Saat Kehilangan Penglihatanku, Ini Yang Membuatku Menang Atas Perasaan Mengasihani Diri
Kalangan Sendiri

Saat Kehilangan Penglihatanku, Ini Yang Membuatku Menang Atas Perasaan Mengasihani Diri

Puji Astuti Official Writer
      2995

2 Korintus 4:17

Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.

Bacaan Alkitab Setahun Mazmur 106; Lukas 18; Yosua 23-24

Aku duduk di tepi tempat tidur, dengan menggenggam tisu di tangan. "Kenapa aku?"

Saya telah menanyakan pertanyaan itu dalam setiap detik di malam-malam dimana saya tidak bisa tidur.

Pada usia 31 tahun, penyakit retina herediter merampas penglihatan saya sepenuhnya. Itu seperti menarik tirai gelap kehancuran dan kesedihan atas hidup saya dan menghapus harapan apa pun yang saya miliki untuk menjadi ibu yang produktif bagi putra saya yang berusia tiga, lima, dan tujuh tahun.

Suatu hari, sewaktu rasa mengasihani diri sendiri mengunjungi lagi, seorang teman dekat menelepon.

"Hanya memeriksamu," katanya. "Apa kabar?"

Saya merasa tidak baik. Hidupku kelihatan gelap dalam segala hal dan tugas seorang ibu buta terlalu berat bagiku.

"Baik, kurasa," aku berbohong.

Lalu dia mengatakan sesuatu yang dalam. Sesuatu yang membuka mata hatiku dan mengubah segalanya.

"Jika kamu memikirkannya," katanya, "Anak-anakmu benar-benar anak-anak Tuhan. Dia adalah Bapa mereka dan Dia bertanggung jawab atas semua hal besar dan kecil."

Aku menghapus air mataku, menarik napas dalam-dalam, dan membiarkan kebenaran itu masuk ke dalam hatiku. Itu membawa dorongan yang saya butuhkan untuk menyingkirkan gagasan "malangnya saya" itu, dan memicu semangat baru untuk merawat putra-putra saya.

Sekarang dengan pandangan yang lebih cerah dan cinta yang manis untuk peran saya sebagai ibu mereka, saya menyusun daftar saya sendiri tentang apa yang membuat seorang ibu yang "baik":

- Seorang Ibu yang tahu bahwa kesalahannya akan dikoreksi oleh tangan Tuhan yang pengasih.

- Seorang Ibu yang pergi tidur di malam hari dengan piring masih di wastafel, tetapi cerita pengantar tidur di hati anaknya.

- Seorang Ibu yang tahu kesempurnaan akan terjadi di sisi lain surga.

- Seorang Ibu yang melihat kelemahan anak-anaknya dan masih tersenyum atas kekuatannya/kelebihannya.

- Seorang Ibu yang menempatkan kesalahan dalam tempat sampah kehidupan.

- Seorang Ibu yang meninggalkan sidik jari di pintu kaca untuk menempatkan jejak cinta di hati anaknya.

- Seorang Ibu yang melihat ke cermin dan tersenyum karena dia membentuk salah satu pemimpin masa depan.

- Seorang Ibu yang mengambil sepatu dari lantai, bersyukur anak-anaknya bisa berjalan.

- Seorang Ibu yang mendengarkan obrolan tak berujung, bersyukur anak-anaknya dapat berbicara.

- Seorang Ibu yang menandatangani kemitraan dengan Tuhan.

- Seorang Ibu yang mengaduk pemanis ini di cangkir kopi hatinya: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13)

Dan sementara dia jatuh kelelahan di tempat tidur pada akhir hari, kebenaran bersinar melalui: Ini bukan seberapa banyak daftar yang harus dilakukan diselesaikan, atau prestasi keberhasilan, tepuk tangan tidak pernah terdengar atau bantuan yang selalu dibutuhkan; tetapi itu adalah kepastian yang menggema dalam hatinya, bahwa kebesaran sejati ada di mata Bapa, penderitaannya ada di dalam hati-Nya dan kemenangannya ada di dalam rencana-Nya.

Hak Cipta © 2013, Janet Perez Eckles, digunakan dengan izin.


Ikuti Kami