Menghancurkan Rasa Malu, Dari Orang Yang Hina dan Tak Berharga Hingga Menjadi Anak Raja
Kalangan Sendiri

Menghancurkan Rasa Malu, Dari Orang Yang Hina dan Tak Berharga Hingga Menjadi Anak Raja

Puji Astuti Official Writer
      10019

Galatia 4:7

Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.

Bacaan Alkitab Setahun [kitab]Mazmu118[/kitab] ; [kitab]IKori6[/kitab] ; [kitab]00Rut3-4[/kitab]

Sangat sedikit dari kita yang tidak memiliki saat-saat memalukan. Rasa bersalah karena melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kita lakukan. Rasa malu karena kita tidak menjadi pribadi yang kita harapkan. Rasa malu itu akhirnya membuat kita merasa tidak berharga. 

Kita tahu bahwa di Alkitab ditawarkan solusi atas rasa bersalah. Yaitu pengampunan. Tetapi, apakah Alkitab juga memberi jalan keluar atas rasa malu?

Sebuah kisah yang mengena di hati tentang rasa malu adalah kisah Mefiboset, anak dari Yonatan, sahabat Raja Daud. Nama Mefiboset berasal dari akar kata Ibrani 'bosh', yang artinya rasa malu.  Arti nama panjangnya yaitu, "Orang yang menghancurkan rasa malu." Walau demikian, jika kamu melihat kisah hidup mefiboset jelas bahwa 'rasa malu' belum dihancurkan. Kemenangannya atas rasa malu adalah penyemangat yang bisa kita dapatkan dari kisah hidupnya. 

Dikisahkan bahwa  Mefiboset adalah seorang muda yang menghadapi rasa malu dan kehilangan rasa hormat dalam hidupnya. Inilah fakta situasi yang dihadapinya yang membuat kita bisa menyimpulkan bahwa ia menderita karena rasa malu. Dia secara fisik timpang karena jatuh waktu kecil. Masa depannya hancur karena keputusan yang dibuat oleh kakeknya, Saul. Dia hidup di tempat bernama Lodebar yang artinya "tidak ada padang rumput" ketika Raja Daud menemukannya. Ketika dia diperkenalkan kepada raja, dia menyatakan dirinya sebagai 'anjing mati'.

Ketika dia pertama kalinya bertemu Raja Daud digambarkan dengan mendetail seperti ini:

Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku."

Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"  ~ 2 Samuel 9:7-8

Percakapan tersebut menggambarkan tentang kemurahan hati Raja Daud dan betapa rusaknya gambar diri Mefiboset sehingga melihat dirinya sendiri sebagai 'anjing mati'.

Dia sudah timpang sejak kecil ketika dia dijatuhkan. Ini bukan hanya tentang rasa sakit secara fisik. Tapi dia harus bergantung kepada orang lain. Seumur hidupnya dia bergantung pada belas kasihan orang lain. Kakeknya menghancurkan masa depannya dan dia harus menderita secara fisik. Walaupun kakeknya dulu adalah raja dan kaya, tapi dia ditinggalkan tanpa warisan apapun. Dia hidup dari belaskasihan. Itu yang membuatnya menganggap dirinya sebagai “anjing mati.”

Setiap orang ingin dihargai. Itu sebabnya sangat penting bagi kita untuk merasa dihargai oleh orang lain. Apa yang dialami oleh Mefiboset berlaku juga dalam hidup kita. Kita tidak berkenan di hadapan Allah karena perbuatan baik yang kita lakukan. Kita menjadi bagian dari keluarga Allah karena usaha kita. Mungkin Tuhan menemukan kita dalam keadaan timpang. Itu tidak penting. Mungkin waktu itu kita hidup di Lodebar, tempat yang gersang. Kita mungkin melihat diri di kaca dan tidak suka dengan apa yang kita lihat. Itu juga tidak penting. Saya pikir sebelum Tuhan menemukan kita, diri kita pernah diperlakukan tidak benar oleh orang lain. Tapi kita menjadi anak-anak Allah karena Yesus. Karena Dia, Bapa memberikan kehormatan kepada kita. Kita bisa makan sehidangan dengan Tuhan karena Yesus sudah menyediakan tempat disana, karena kemurahan hati-Nya. 

Ayat Alkitab yang terkenal yang menggambarkan betapa Tuhan menganggap kita berharga karena Yesus adalah: 

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes  3:16)

Tidak seorangpun dari kita datang pada Tuhan karena dia layak. Kita seperti membawa kepada Dia uang mainan monopoly. Apa yang kita tawarkan kepada Tuhan itu tidak ada harganya. Tuhan, karena Yesus, menjadikan kita berharga. Dia memulihkan kembali apa yang hilang dari hidup kita dan membawa kita masuk menjadi anggota keluarga-Nya. Itulah anugerah. Kita bukan lagi “anjing mati.” Kita makan semeja dengan Raja segala raja. 

Copyright © Wally Odum 2011. Digunakan dengan ijin


Ikuti Kami