2 Korintus 9:7
Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
Bacaan Alkitab Setahun Mazmur 83; Lukas 4; Yeremia 14-15
Bagaimana
aku tahu bahwa kegiatan ini akan sangat menyenangkan!?! Kegiatan ini lebih
terasa seperti sebuah kewajiban… sebuah kebutuhan… kegiatan yang harus
dilakukan. Apalagi, Alkitab berkata bahwa aku HARUS memberi. Tentu saja aku
tidak HARUS memberi, tetapi jika aku ingin perkenanan dan berkat Tuhan, aku harus memberi... atau seperti itulah yang kupikirkan.
Ketika
aku dan adik perempuanku masih kecil, kami pergi ke Sekolah Minggu bersama
orang tua kami, dan mereka memberikan uang recehan pada kami untuk uang
persembahan. Ketika kami bertambah usia, mereka memberikan pecahan uang yang
lebih besar; kemudian mereka memberikan kami masing-masing uang 1 Dolar. Di
masa itu, 1 Dolar adalah uang yang sangat BESAR. Kami harus melakukannya karena "Tuhan memerintahkannya."
Mereka
selalu berkata, "Lebih baik memberi daripada menerima." Aku tidak
mengerti bahwa kami SEDANG menerima. Apalagi, ayahku bekerja sebagai petugas
kebersihan gereja penuh waktu (dia punya 3 atau 4 kerja sampingan lainnya).
Kami mendapat keuntungan langsung dari persembahan yang dilakukan setiap minggu.
Kami
memiliki semua yang kami butuhkan. Mobil kami tua tetapi seringkali dapat
membawa kami dari satu tempat ke tempat lainnya. Ketika mobil kami tidak
sanggup membawa kami bepergian, hal itu tidak menjadi masalah. Kami bersepeda atau berjalan kaki; lagipula kami tinggal di sebuah kota kecil.
Kami
memiliki sebuah rumah tua. Udara dingin dapat masuk melalui celah-celah di
lantai dan melalui jendela dan pintu yang dipasang dengan asal-asalan. Tetapi
kami masih bisa memasang plastik pada kasa jendela di musim dingin dan memasang
kipas angin di musim panas. Ada tikus dan serangga di rumah kami dan kami
berusaha membasmi mereka semampunya. Selain itu ada pepohonan yang dapat kami
panjat dan banyak hewan liar (tupai, opossum, dan kadang 1-2 ekor ular kebun). Keadaan kami tidak buruk.
Kami
memiliki pakaian yang layak. Ibuku adalah seorang penjahit yang hebat dan kami
dapat menyiapkan lebih banyak pakaian dalam waktu 1 bulan dibandingkan orang
lain. Setiap tahun, aku dan adik perempuanku pergi ke perkemahan gereja dengan membawa beberapa potong pakaian musim panas baru yang dibuat oleh ibuku.
Ibuku
membuat semuanya dari nol. Kue pie dan kue kering buatannya adalah yang
TERENAK! Kulkas dan lemari dapur kami tidak pernah berlimpah, tetapi kami tidak
pernah kelaparan (kecuali kami membiarkan diri kami kelaparan, dan itu adalah masalah kami.)
Jadi
seberapa banyak seseorang harus menerima sebelum menyadari bahwa yang mereka
terima adalah berkat? Aku membutuhkan waktu yang LAMA. Setelah aku menikah,
beberapa kali kami tidak mampu membeli bola lampu. Seringkali kami tidak
memiliki pemanas, air atau listrik. Kami memiliki sebuah rumah selama beberapa
waktu, tetapi akhirnya disita. Ketika teman-teman kami datang membawakan
belanjaan, aku lebih merasa malu daripada bersyukur. Kemurahan itu berasal dari
Tuhan. Tetapi aku merasa bersalah karena kami tidak dapat menghidupi diri kami sendiri.
Kemudian
hal yang tidak diduga terjadi. Pernikahanku berantakan, dan ada 2 orang anak
kecil yang harus kuhidupi. Teman kami menampung kami sampai aku mendapatkan
pekerjaan. Keluargaku membiayaiku agar aku memiliki uang untuk membeli bensin,
asuransi dan untuk meringankan biaya hidup kami yang ditanggung oleh teman
kami. Aku masih saja merasa sedih karena aku tidak menjaga diriku dan anak-anakku. Aku terlalu bergantung pada orang lain dan merasa malu.
Jika
saja aku melihat hal ini tanpa rasa bersalah dan rasa malu, aku dapat melihat
berkat-berkat Tuhan. Tuhan memperlengkapi apartemen kami dengan perabotan.
Memang perabotan kami adalah barang bekas orang lain, tetapi aku tidak harus
tidur di lantai lagi. Ketika kami diberi pakaian atau gereja memberi kami
makanan Hari Pengucapan Syukur atau hadiah Natal, Dia sedang memberkati kami.
Sewa rumah kami terbayarkan setiap bulan. Kami memiliki makanan, listrik, air
dan sebuah mobil yang berfungsi (yah, seringkali). Bukankah itu Tuhan yang sedang bekerja?
Akhirnya
aku memutuskan untuk memberi perpuluhan DAN persembahan meskipun itu berarti
aku tidak bisa membayar sewaku! (Hal ini selalu menjadi kekhawatiran
terbesarku). Sesuatu yang besar menggerakkan hatiku. Aku meminta pengawasan
dari seorang sahabat yang baik (dan sangat konfrontatif). Jika aku merasa goyah
dalam memenuhi janjiku, aku menelepon dia. Aku lega aku menghubunginya. Saat
itulah hati yang gembira mulai muncul. Sekarang hal ini terasa seperti sebuah permainan antara Tuhan dan aku.
Aku
mencatat skor - perpuluhan dan persembahan vs berkat Tuhan. Sejauh ini, Dia
unggul. Aku tidak dapat menggambarkan bagaimana hebat rasanya memberi dengan hati yang gembira.
Hendaklah
masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati
atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. 2 Korintus 9:7
Tahun-tahun
ketika aku merasa takut dan dibebani oleh kewajiban sudah lama hilang. Ketika
aku berpikir bahwa aku tidak memiliki cukup uang, aku tetap memberi. Berkat Tuhan datang pada kami dalam berbagai bentuk, dan kami terus menerus diperkaya.
Keinginan
hatiku adalah memiliki sebuah rumah untukku dan anak-anakku. Dengan jujur aku
dapat berkata jika aku harus tinggal di apartemen selamanya, aku akan
melakukannya dengan sukacita, selama aku masih dapat memberi. Memberi adalah kegiatan yang terlalu menyenangkan!
Berkat
Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya. Amsal 10:22
Catatan
Tambahan: Sekitar 4 tahun setelah aku menulis artikel ini, aku membeli sebuah rumah. Memberi masih merupakan kesukaan bagiku. Skornya? Tuhan SANGAT unggul! (