Amsal 17: 9
Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib.
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 15; Matius 15; Yunus 1-4
Kondisinya sangat menegangkan. Saat Anda tertangkap basah, dan sebelum menyadarinya, hal pertama yang ada di pikiran Anda adalah bereaksi.
Anda tidak tertarik untuk berdoa lebih dulu sebelum menyampaikan respon, sebaliknya Anda bereaksi. Dan itulah yang terjadi saat kita kedapatan melakukan kesalahan.
Tuhan menyuruh kita untuk bersikap baik dan lembut satu sama lain, saling mengampuni sama seperti Dia mengampuni kita (Efesus 4: 32). Saya pikir kadang-kadang kita punya cara yang berbeda memaknai pengampunan.
Kadang kita membuat keputusan untuk memaafkan berdasarkan besar luka yang kita alami. Pelanggaran kecil lebih mudah dimaafkan. Tapi saat kesalahan itu mulai melukai hati kita cukup dalam, maka ceritanya akan berbeda. Apakah kita pantas mendapatkan pengampunan? Tidak, kita tidak bisa melakukannya. Tapi Yesus sanggup mengampuni kita. Seharusnya kita harus menampuni seperti Dia mengampuni kita.
Saya ingat seorang pembicara pernah berkata, “Jika Anda tidak yakin sudah memaafkan seseorang, bayangkan saja mereka mendekati Anda di sebuah lowong. Apakah Anda akan menyambut mereka atau Anda lebih suka melewatinya dan menyeberang saja?”
Kadang kita membodohi diri sendiri dengan percaya bahwa kita sudah memaafkan seseorang padahal kenyataannya, kita baru saja mendorongnya keluar dari pikiran atau dari hidup kita. Kita tidak akan mudah meredam emosi kita. Sebaliknya, emosi itu akan muncul ke permukaan dan kadang berakibat sangat buruk.
Waktu kita memendam perasaan kita, kita tidak bisa menyelesaikannya dengan baik dan tenang. Alih-alih memilih mana kata yang harus diucapkan dan harus ditahan, semua emosi positif dan negatif itu akan saling mendominasi.
Raja Salomo berkata, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” (Amsal 15: 1). Jadi perkataan kit abisa seperti bensin yang terbakar. Kita berdiri di sana menyaksikan apinya berkobar membumbung setinggi beberapa kaki di atas kita. Dan sementara kita berusaha untuk menanggapinya dengan kasih dan pengampunan.
Ingat saat Yusuf dituduh bersalah. Dia masih memilih untuk melakukan apa yang benar. Dan Tuhan menghormati keputusan Yusuf. Tuhan mengizinkan dia mengalami banyak hal untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8: 28).
Waktu adalah komoditas yang berharga. Kita bisa menyia-nyiakannya atau kita bisa membiarkan Tuhan menunjukkan kepada kita bagaimana menebusnya. Kita bisa meminta Tuhan untuk melembutkan hati kita serta orang-orang yang kita sakiti. Dia lebih dari mau melakukannya.
Tuhan suka dengan kesatuan, sedangkan si iblis tidak. Jadi saat kita berselisih dengan seseorang, si iblis akan senang.
Apa jawabannya? Saat Anda berada dalam panasnya pertempuran, ambil napas dalam-dalam dan kirimkan doa kepada Tuhan. Seperti dia membungkam perkataan buruk yang hendak kita ucapkan bagi orang lain.
Berdoalah supaya Tuhan menunjukkan kepada Anda bagaimana Anda bisa lebih mengasihi orang lain, terutama yang menyakiti hati Anda.
Hak cipta Anna Peterson, disadur dari Crosswalk.com
Kamu diberkati dengan renungan harian kami? Mari dukung kami untuk terus memberkati lebih banyak orang melalui konten-konten terbaik di website ini.
Yuk bergabung jadi mitra Jawaban.com hari ini.