Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 147; Yohanes 7; 2 Samuel 21-22
Tersebutlah dua orang pria yang sepakat melakukan perjalanan bersama-sama karena kota tujuan mereka sama. Terlebih lagi, medan yang harus mereka tempuh tidaklah mudah karena saat itu musim dingin berkepanjangan sedang terjadi. Suhu dingin yang membekukan tulang membuat mereka ingin menyerah tapi menyerah sama saja dengan mati. Di sekitar tempat itu tidak ada rumah maupun penginapan yang dapat mereka singgahi.
Di sepanjang jalan mereka hanya melihat hamparan salju dengan pohon-pohon pinus di sana-sini. Ketika mereka bergulat melawan hawa dingin yang membuat tubuh mereka semakin lemah, tiba-tiba saja mereka bertemu dengan seorang yang sudah hampir mati terbaring lemah tak berdaya. Kebimbangan pun berkecamuk di hati mereka berdua. Menyelamatkan orang tersebut berarti mempersulit perjalanan yang sudah sulit untuk dihadapi. Namun meninggalkan orang itu sama saja dengan membunuhnya.
Pria pertama memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan melanjutkan perjalanan. Namun pria kedua memilih untuk menyelamatkan pria malang yang tak berdaya itu dan menggendong pria itu di punggungnya meskipun tenaga yang dimilikinya sebenarnya tidaklah banyak.
Cuaca semakin dingin. Pria pertama yang tidak bersedia menolong itu semakin lemah sebelum akhirnya ia tidak kuat lagi dan mati karena kedinginan. Sementara, pria kedua yang bersusah payah menolong pria malang di tengah jalan itu justru selamat karena panas tubuh mereka berdua ternyata menyelamatkan nyawa kedua pria ini dari hawa dingin yang mematikan.
Melalui kisah ini kita diingatkan akan pengorbanan yang mendatangkan kehidupan. Sebagai anak-anak Tuhan, setiap kita perlu mempergunakan prinsip ini. Berkorban dan memberikan diri bagi mereka yang membutuhkan sejatinya mendatangkan kehidupan bagi diri kita sendiri.
Kasih tak akan tumbuh jika kita hanya menjadi penonron. Kasih itu bertumbuh jika kita jadi pelaku kebajikan.