Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 4; Matius 4; Kejadian 7-8
Seorang ayah merasa putus asa saat berkonflik dengan anak sulungnya. Mereka berdua sama-sama keras kepala. Hampir setiap masalah berakhir dengan konflik yang berkepanjangan. Tak terhitung sudah berapa teman, pendeta bahkan psikolog yang didatangi untuk dimintai nasihatnya. Belum lagi buku-buku psikologi yang selalu dibelinya. Tujuannya hanya satu, konflik dengan sang anak bisa terselesaikan. Sayangnya, semua usahanya sia-sia. Meski sudah banyak pengetahuan yang dimilikinya, sang ayah tetap mengeraskan hatinya.
Ketika menghadapi konflik dalam keluarga, tanpa kita sadari kita terlalu sibuk dengan konflik tersebut. Kita berusaha mencari pertolongan ke mana-mana. Cara itu memang tidak salah dan sangat baik dilakukan. Namun sebenarnya sumber penyelesaian konflik terletak di hati kita, yaitu bagaimana kita mau merendahkan diri dan menanggalkan ego kita sejenak. Hal ini tidak mudah karena saat kita berkonflik, ego kitalah yang lebih banyak berbicara. Akibatnya konflik itu pun tak kunjung selesai. Kunci semua itu adalah kasih.
Alkitab mengajarkan kita akan pentingnya arti kasih. Bahwa kasih lebih mulia dari apa pun, bahkan semua yang kita miliki tidak akan berguna jika kita tidak memiliki kasih. Ya, kasih mampu mengatasi segalanya, termasuk ego kita yang besar.
Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, perkataan yang pedas membangkitkan kemarahan.