Yakobus 4: 13-14
Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini
atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun
dan berdagang serta mendapat untung", sedang kamu tidak tahu apa yang akan
terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar
saja kelihatan lalu lenyap.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 105; Lukas 17; Yosua 21-22
Dua kali
dalam empat hari helikopter LA County Sheriff mengevakuasi orang-orang dari
ambulan tepat di depan rumahku, sekali di jalan dan sekali di taman. Lalu
lintas pun berhenti. Orang-orang memandangi. Langit berdebam dengan hantaman rotor helikopter.
Orang-orang yang bangun di pagi hari seperti yang aku lakukan, menyantap sarapan mereka dan pergi untuk melakukan apa yang biasanya mereka lakukan. Mereka tertimpa musibah, satu dengan mobil dan yang lainnya akibat serangan jantung.
Aku tinggal
di pinggiran kota yang sangat damai. Kadang-kadang aku berpikir mungkin aku
akan koma. Orang-orang pindah ke sini dan membeli rumah mereka dengan harga yang
mahal untuk menghindari drama jalanan dan memasukkan anak-anak mereka ke
sekolah terbaik. Mereka biasanya melarang untuk melakukan semua hal yang tidak mereka suka atau tidak mereka inginkan. Kita semua pasti begitu bukan?
Tapi drama tetap
saja melanggar batasan. Setiap orang dari kita hidup hanya sesaat. Tak pernah
bisa berkata dengan pasti bahwa kita akan terbebas dari penderitaan atau bahkan
akan tetap hidup di hari esok. Kita semua tahu, baik tua maupun muda, bisa saja
meninggal dunia tanpa terduga. Banyak dari kita yang hidup dalam kesulitan dan bahkan tragedi. Dan kita semua mengalami hari-hari yang buruk.
Tak ada asuransi
kesehatan, asuransi jiwa, atau portfolio saham yang bisa melindungi kita dari
penyakit serius, kecelakaan mobil atau tindakan kekerasan. Tak ada yang bisa memastikan
kita tidak akan diangkut dengan helikopter, dibarengi dengan penagihan utang dalam
jumlah besar. Atau kantong mayat yang diikuti dengan peti mati yang besar dan kuat.
Barangkali satu-satunya
hal yang paling bijak yang bisa kita lakukan adalah berhenti berpegang teguh kepada
suatu akhir yang kita tak pernah bisa pegang. Peganglah hidupmu dengan bebas. Dan
saat kita melakukannya, kita akan menjadi lebih baik di tangan Tuhan. Memang
sangat mudah kalau hanya sekadar mengatakannya, tapi sulit untuk memiliki kerendahan hati dan keyakinan untuk melakukannya.
Di dalam
Perjanjian Baru banyak kali menuliskan soal ‘mematikan keinginan diri sendiri’ dan
‘memikul salib’. "Setiap orang yang
mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9: 23)
Salib
bukanlah beban, itu adalah alat untuk mematikan kedagingan kita. Kita juga ditampar
dengan perkataan Yesus bahwa ‘…apa yang dikagumi
manusia, dibenci oleh Allah’ (Lukas 16: 15). Tuhan sama sekali tak peduli dengan prestasi atau piala kita.
Gak heran kalau
Allah juga mau membiarkan kita kadang-kadang hidup sengsara, sebagian dari kita
mengalaminya dalam waktu yang cukup lama. Mungkin saja hal itu jadi pertanda kalau Dia butuh perhatian dari kita.
Semakin banyak
perhatian yang kita berikan kepada Tuhan, semakin sedikit perhatian kita kepada
milik kita, pencapaian, atau bagaimana kita mencoba melindungi diri kita sendiri. Satu-satunya nilai yang terbesar adalah kekekalan.
Dunia materialistik kita sama sekali tak mengenal kekekalan.
Dan kekekalan ini hanya punya ruang yang sangat kecil di tengah dunia ini. Di satu sisi bersifat sementara, dan di sisi lain bersifat kekal.
Dunia mungkin
menipu kita dengan janji-janji palsu soal keamanan dan perlindungan. Sementara manusia
tak berdaya untuk mengelak dari kondisi yang tak terduga. Satu-satunya jaminan dan
pegangan hidup adalah dengan menyerahkan seluruh hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Kita percaya bahwa di dalam Dia, kita akan beroleh perlindungan dan penjagaan kekal.
Hak Cipta 2013 Peter Lundell, diterjemahkan dari
Cbn.com.