yang telah memilih Musa untuk mewujudkan hal ini.
Musa bergetar, menanggapi perintah Tuhan tersebut dengan ucapan, "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" Pernyataan Musa ini seakan-akan menegaskan kalau Musa mau Tuhan memilih orang lain, bukan dirinya.
Bagaimana dengan tanggapan Tuhan? "Bukankah Aku akan menyertai engkau?" Itu adalah kata Tuhan saat menjawab pertanyaan dari Musa. Begitu Musa mengalihkan pandangannya dari dirinya sendiri menuju Tuhan, ia bisa mencapai hal-hal yang mustahil.
Setiap kita pasti pernah memiliki 'momen Musa' dalam kehidupan ini. Momen dimana Tuhan mau kita, bukan orang lain yang terlibat dalam suatu hal tertentu. Bahkan, kadang kita berpikir kalau permintaan Tuhan ini justru membuat permasalahan semakin rumit.
Namun, di tengah situasi tersebut, Tuhan selalu mau kita untuk mempercayaiNya. Setiap hal yang di minta Tuhan, ingatlah kalau ini adalah tentang Tuhan, bukan tentang kita.
Dan kalau kita menyadari bahwa semua hal yang kita kerjakan ini adalah tentang TUhan, bukankah sangat masuk akal kalau Tuhan sendiri yang akan membantu setiap detail dan pekerjaanNya di dalam kita?
Ingatlah kalau Tuhan tidak sama sekali membutuhkan bantuan kita. Setiap pekerjaan atas namaNya akan selesai dengan ada atau tidaknya kita. Namun, Tuhan memilih kita untuk melakukan pekerjaannya agar kita merasakan berkat sekaligus menjadi berkat bagi orang lain.
Kita berani melangkah karena percaya kalau Tuhan pasti akan memperlengkapi kita dalam setiap pekerjaanNya. Dia tidak menginginkan kita yang berkompeten. Tapi, Tuhan menginginkan ketaatan kita. Jika kita berjalan maju, bergandengan tangan dengannya, maka Tuhan akan selalu ada bersama dengan kita. Ini adalah hal yang pasti.
Setiap kita akan berada dalam masalah yang besar ketika mata ini tertuju pada diri sendiri, bukan pada Tuhan. Sebagai manusia, kita bisa melihat dengan jelas tentang kelemahan, kekurangan, dan setiap masalah yang ada dalam diri.
Sekali lagi, bukanlah tentang siapa kita, melainkan siapa Tuhan. Seperti Musa, ketika kita mengalihkan pandangan pada Tuhan, maka bersamaNya, kita akan mencapai hal-hal yang besar. Satu-satunya cara hanyalah dengan melangkah dengan penuh iman dan patuh akan perintahNya.
Ketika Tuhan meminta kita untuk melakukan sesuatu, katakanlah selalu 'Ya'. Meskipun hal tersebut sulit. Bukan tentang kita, melainkan tentang Tuhan.
Pernahkah Tuhan meminta kita untuk melakukan suatu pekerjaan yang kelihatannya sulit, sementara kita merasa tidak punya kapasitas untuk melakukannya? Bagaimana cara kita meresponi permintaan Tuhan tersebut? Apa panggilan Tuhan terhadap kita sekarang ini?
Renungan ini merupakan kutipan dari The Power to Be, © 2018 Twila Belk. Digunakan atas izin BroadStreet Publishing.